Lava menggeret koper kecilnya, di koridor sekolah yang sepi. Maklum saja, sekarang sudah pukul 07.25 yang artinya kelas sudah dimulai sejak dua puluh lima menit yang lalu. Dengan pelan, digeretnya kopernya.
Langkahnya menuntunnya menuju lapangan indoor. Tempat dimana ada dua puluh siswa-siswi lainnya yang mengikuti kompetisi berkumpul. Tentunya dengan mewakili masing-masing bidangnya.
Melewati kelasnya, Lava bisa melihat Ata yang bersender lesu di tembok. Berhenti sejenak, Lava mengetikkan pesan untuk Ata.
Lava : Ta, jangan lesu gitu dong. Aku kan cuma seminggu perginya;))
Dari sini, bisa Lava lihat, Ata meraih ponselnya dengan malas. Dan langsung mengarahkan pandangannya ke jendela. Tempat dimana Lava berdiri. Lava melambaikan tangannya dan berujar tanpa kata, "dadah."
Sedangkan Ata, langsung beranjak dari duduknya dan meminta ijin kepada guru yang mengajar.
"Lava, kenapa lama banget sih?! Gue sendirian dong?"
"Ihh kamu lebay banget sih. Padahal aku udah biasa kan pergi kayak gini?"
"Iya sih. Tapi, entah kenapa firasat gue nggak enak tau Va."
"Aku cuma pergi ke Medan Ta, nggak jauh. Dan aku pasti baik-baik aja. Tugas kamu disini doain aku biar aku bisa menang." Lava berkata sambil meletakkan kedua tangannya di bahu Ata.
"Iya-iya, ati-ati ya Va. Dah." Memeluk Lava sejenak dan membiarkan Lava pergi dengan air muka yang tidak berubah semenjak tadi.
Sedangkan Lava tertawa kecil melihat kelakuan sahabatnya. Sambil meneruskan langkahnya, Lava mengeluarkan ponsel nya, dan mengetikkan sesuatu di sana.
Lava : Aku kasih waktu kamu seminggu buat mempertimbangkan semuanya. Terserah kamu, hubungan ini tetep berlanjut atau nggak. Sekali lagi, aku minta maaf. See you soon.
*
Magma : Safe flight Va.
Magma terus memperhatikan layar ponsel nya yang menampilkan percakapannya dengan Lava. Pesan yang sampai sekarang belum Lava lihat. Dengan lesu, Magma meletakkan handphone nya begitu saja dan menelentangkan tubuhnya.
"Bang! Turun. Makan dulu!" Teriak Kaldera dari bawah yang membuat Magma membatalkan niatnya untuk tidur. Dengan malas, dia bangkit dari rebahannya dan mengecek handphone nya sekali lagi, sebelum melempar begitu saja handphone nya ke ranjang.
"Malem ma, pa."
Magma langsung mengambil duduk di sebelah Kaldera.
"Abang! Kenapa aku nggak di sapa?!" Seru Kaldera.
"Kamu kok hobi teriak sih dek? Sakit nih kuping abang," ucap Magma sambil menjewer telinga Kaldera yang dibalas Kaldera dengan perlakuan yang sama.
Sedangkan, orang tua mereka yang sudah sangat sering menyaksikan ini hanya bisa menggelengkan kepala mereka melihat kelakuan anak-anaknya.
"Udah-udah, berhenti jewer-jewerannya. Sekarang makan dulu, nanti boleh di lanjut."
Akhirnya, Magma dan Kaldera menghentikan kegiatan mereka dan langsung memakan makan malamnya masing-masing dengan masih saling melempar ejekan satu sama lain.
"Abang, kenapa sih abang kok rada lesu gitu?" Tanya Kaldera setelah memasukan sesuap makanan ke mulutnya.
"Nggak papa," jawab Magma seadanya.
"Abang lagi kangen kak Airish ya?" Dengan jahil Kaldera bertanya, yang sudah pasti dia bisa menebak bagaimana reaksi Magma.
"Lo gila?!" Seru Magma yang di balas dengan gelengan papanya, "Magma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Magma [END]
Teen FictionIni kisah Lava&Magma. Kisah tentang dua orang remaja yang mempunyai persoalan masing-masing. Lava dengan persoalan keluarganya yang rumit, dan Magma dengan sandiwaranya untuk melindungi Lava. Akankah Lava mampu melewati semuanya? Dan apakah Magma ma...