Seharian ini Lava selalu menguatkan dirinya untuk bersabar, lantaran Magma dan Awan yang selalu berdebat di sekitarnya, entah itu saat di kelas, di kantin, atau bahkan saat Lava berada di toilet.
Maksudnya, mereka berdua berdebat di depan pintu toilet, yaiyalah bisa koit mereka berdua kalo sampai masuk ke dalamnya.
"Kalian kenapa sih, berantem mulu." Lava mengutarakan kekesalannya yang sedari tadi di pendamnya.
"Seharusnya, kamu tanya ke dia tuh, kenapa ganggu kita pacaran mulu." Awan menatap sengit ke Magma.
Magma mencebikkan bibirnya saat mendengar perkataan Awan, "Lava aja nggak keberatan."
"Ma, maaf sebelumnya, aku nggak bermaksud apa-apa. Kamu juga harus ngertiin perasaan kak Airish dong, aku nggak enak sama dia jadinya." Lava menatap Magma dengan serius. Sedangkan Awan malah menyeringai ke arah Magma.
"Fine." Magma langsung berbalik, bukan, bukannya dia menyerah, hanya saja memberikan waktu kepada Awan untuk menghabiskan waktunya bersama Lava.
Lava menghembuskan nafasnya lelah, dan memandang ke arah Awan yang sedang merangkulnya.
"Aku nggak mau kamu deket-deket dia lagi," ucap Awan sambil memandang Lava lekat-lekat.
"Kamu marah kalo aku deket-deket Magma?"
"Iya, aku cemburu."
"Maaf." Lava menunduk saat mengucapkannya.
"Hei, nggak papa." Awan mengangkat dagu Lava agar menghadap ke arahnya. "Aku tahu, bukan kamu yang coba deketin Magma kok."
"Yaudah yuk aku anter ke kelas kamu, udah mau bel juga." Awan menggandeng tangan Lava, mereka berdua berjalan beriringan di sepanjang koridor, sambil mengobrolkan hal-hal seru menurut mereka.
"Makasih ya Wan, aku masuk dulu," Lava menunjuk ke dalam kelas memberikan kode kepada Awan bahwa dia akan memasuki kelas.
Awan mengangguk dan tersenyum sambil mengelus puncak kepala Lava, "Iya, sana masuk, daah."
Lava memasuki kelasnya dan langsung menuju ke bangkunya. Di sana, sudah ada Ata yang menempelkan pipinya di meja, sambil meniup-niup poninya.
"Kenapa?" Lava berjongkok menghadap Ata, tidak berniat mengusik Ata untuk bergeser ke pojok.
Ata hanya menggeleng lesu.
"Dasar cewek sih ya, susah dimengerti." Lava ikut-ikutan meniup-niup poninya, padahal dia tidak mempunyai poni. Berlagak.
"Yee, lo cewek juga tau," Ata berkata sewot dan segera menggeser duduknya ke pojok.
Lava cengengesan dan langsung menduduki bangkunya, "Eh iya, ehehe."
"Gue tuh sebel tahu nggak, masa dia nggak bales chat gue!" Nah, beginilah Ata, disuruh cerita bilangnya nggak papa, giliran nggak disuruh, malah cerita.
"Tadi aja bilangnya nggak papa." Cibir Lava.
"Issh pokoknya gue kesel!"
"Ata, mungkin dia lagi sibuk kali."
Ata malah menelungkupkan kepalanya semakin dalam ke meja, "Ya gue tahu, nggak bisa apa ngabarin?"
Lava mengelus pundak Ata, "Bukan bermaksud apa-apa sih, tapi kamu siapanya sampai harus dia kabarin."
Ata berpikir keras saat mendengar ucapan Lava, iya ya gue emang siapanya?
*
Sambil memegang kedua ujung tali tasnya, Lava bersenandung lagu yang terlintas di pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lava dan Magma [END]
Fiksi RemajaIni kisah Lava&Magma. Kisah tentang dua orang remaja yang mempunyai persoalan masing-masing. Lava dengan persoalan keluarganya yang rumit, dan Magma dengan sandiwaranya untuk melindungi Lava. Akankah Lava mampu melewati semuanya? Dan apakah Magma ma...