Magma memantulkan-mantulkan bola basket yang di pegangnya sambil duduk dengan malas. Tidak ada niat sama sekali untuk memainkannya sambil berdiri.
Sedangkan Andra yang berada di tengah lapangan, tengah memasukan bola basketnya ke ring sebelum menghampiri Magma.
Mengambil handuk untuk mengelap keringatnya, dan mengambil duduk di sebelah Magma, "Kenapa lo?"
Magma hanya diam saja, dan terus memantulkan bola basket di tangannya.
"Mikirin Airish ya lo jangan-jangan?" Andra meminum minumannya dan menyiramkan sebagian ke wajahnya. Ada senyum geli saat Andra mengatakannya.
Magma hanya memandang Andra dengan pandangan 'lo pikir gue gila?'
Andra hanya terkekeh kecil melihatnya, dan segera menaik-naikan alisnya, "Berarti...mikirin dia kan?"
"Pinter," Magma menjitak kepala Andra sambil tersenyum lebar.
"Kenapa lagi emangnya?" Andra mengelus-elus kepalanya dan mulai menatap Magma dengan serius.
"Kalo gue terus-terusan sama Airish, dia bakalan nggak mau deket-deket gue."
"Terus mau lo gimana?"
Magma menyapukan rambutnya, "Berhenti."
"Kalo lo berhenti sekarang, percuma dong semuanya? Saran gue, tahan dulu aja. Lagian, dia lagi terlibat sesuatu kan sama lo?" Andra menepuk-nepuk bahu Magma, sambil menaik turunkan kedua alisnya.
Magma hanya mengangguk-angguk mengiyakan. Memakai jaketnya dan melempar bola basket di tangannya ke Andra, "Gue cabut."
Andra langsung terburu-buru mengenakan tasnya, sambil mengedarkan pandangan ke penjuru sekolah yang sudah sepi dan segera menyusul Magma, "Tungguin gue!"
*
Magma memakirkan motornya di garasi dan memasuki rumahnya.
"Magma pulang," Teriaknya.
Adiknya yang sedang tiduran di sofa sambil memainkan ponselnya menggerutu, "Abang kebiasaan ih! Kayak anak cewek, teriak mulu, seharusnya tuh salam! Bukan teriak."
Magma menghampiri adiknya dan memiting kepala adiknya sambil mengacak-acak rambutnya gemas, "Iya, iya. Assalammualaikum."
"Waalaikumsalam, jangan gini ah bang bauuu." Kaldera berusaha melepaskan pitingan kakaknya.
Mendengar perkataan Kaldera, Magma lantas mencoba memeriksanya dengan cara mendekatkan hidungnya ke ketiaknya sambil mengendus-endus, "Masa sih?"
Mamanya yang tadi berada di dapur, kini menghampiri mereka berdua karena mendengar keributan dengan tangan yang melepaskan celemek yang di pakainya, "Kalian ini, kebiasaan."
"Abang nih Ma, resek!" Kaldera beringsut menjauh dari Magma dan mendekati mamanya.
"Udah-udah, daripada kalian ribut mulu, mending salah satu dari kalian beliin mama bahan-bahan buat kue gih."
Kaldera buru-buru berakting sakit perut dengan memegang perutnya dengan dramatis, "Aduh Ma, bukannya Dera nggak mau, cuma perut Dera sakit banget nih, maaf ya Ma." Dera langsung pergi menaiki tangga begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Magma [END]
Teen FictionIni kisah Lava&Magma. Kisah tentang dua orang remaja yang mempunyai persoalan masing-masing. Lava dengan persoalan keluarganya yang rumit, dan Magma dengan sandiwaranya untuk melindungi Lava. Akankah Lava mampu melewati semuanya? Dan apakah Magma ma...