Fifteen- Dirga

506 11 8
                                    

Seharian di kampus tentu membuat gue tidak nyaman, apalagi berita Dante yang akan mengundurkan diri dari Pers BEM dan segala olokan yang mangatai Dante terniang-niang dikepala gue. Rasa nya gue ingin segera menemui Dante. Entah apa yang akan gue lakukan, yang terpikir di otak gue saat ini adalah melihat wajah Dante.

Sepertinya hari ini benar-benar mempermainkan gue. setelah jam kuliah yang terbilang padat, akan ada semi bimbingan untuk mahasiswa baru setelah kelas selesai. Dan ini sunggu membuat gue tidak bisa menemui Dante secepat nya.

Gue menatap jam yang ada didepan kelas. Sudah sore dan kelas belum akan berakhir, dan setelah ini akan ada bimbingan lagi. Melirik teman-teman gue yang terlihat asik dengan guyonan dosen kami yang sedari tadi masih setia didepan kelas.

Gue menatap ponsel gue. Apa gue tanya Dante terlebih dahulu atau gue langsung menemuinya. Tapi mengingat waktu gue yang sepertinya tidak akan cukup gue lebih memilih menanyakan hal ini pada Dante sekarang.

To: Dante

Kak, entar bisa ketemu gak?

Gue langsung mengirimkan pesan kepada Dante yang terakhir online pagi shubu tadi.

"Ceklis dua.." Ujar gue menangkan hati gue. setidak nya pesan gue tersampaikan dibaca tidak dibaca setidaknya Dante tahu gue mengirim pesan.

Gue mengetuk jari-jari gue pada meja, berharap segala keresahan dihati gue terobati. Sekali dua kali gue terus melirik ponsel yang masih saja anteng. Apa secepat itu mereka menjudge Dante. Dan apa akan secepat itu semua nya diproses?

Gue mendorong pelan kursi didepan, Sofi menoleh. "Masih lama?" Tanya gue tanpa suara.

Sofi melirik jam tangannya dan mengangguk. "15 menit lagi. Sabar." Gue meghela nafas lagi. Gue sudah tidak fokus sedari tadi dan lima belas menit kedepan rasa nya akan semakin lama.

Dddrrtt..

Gue langsung melihat ponsel gue, Dante. Orang yang pertama gue pikirkan pesannya masuk. Tapi ternyaa bukan.

Mama

Mama uda sampai rumah sayang.

Gue menghela nafas, kepulangan Mama yang sudah gue tunggu juga tidak mampu mengobati perasaan resah didalam hati gue. Yang gue inginkan hanya secepatnya keluar dari kelas ini.

"Oke." Gue menatap dosen didepan yang sudah mulai membereskan buku-buku nya diatas meja. "Jangan lupa ikut semi bimbingannya ya, wajib lho, soalnya banyak sekali yang harus kalian tahu dari sana."

Gue menghela nafas. Masih ada satu hal lagi yang harus gue lalu. Mencoba menguatkan diri untuk tetap sabar. Apalagi dengan kondisi kaki gue yang sunggu tidak memungkinkan.

"Hayuk lah cepetan, gue uda laper banget." Kata Salsa yang memang sudah mengeluh sejak tadi soal dirinya yang sudah kelaparan.

"Gue gak ikutan ya, mau langsung ke aula."

"Kenapa Ta? Gak papa kali telat-telat dikit."

Gue menggeleng. "Badmood gue."

"Gue juga ikut elo Ta.." Pian kini menyambung.

"Sof, lo temeni gue ke kantin dong. Biar Cesta sama Rian. Kasian juga Cesta, kaki lo masih sakit Ta?"

Gue menggeleng. "Mendingan sih, kalian kantin aja dulu. Gue naik bus kampus aja."

"Engga Ta, lo sama gue aja, biar Sofi entaran sama Salsa. Gimana Sof?" Tanya Rian yang diangguki oleh Sofi.

"Pada mau nitip gak? Biar gue beli entar dikantin."

"Gue nitip mie instan aja Sof, sama air jeruk."

"Ta" Tanya Sofi yang membuat gue menggeleng.

Sofi menghela nafas jengah. "Seharian lo belum makan. Gue belii roti aja. Sandwich?"

DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang