"Kau yang panas dikening, Yang dingin dikenang" tulis gue pada kertas ke dua puluh dengan judul yang sama pada kertas-kertas malang yang sudah tergeletak dilantai karena merasa belum cocok. Padahal judulnya juga gue ambil dari film Ada apa dengan Cinta yang kedua. Tapi juga gak ada yang bisa gue tulis selama ini.
"Apa coba ini kenapa otak gue jadi ngeblank begini!!!"
"Kau yang panas dikening, kau yang bahkan wajahnya tak terlintas, yang tak kuharapkan kehadirannya, kau yang pergi jauh tanpa diminta, kau yang gila tapi tahu segalanya.
Kau yang dingin dikenang, kau yang beku tak tersentuh, kau yang diam seperti bisu, kau yang membuat ku tak ragu mengharapkanmu, kau yang bisa mengugurkan egoku.
Jadi seperti apa bayang mu? Semu? Atau bahkan aku yang halu? Beri tahu aku jika kamu masih disana, agar sesulit apa kita, serumit apa masalah kita, sejauh apa jarak kita, semesta masih kan mendoakan agar kau tetap dingin dikening dan hangat dikenang."
Gue membuang nafas denga kasar karena setelah bergelut manja dengan pemikiran gue akhir puisi ini selesai juga. "Bodo amat mau jelek juga, lumaya kalau jelek biar gak perlu dibaca." Gue melipat kertas merah jambu yang sudah dibagikan tadi sore sebelum pulang. Memasukanya ke tas berbahan karung yang sudah menjadi salah satu alat tempur ospek kali ini.
"Kalau dibacain bisa gak ya gue?" Jujur gue sangat suka menulis kata-kata mutiara atau semacamnya tapi tidak untuk membacanya didepan umum hasil dari karya tulis gue. dan yang paling gue benci adalah membaca puisi gue didepan umum. Bukan masa tidak percaya diri atau apa hanya saja gue akan merasa jijik dengan apa yang akan gue tulis nantinya. Heran deh.
Gue meletakan kembali tas pada posisi semula, ingin tidur lebih awal karena tugas sudah selesai. Bersiap diri untuk hari besok yang pasti akan lebih melelahkan dari hari ini. karena besok akan lebih banyak acara yang tidak mengharuskan gue untuk duduk seperti tadi mendengarkan ceramah atau nasihat senior.
***
"Yahh jadi Mas gak jadi pulang minggu ini?"
"Kan Mas uda bilang akhir bulan sayang. Ini Mas masih di Tokyo.."
Gue masih sesekali menatap layar laptop gue yang menampilkan wajah Kakak gue tercinta yang lagi di Tokyo. Mas Barra sudah terhitung 3 minggu tidak pulang, seminggu masa liburnya digunakan untuk mendaki gunung Rinjani bersama teman-teman SMA nya dan sudah tiga belas hari ia meninggalkan gue untuk dinas kembali. Walaupun Pilot yang punya jam terbang yang ukup tinggi, tapi jika ada waktu libur Mas gue terkadang lebih memilih mendaki sebuah gunung jika teman-temannya juga bisa.
"Gimana kemarin ospeknya? Uda liat senior ganteng gak?" Goda nya yang gue yakini agar mood gue membaik karena gue sudah terlanjur kesal dengan lamanya bertemu kembali.
"B aja." Ujar gue singkat sembari meminum susu yang sudah disediahkan bibi dimeja makan.
"Kok cuek banget sih? Marah?"
Oke masih ditanya lagi? "Aku sendirian dirumah. Mama sama Papa uda empat hari gak pulang karena dinas diluar kota, dan mungkin sampai tiga hari kedepan. Aku ini punya keluarga atau engga sih?" Tanya gue ketus karena terlalu sedih dengan diri gue sendiri.
Punya uang banyak, temen yang baik kaya temen-temen gue bukan berarti gue gak butuh lagi kasih sayang dari keluarga. Gue juga butuh kehadiran keluarga ditengah-tengah hidup gue. kalau begini kenapa gak jadi anak tunggal aja gue? sendiri juga kan? Malah gue gak merasa sedih dengan menjadi karena jadi anak tunggal karena sudah sendiri sejak dulu.
"Adik Mas kok ngomongnya gitu sih? Mama sama Papa kan juga kerja, Mas juga kan kerja, kalau ada waktu kita pasti kumpul kok."
"Terus kalau aku uda kerja juga aku boleh gitu gak pulang-pulang, dirumah sakit terus, ikut jadi relawan kesana gitu, segala macem lah. Kita jadi bukan seperti keluarga!" Final gue pada akhirnya. Jika dilanjutkan emosi gue bakalan menghncurkan mood gue lebih jauh dan gue sangat benci dengan itu semua. Berharap berbicara dengan Mas Barra bisa membuat rindu gue hilang malah menghancurkan hati gue.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dirga
Random"Gue jahat dan brengsek saat mutusi Nail begitu liat lo, gue juga brengsek karena mengkhianati Dante. Tapi setelah sejauh ini. Gue nggak akan berhenti. Lo adalah tujuan gue, akhir dari cerita gue Cesta. Gak ada yang bisa menghentikan gue menuju tuj...