Seventeen- Dirga

491 9 3
                                    

"Terimakasih Pak atas segala bantuannya. Sudah mau memberi izin. Seperti yang sudah kita bicarakan tadi kami akan memberikan yang terbaik selama mengabdi Di Desa ini." Ujar Dirga beranjak untuk bangkit dari duduk nya.

Setelah melihat lokasi di bimbing oleh kepala lingkungan di desa ini, gue dan Dirga akhirnya bisa beristirahat di rumah kepala lingkungan ini. Dan sejak Ba'da Ashar hingga langit jingga menunjukan keindahanya gue dan Dirga baru akan beranjak. Benar apa yang dikatakan Cinta jika jalan menuju desa ini bagus walaupun memakan waktu yang cukup lama untuk sampai ke tempat tujuan kami.

"Sama-sama Mas, kami yang harusnya berterimakasih sudah mau mengabdi didesa kami. Terimakasih banyak Dik Cesta" Ujar Pak Ranggana kini melihat ke arah gue yang gue balas dengan senyuman. Warga disini cukup ramah, apalagi anak-anak kecilnya. Desa ini cukup bersih namun kurang memadai dalam pembiayaannya.

"Kalau begitu kami pamit Pak, sudah mulai sore."

Pak Ranggana mengangguk, mengatarkan kami sampai halaman rumahnya. Lalu kami berjalan sekitar seratus meter dimana mobil Dirga terparkir.

Baru saja ingin masuk ke dalam mobil, seorang laki-laki menghampiri kita dengan terburu-buru.

"Dik Cesta.." Ujar nya memanggil nama gue. merasa dipanggil gue akhirnya mengurungkan niat untuk membuka pintu mobil. Gue menatap Dirga yang juga melihat ke arah laki-laki yang sedang berjalan menghampiri mobil kami.

"Dik Cesta, Saya Pandu. Kepala Puskesmas yang tadi kamu datangai." Gue menatap laki-laki yang masih mengenakan seragam dinas ini. Gue ingat, salah satu pegawai negri yang mendapat penempatan di desa ini juga dan menjadi kepala puskesmas di desa ini.

"Oh Mas Pandu. Ada apa ya Mas?"

Pandu menyerahkan ponsel nya kepada gue. "Boleh saya minta nomor telpon dik Cesta. Saya pikir supaya kita bisa dengan muda berkerja sama nantinya." Ujar nya. Gue cukup tahu apa maksud dan tujuannya meminta nomor ponsel gue. tapi kali ini gue akui cara nya lebih halus dari beberapa jam yang lalu.

Jadi, beberapa jam yang lalu saat gue dan Dirga sedang berkeliling desa. Ada seorang pemuda, masih SMA, tiba-tiba ikut dalam rombongan. Kita yang asik dengan penjelasan Pak Ranggana tidak sadar jika ada orang yang bukan perangkat desa atau Puskesmas yang bergabung dalam rombongan. Saat menuju rumah Pak Ranggana laki-laki yang bernama Rian itu langsung menyentuh tangan gue, merengek meminta nomor ponsel gue. merasa tiba-tiba gue cukup kaget. Tapi akhirnya ada Dirga yang mengatakan jika gue lupa berapa nomor ponsel gue dan hanya diberi alamat facebook gue yag sudah ama tidak gue gunakan.

"Nomor ponsel saya aja Mas, saya penanggung jawabnya." Jawab Dirga sembari mendekat kearah gue dan Pandu tiba-tiba sudah ada didepan gue.

"Tapi bukannya Dik Cesta yang akan melakukan pengabdian di desa ini?" Tanya nya lagi.

Gue menarik tangan Dirga, menjadi gue disampingnya. "Iya gak papa kok Mas, mana ponselnya?" Tanya gue lagi yang langsung disodori ponsel oleh Pandu.

Gue mengetik nomor ponsel gue, jika nantinya Pandu membuat gue tidak nyaman juga tidak akan gue ladeni kan? Tapi jika bisa membantu kenapa tidak?

"Sudah Mas." Gue menyerahkan kembali ponsel Pandu.

"Terimakasih dik Cesta. Mas Dirga." Ujar Pandu. "Saya pamit, hati-hati dijalan." Ujar Pandu lagi lalu menghilang dari hadapan kami.

Dirga berbalik, "Kok kamu kasih nomor ponsel kamu?" Tanya Dirga.

"Emang kenapa? Kalau Mas Pandu bisa membantu kita kenapa enggak Kak?"

Dirga menghela nafas nya lalu mengabaikan gue dengan masuk ke dalam mobil. Perjalanan kita cukup panjang untuk pulang akhirnya gue juga tidak ingin menuntut jawaban lebih dan langsung menyusul Dirga masuk ke dalam Mobil.

DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang