2. Kehidupan

9.1K 434 12
                                    

Ify terbangun dari tidur siangnya, langit dari seberang jendela mengatakan bahwa siang telah berlalu. Ah sudah dua jam rupanya ia tertidur bersama Ido yang masih terlelap di atas ranjang. Seruan dari masjid komplek terdengar hendak mengajak ibadah asar bagi kaum muslim.

Ify mengelus pelan kepala Ido. Putranya telah tumbuh sebesar ini, sudah bisa merengek bila menginginkan sesuatu, dan marah jika keinginannya tidak dituruti.

Diciumnya kening Ido pelan, kemudian ia beranjak ke arah kamar mandi, badannya gerah minta diguyur.

Ido mengeluh lapar setelah mandi dan sholat bersama sang bunda, dengan sabar Ify membawa Ido turun ke bawah. Tak hanya putranya, karena perutnya sendiripun keroncongan minta di isi. Ido menginginkan telur mata sapi dengan potongan sosis di atasnya, dengan senang hati Ify menuruti keinginannya. Bonus kecup manis di pipi dari sang putra.

"Papa Cakka."

Ido yang makan di ruang keluarga bersama sang bunda, menghampiri kakak ipar Ify yang baru saja pulang dari kantor. Di belakangnya ada Shilla yang mengambil alih tas sang suami. Dengan senang hati Cakka membawa keponakannya dalam gendongan. Menghujani pipinya dengan ciuman bertubi-tubi membuat anak itu terkikik geli.

"Westt anak Papa udah mandi hmm?" tanyanya sambil menciumi pipi tirus Ido.

"Udah," Sambil mengalungkan tangan ke leher papanya Ido menjawab. Kepalanya ia sandarkan pada pundak lelaki dewasa tersebut.

Sudah tiga tahun pasangan Shilla dan Cakka menyelami bahtera rumah tangga. Namun, takdir belum mempercayakan seorang buah hati pada mereka. Itulah yang membuat pasangan itu begitu bahagia akan adanya Ido. Membunuh perasaan sedih karena belum juga diberikan momongan. Ido dimanja oleh mereka, membuat Ify bisa bernafas lega, setidaknya meskipun tidak ada sosok seorang ayah masih ada kakak iparnya yang menggantikan itu dalam hidup sang putra.

"Fy, ini bubur untuk Ayah. Kamu antar ya," Shilla menyerahkan nampan berisi semangkok bubur, segelas air dan beberapa butir obat. Kakaknya itu mengambil alih piring di tangan yang digunakan untuk menyuapi Ido. Ify mengangguk berjalan meninggalkan tiga orang yang tengah bercanda ria tersebut.

Ify tiba di kamar yang menghubungkan dengan kolam renang rumahnya. Membuka pintu dengan amat hati-hati. Takut mengusik ketenangan ayahnya.

Terlihat seorang pria paruh baya duduk menghadap sebuah foto. Matanya menoleh ke arah sang anak yang membawa makanan untuknya.

Ify mengulas senyum tipis. Ini ayahnya, pria yang beberapa tahun ini menjalani hidup di atas kursi roda. Stroke menyerangnya kala mendengar kejadian yang dialami oleh putrinya kala itu.

Itulah yang menyebabkan Ify mengambil alih menjadi pemimpin perusahaan cabang di Jogjakarta sana. Rasa bersalah membuat ayahnya seperti sekarang ini, tak ada yang bisa ia lakukan selain membalas dengan mau mengurus bisnis sang ayah selama ini. Karena belum cukup mampu untuk mengurusi perusahaan pusat akhirnya Cakka turun tangan. Kakak iparnya itu mengambil alih tugasnya meskipun ia juga harus mengurus perusahaan keluarganya sendiri. Ify merasa tak enak kepada Cakka sebenarnya. Namun, pria itu meyakinkan bahwa dia ikhlas membantu keluarga istrinya. Ify bersyukur sekali akan hal ini.

"Ayah makan, ya," Dengan sabar Ify menyuapkan bubur ke mulut pria yang sangat dicintainya itu. Mengelap mulut sang ayah tatkala beberapa bubur tercecer tak masuk ke mulut.

Dulu, Ify lah yang disuapi seperti ini oleh sang ayah. Dulu, tangan yang kaku tak bisa bergerak itulah yang menggendong tubuh kecilnya. Dulu, mulut yang tak bisa bicara itulah yang mengeluarkan kata manis untuk menenangkan ia yang menangis. Andai saja, andai saja semua ini tak terjadi padanya. Ify bisa hidup bahagia bersama sang ayah. Namun, segala yang terjadi tak mungkin disesali. Tuhan punya rencana yang lebih indah di balik kesulitan yang ia hadapi, Ify percaya itu.

Biologi's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang