Bukan alarm. Bukan juga sinar matahari yang menembus gorden kamarnya. Melainkan mimpi buruk yang membuat Lava terbangun dari tidurnya. Memeriksa ponselnya, dan melihat bahwa sekarang masih pukul dua dini hari.
Membanting tubuhnya lagi ke kasur, matanya memandang langit-langit kamarnya. Berusaha mengenyahkan mimpi buruk yang masih membayanginya. Mimpi yang Lava harapkan tidak akan menjadi nyata. Lava menarik selimutnya untuk menutupi kepalanya dan berusaha sekuat mungkin untuk kembali tertidur. Tapi, saat matanya terpejam, justru mimpi buruk yang sempat menghilang, kembali lagi. Membuatnya mau tak mau bangkit dari tidurnya.
Dirinya memutuskan untuk mengambil udara segar di luar. Maka dari itu, dia hanya mengambil cardigannya di belakang pintu kamarnya dan bergerak turun ke bawah. Beruntung dirinya mengenakan piyama dengan celana panjang, jadi tidak perlu repot-repot untuk mengganti setelannya.
Keadaan ruang tamu gelap, Lava meraba-raba laci yang ada di sana untuk mencari kunci. Setelah mendapat apa yang dicarinya, Lava segera membuka pintu dan langsung di sambut oleh udara dinginnya malam. Mengunci kembali pintunya, Lava segera keluar dari rumah. Dirinya membuka pagar dengan hati-hati saat dilihatnya pak satpam tengah tertidur pulas di posnya.
Lava terus melangkahkan kakinya entah kemana. Sepanjang jalan, Lava hanya menunduk memandang kakinya. Helaan nafas berulang kali lolos dari bibirnya. Entah sudah berapa lama Lava berjalan, yang pasti sudah jauh dari rumahnya, dirinya memutuskan untuk berhenti di supermarket dua puluh empat jam yang kebetulan ada di seberang jalan.
Lava mengambil dua buah kopi kalengan yang ada dan membawanya ke kasir.
"Mbak, kalau boleh tahu, sekarang jam berapa ya?" Tanya Lava saat sadar, dirinya tidak membawa serta ponselnya. Merasa ditanya, Mbak-mbak kasir lantas langsung melihat ke arah jam tangannya. "Jam tiga kak." Lava hanya manggut-manggut, tidak menyangka dirinya sudah berjalan secara random hampir satu jam lamanya.
"Totalnya sembilan belas ribu empat ratus kak." Lava langsung merogoh saku piyamamya dan langsung menghembuskan nafas leganya saat menemukan uang dua puluh ribu di sakunya.
"Makasih mbak, kembaliannya ambil aja." Lava langsung mengambil belanjaannya dan melihat sekilas ke arah mbak-mbak kasir yang memasang senyum setengah.
"Mbaknya nggak seneng ya dapet uang enam ratus perak? Kalo nggak ada enam ratua perak nggak bisa genap jadi seribu tahu." Mbak-mbak kasir hanya memandang Lava aneh dan menyerahkan struck belanjaannya.
"Yaudah mbak siniin aja kembaliannya, mbaknya nggak seneng banget dapet rejeki." Lava menadah tangannya untuk meminta kembali kembaliannya dan langsung diberikan begitu saja oleh mbak-mbak kasir dengan wajah super datar.
Keluar dari supermarket, Lava memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di supermarket. Membuka satu kaleng kopinya dan meminumnya perlahan. Pandangannya mengedar ke arah jalanan yang terpampang di depannya. Lava menyesal karena membeli dua kaleng kopi. Karena sekarang dirinya lapar. Dan hanya ada uang enam ratus perak di sakunya. Yang sudah pasti tidak akan cukup untuk membeli sesuatu. Apalagi melihat bapak-bapak penjual martabak di pinggir supermarket, membuat Lava merasa semakin sengsara.
Lava dengan terpaksa hanya bisa menuntaskan laparnya dengan meminum dua kaleng kopi yang dibelinya. Bukannya kenyang, yang ada dirinya kembung. Pandangannya kembalu mengedar ke sekeliling, berharap ada seseorang yang dikenalnya. Lava menjerit dengan tiba-tiba saat melihat seseorang yang sangat dikenalinya tengah berdiri di seberang jalan. "Magma!"
Lava bisa melihat Magma menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menyebrang dan berjalan menghampirinya. Kening Magma berkerut dalam saat melihat Lava yang berada lumayan jauh dari rumahnya. Apalagi Magma tidak melihat adanya sepeda yang biasa Lava gunakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Magma [END]
Fiksi RemajaIni kisah Lava&Magma. Kisah tentang dua orang remaja yang mempunyai persoalan masing-masing. Lava dengan persoalan keluarganya yang rumit, dan Magma dengan sandiwaranya untuk melindungi Lava. Akankah Lava mampu melewati semuanya? Dan apakah Magma ma...