Awan mendung terlihat dari jendela yang terbuka dengan gorden putih yang berkibar-kibar.
Seorang gadis tengah mematut dirinya di depan kaca sambil mengepang rambutnya seperti yang biasa dia lakukan.
Setelah memastikan bahwa kepangannya cukup rapi, Lava mengambil jam tangan warna putih di nakas dan memakainya.
Mengambil tas di kasur dan menyampirkan di bahu kanannya sambil mengambil sepatu dan membawanya turun.
Melangkahkan kakinya melewati ruang makan yang sepi, dan menuju ke dapur untuk bertanya kepada bibinya kemana semua orang pergi.
"Bi, semuanya pada kemana?" Lava duduk di kursi bar yang ada di dapur dan memakai sepatunya.
Bi Mina menutup kotak bekal yang sudah dia siapkan tadi, dan menyerahkannya ke Lava, "Itu non, ibu sama bapak dari kemarin malem pergi tapi belum pulang, kalau non Airish mungkin masih di kamarnya."
"Oh gitu, yaudah Lava berangkat dulu ya, Assalamualaikum." Ucapnya sambil menyalimi bi Mina dan memasukan bekal tadi ke dalam tasnya.
"Waalaikumsalam, hati-hati non."
Lava mengambil sepeda yang berada di garasi, dan mulai mengayuhnya dengan cepat. Sesekali, ia akan bersenandung lagu yang muncul di kepalanya.
"Astogfirullah!" teriak Lava tiba-tiba saat merasakan dirinya terjatuh dengan posisi tertimpa sepeda. Menatap ke depan, hanya ada lambaian tangan yang keluar dari mobil bewarna merah yang tadi menyerempetnya. Dia tahu, dan sangat tahu siapa yang menyerempetnya.
"Sabar, anggap aja ini ucapan selamat pagi yang antimainstream." Gumam Lava sambil berusaha menyingkirkan sepeda yang menimpanya.
Melihat ke arah jam tangannya, yang sudah menunjukkan pukul 06.40 Lava bergegas menaiki sepedanya tanpa memperdulikan lututnya yang terasa ngilu.
Selang lima belas menit kemudian, akhirnya dia sampai di depan gerbang sekolahnya yang untungnya belum tertutup. Dan bergegas masuk lalu memakirkan sepedanya di tempat biasa.
Berjalan terseok-seok, ia langsung menuju kelasnya dan duduk dibangkunya dengan helaan nafas lega.
"Tumben Va, telat?" Tanya Ata-- seatmet sekaligus sahabatnya, tanpa mengalihkan pandangannya pada buku yang di bacanya.
Lava menempelkan pipinya ke meja, "Dapet sapaan antimenstream tadi, biasa."
Ata langsung menutup buku yang di bacanya dan mengangkat kepala Lava untuk menghadapnya. Dan memandang khawatir ke arah Lava, "Lagi? Ini sih bukan sapaan lagi, Va! Lo nggak papa kan?"
"Nggak papa kok Ta, cuma lutut aku rada ngilu gitu."
"Sini, coba gue lihat." Ata menundukan kepalanya ke arah lutut Lava.
"Ihh, gimana nggak ngilu coba! Orang keluar darah kayak gini. Ayo ke UKS!" Lanjut Ata sambil menarik Lava untuk berdiri.
Lava hanya memutar bola matanya, sambil menarik Ata untuk duduk kembali, "Lebay ah kamu, ini cuma luka kecil aja kok."
"Ya tapi kan-"
"Eh nih ada yang titipin ini ke gue," ucap suara yang memotong omongan Ata, sambil meletakan kotak kecil bewarna putih di meja Lava.
"Ehh, dari siapa?" Tanya Lava ke laki-laki yang diketahuinya, merupakan anak kelas sebelah.
Laki-laki itu hanya mengendikkan bahu dan melangkah menjauh keluar dari kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Magma [END]
Ficção AdolescenteIni kisah Lava&Magma. Kisah tentang dua orang remaja yang mempunyai persoalan masing-masing. Lava dengan persoalan keluarganya yang rumit, dan Magma dengan sandiwaranya untuk melindungi Lava. Akankah Lava mampu melewati semuanya? Dan apakah Magma ma...