Eighteen- Dirga

532 8 0
                                    

"Ya Paa.. Boleh ya Please.."

"Nanti kalau rusuh gimana?"

"Ya.. itu, aku gak akan disana sampai rusuh. Lagian aku bantu temen-temen medis juga disana. Jadi pasti tenaga aku gak Cuma dibutuhkan sama negara tapi sama temen-temen aku juga yang butuh pertolongan aku. Boleh ya Paa.."

Sedari sampai dirumah sampai hampir tengah malam begini, gue dan Papa masih bernegosiasi. Saat perjalanan pulang, grup ghiba gue dan yang lain sedang meributkan acara demo yang akan dilakukan esok hari. Team gue bakalan ikut turun orasi, tanpa terkecuali sekalipun Sofi yang kalem. Sementara gue yang ikut terbakar api semangat mereka berusaha keras untuk membujuk Papa gue agar mengizinkan gue untuk ikut orasi besok.

Sedari tadi Papa hanya memberikan alasan, dan menakut-nakuti gue agar tidak ikut orasi besok. Tidak tahu saja jika anak nya sudah jadi gadis pemberani. Hanya karena takut gas air mata besok tidak akan menurunkan jiwa bar-bar gue untuk tidak ikut demo besok.

Ditambah gue ingin melihat aksi Dante berorasi. Dan pasti banyak sekali teman-teman gue disana. Dan gue sebagai mahasiswa yang mewakili rakyat Indonesia harus keluar ikut orasi besok.

"Emang gitu?" Tanya Papa yang sepertinya mulai terbujuk rayu gue.

"Iya."

"Dari dosen kalian gak ada yang melarang gitu? Misalnya anak perempuan dilarang ikut orasi karena kan emang bahaya." Lagi dan lagi Papa memberikan alasan agar gue tidak jadi ikut orasi besok, tapi sebanyak apapun Papa memberikan alasan. Tekat dan niat gue masih bulat kaya tahu bulat. Gue harus ikut acara orasi besok.

"Dosen uda pada ngizini Pa, malah kita dibekali ilmu dan peralatan supaya misalnya nanti ada teman-teman yang butuh pertolongan kita bisa kita tangani. Begitu Pa." Gue berdiam sejenak, memikirkan cara selanjutnya. "Aku ini nanti nya bakalan jadi dokter Pa, harus pakai nurani. Dan aku bisa belajar dari sini, kalau masalah anak kedokteran itu egois gak memikirkan nasib rakyat dan mau nya enak-enakan doang, gak begitu Pa, aku mau buktikan ke mereka kalau anak kedokteran itu gak manja, gak Cuma mau enak-enaknya aja. Kita juga ada di pihak rakyat Pa.." Ujar gue dengan semngat yang berkobar.

Papa tersenyum melihat gue yang semangat 45 ini, mengelus kepala gue sayang. "Anak Papa sudah besar ternyata, sudah pandai berorasi." Ujar nya dengan senyum yang sudah lama gue rindukan. Gue yang merasa tidak tahan dengan segala kerinduhan ini langsung meringsek ke dalam dekapan Papa.

"Boleh Yaa?" Tanya gue lagi dan kali ini, finally, Papa mengangguk tanda menizinkan gue untuk ikut orasi besok bersama teman-teman gue yang lainnya.

Tak bisa membendung perasaan bahagi, gue langsung berdiri dan melompat-lompat layak nya anak kecil yang diberi hadiah yang disukainya.

"Tapi harus hati-hati, kalau memang sekira nya sudah mau rusuh, lari ketempat yang aman. Jangan bawa mobil, naik KRL aja, jadi nanti kalau sudah ricuh langsung pulang naik KRL. Yaa?"

Gue mengangguk, mau naik KRL, mau naik gerobak juga gue bakalan ikut demo besok.

"Siap, kalau gitu aku mau tidur dulu yaaa.." gue beranjak dari samping Papa dan berjalan ke kamar untuk melihat ponsel gue. memberi tahu Dante mungkin.

To: Pers BEM

Besok titik kumpulnya dimana?

Oke, sebenarnya gue sudah tahu besok dimana titik kumpulnya itu dimana. Gue hanya ingin mencari perhatian Dante yang mungkin, eh tidak pasti sedang sibuk dengan segala aktifitas nya.

Gue menatap langit-langit kamar, tidak sabar merasa euforia demo besok yang sudah membakar semngat gue. Memang ini yang pertama untuk gue dan yang lainnya tapi gue yakin ini tidak akan sia-sia, gue juga pengen menyampaikan aspirasi rakyat yang memang tidak di tindak lanjuti oleh dewan Rakyat yang mencekik rakyat biasa.

DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang