Dan benar saja tak perlu waktu yang lama untuk Dante sampai dirumah gue. Dengan diantar Pak Annas masuk kedalam rumah, Dante yang masih mengenakan jaket nya pun semakin terlihat tampan dengan gaya dan pesona yang ia bawakan.
Sementara gue juga belum beranjak dari ruang tamu karena terlalu asik menscroll segala pemberitahuan yang sudah dishare digrup whatsapp kelas gue yang baru.
"Seriusan separah itu?" Kata nya pertama kali dan duduk disamping gue bahkan tanpa rasa canggu. Tidak seperti gue yang masih terpesonah olehnya.
"Taa?" Ujar Dante lagi memanggil gue membuat gue langsung terkejut dan menatap kearah Dante.
"Hah? Iya, emang begini.." Gue mengambil nafas terlebih dahulu. "Gak kelihatan tadi, makanya bisa kena sebanyak ini.."
"Terus yang ngantar kamu pulang siapa?" Tanya Dante lagi dan sekarang gue bingung ingin menjawab apa. Apa seharusnya gue jujur saja? Tapi sepertinya tidak.
"Eh, ada tadi senior yang diruangan musik. Terus diantar senior itu.." Oke sepertinya ini tidak berbohong, Dirga kan memang senior.
Dante mengangguk lalu meminta izin untuk membuka jaket nya, meletakan barang bawaanya. "Kamu belum makan kan?"
Gue mengangguk. Belum makan karena terlalu kesal. Tadi sebelum semua hal ini menimpah gue.
"Aku bawa ayam. Aku juga tadi kan niat nya mau ngajak kamu makan.." Gue memperhatikan Dante yang masih mengeluarkan box-box makanan cepat saji dengan semangat. Saat memperhatikannya semakin dalam ada yang berubah dari sosok Dante yang gue temui beberapa hari yang lalu.
"Kurusan ya Kak?" Bahkan pertanyaan ini muncul begitu saja sembari masih memperhatikn Dante yang masih sibuk mengeluarkan segala jenis makanannya.
Dante menghentikan aktifitas nya lalu melihat kearah gue. Sembari menghembuskan nafas lelah Dante tertawa. Bukan jenis tawa yang bahagia. Mungkin lebih kerpura-pura bahagia.
"Iya, banyak banget pikiran.." Responnya dengan suara syarat kelelahan yang cukup berat gue pikir.
"Kak, kalo rasa nya uda gak kuat, Masih ada Tuhan tempat kita cerita. Dan kalau masih kurang lepas, kita pasti punya orang yang lo percaya kan buat cerita. Jangan dipendam sendiri.." Gue gak tau dari mana pendapat itu muncul di otak gue. yang jelas, gue bisa melihat raut lelah dari Dante. Bahkan untuk seorang Dante yang biasanya humble kini sedikit berkurang karena raut lelah yang tidak bisa ia tutupi secara sempurna ini.
Dante menyandarkan tubuhnya pada sofa. Lalu mensugarkan rambutnya kebelakang sudah sudah sedikit gondorng.
"Kaya nya aku bakalan mundur dari BEM.."
"Hah?"
Dante menatap gue. "Mungkin perusahaan juga bakalan aku titipkan sama Om. Mungkin.."
"Kenapa?"
Dante tertawa lagi. "Aku gak boleh serakah Ta, ternayat gak semudah yang aku pikirkan mengendalikan semua nya. Menjadi Presiden BEM bukan perkara mudah. Aku sering lalai sama tugas aku yang satu itu.."
Dante terdiam sejenak, menatap langit-langit ruangan ini. "Perusahaan juga, aku takut lupa kuliah kalau fokus sama perusahaan.." Dante menatap gue. dan gue hanya bisa diam tidak mengerti harus menanggapi apa.
"Terus kamu mau ngapain?"
Dante sedikit berfikir. Apa karena orang tua nya semua nya jadi serumit ini? Tapi gue gak bolhe berifkiran negatif. Siapa tahu Dante memang sudah lelah dengan semua nya dan ingin memfokuskan diri pada kuliah.
"Mau fokus kuliah, mau ngejar semester supaya tahun depan bisa wisuda. Lalu melanjutkan S2. Mungkin, masih rencana soalnya.."
"Kenapa mau cepat lulus sih? Kalau waktunya memang uda, kan bisa lulus juga."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dirga
Random"Gue jahat dan brengsek saat mutusi Nail begitu liat lo, gue juga brengsek karena mengkhianati Dante. Tapi setelah sejauh ini. Gue nggak akan berhenti. Lo adalah tujuan gue, akhir dari cerita gue Cesta. Gak ada yang bisa menghentikan gue menuju tuj...