"Kalian paham?" Tanya pak Yubrot selaku guru kimia yang tengah menerangkan materi tentang hidrokarbon di depan.
Anak-anak hanya diam tidak ada yang menjawab. Hanya saling menoleh dengan teman sebangkunya.
"Kalian nggak paham?" Tanya pak Yubrot lagi dengan pertanyaan yang berbeda.
Anak-anak tetap diam tidak menjawab.
Bisa terlihat, pak Yubrot menyugar rambutnya yang sudah memutih semua dan memandang murid-muridnya dengan lelah.
"Saya tanya kalian paham atau nggak, kalian diem. Saya bingung kalo gini.""Saya tanya sekali lagi, kalian paham?"
"Nggak!" Serentak anak-anak menjawab bersamaan dan diakhiri gelak tawa.
"Darimana nggak pahamnya?"
"Semuaaa!"
"Walah, pensiun saja saya kalau gini."
"Setujuuuu!"
"Yasudah, bapak pamit dulu sudah habis jamnya. Bapak juga takut kalau di sini lama-lama yang ada bapak tambah botak, lihat kalian."
*
"Lihat Awan nggak?" Tanya Lava pada salah satu teman sekelas Awan yang baru saja keluar dari kelasnya.
"Nggak tahu. Dia tadi langsung keluar gitu aja waktu bel."
"Oh gitu, makasih ya."
Gadis di depan Lava mengangguk dan menepuk bahu Lava sebelum dia berlalu pergi. Mungkin ke kantin, tapi entahlah tidak penting ini.
Lapangan indoor! Pikir Lava.
Lantas Lava membawa kakinya menuju lapangan indoor yang terletak di lantai teratas. Hari ini, Lava akan seorang diri. Karena Ata hari ini tidak masuk sekolah, yang membuat Lava bosan sendirian di sekolah. Bukannya tidak punya teman lain, tapi Ata memang yang lebih freak dan cocok dari yang lain.
Saat memasuki lapangan indoor, Lava tidak menemukan siapa-siapa di sana. Jika saja Lava tidak mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, Lava tidak akan menemukan Awan yang tengah tiduran di pojok ruangan yang gelap. Dengan langkah hati-hati Lava menghampir Awan, agar tidur Awan tidak terganggu.
Bukannya langsung membangunkan Awan saat itu juga, Lava justru memilih untuk memandang wajah Awan. Wajah yang sudah tiga hari tidak dilihatnya. Dengan pelan, Lava mengambil duduk di samping Awan dengan dagu yang di tempelkan di lipatan lututnya.
"Awan...bangun." Bisik Lava pelan agar tidak mengejutkan Awan.
"Wan..bangunn."
"Awan..." tepukan pelan tangan Lava di bahu Awan berhasil membuat Awan mengerjapkan matanya dan bangkit dari posisi tidurannya.
"Hai."
"Hmm,"
"Kamu capek banget ya? Tadinya aku nggak mau ganggu tidur kamu."
"Tapi akhirnya, lo tetep ganggu gue," ucap Awan tajam
"Kamu....kenapa?" Lava bertanya ragu-ragu, apalagi melihat ekspresi Awan.
Awan bangkit dari posisi duduknya dan menepuk-nepuk celana seragamnya, "Seharusnya, lo tanya diri lo sendiri."
"Aku? Aku kenapa?"
"Lo masih tanya kenapa? Gue tahu Va, kalau lo dulu, suka sama Magma. Dan wajar kalau dulu lo sedeket ini sama Magma. Tapi sekarang, yang jadi pacar lo bukan Magma, tapi gue! Seharusnya, lo mikirin perasaan gue sama Airish. Apa nggak cukup cuma gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Magma [END]
Genç KurguIni kisah Lava&Magma. Kisah tentang dua orang remaja yang mempunyai persoalan masing-masing. Lava dengan persoalan keluarganya yang rumit, dan Magma dengan sandiwaranya untuk melindungi Lava. Akankah Lava mampu melewati semuanya? Dan apakah Magma ma...