Twenty One - Dirga

480 5 3
                                    

Masalah perempuan saat ingin pergi yaitu satu, P A K A I A N

Walk In Closet seorang Cesta Melenia Malik termasuk kategori WIC yang mewah untuk mahasiswa yang baru semester satu 7 minggu yang lalu. Tapi tetap saja semua itu tidak berfungsi dalam hal ingin jalan dengan lawan jenis.

Gue masih terus menyusuri lemari pakaian terbuka ini, mulai dari Atasan dan gaun yang didominasi warna hitam, lalu nude, sampai ke warna-warna cerah lainnya masih terus gue sentuh sembari berjalan terus memutari Lemari-lemari ini.

"Hitam?" Dress Chiffon bermotif bunga gue tarik dari barisan dress gue yang tersusun rapi di gantungan.

"Kaya mau ke pantai?" gue meletakan kembali drees itu di sofa yang tak jauh dari cermin.

Lalu menatap satu persatu kembali deretan warna-warna pastel yang menjadi favorit gue. Lalu pandangan gue jatuh pada salah satu sweater rajut berwarna putih yang minggu lalu gue dapatkan dari hasil hunting di store nya Pull & Bear.

Setelah memilih bawahan yang cocok dengan atasan gue, baru saja ingin merias wajah gue dan menata rambut pintu gue dibuka dengan paksa. Dan yang berani membuka pintu kamar gue tanpa mengetuk lebih dahulu adalah..

"Apaaa Mas?" Gue memutarkan bola mata malas.

Mas Bara memandang gue yang masih asik memoles blush on di tulang pipi gue, lalu mengoleskan lip blam dan Mas Aam masih memandng gue tanpa berkata.

"Ada apa Mass sayanggg?" Tanya gue lagi karena tak henti-henti nya Mas Bara memandang gue.

"Pacar kamu tuh dibawa." Gue yang masih mengulas maskara dibulu mata gue dibuat terkejut dan langsung menatap Mas Barra yang kini masih memperhatikan gue.

"Maksud nya?"

"Namanya Dante?"

"Hah?!"

Gue yang panik langsung saja turun mengabaikan Mas Bara yang masih memanggil nama gue, semakin turun gue mendengar suara Dante dan Kak Dio dan Parrel mengobrol.

Saat sudah sampai diruang tengah perhatian ketiga cowok ganteng itu teralih dengan sempurna kearah gue. Dan yang pertama kali menunjukan senyum nya adalah Dante sembari melambaikan tangannya. Disusul tatapan geli dari Kak Dio dan Parrel.

"Taaaa..." Suara Mas Bara kembali terdengar menyusul.

"Hay Taaa.." Dante menyapa.

"Cestaaaa..." Lagi Mas Bara memanggil gue yang membuat gue langsung berbalik ke Mas Barra yang langsung disuguhi pemandangan wajah gue yang ada garis hitam nya disebelah alis gue yang membuat profil alis gue sampai pelipis.

Anjir, malu banget.

Gue langsung kembali ke kamar berlari sekuat tenaga yang gue punya untuk menghindari Dante karena penampilan gue tida good looking. Aduhh malu bangett.

***

Gue turun lagi dengan penampilan yang sudah diperbaiki, dengan sedikit malu-malu karena di ruangan ini para laki-laki sudah sibuk lagi dengan obrolannya masing-masing. Kak Dio yang terlebih dahulu menyadari keberadaan gue.

"Eh, uda siap Taa?"

Dante yang sibuk ngobrol dengan Mas Barra juga menatap gue dan tak lama mengeluarkan senyum andalannya yang bisa membuat para maba klepek-klepek.

"Uda.."

"Yaudah jalan sana, nanti kemaleman."

Dante bangkit dari duduk nya. "Iya, kita duluan ya Abang-abang."

DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang