17. Keluarga

2.9K 260 25
                                    

Isma apdet nih, yang nungguin mana suaranya.

Maaf ya isma gak undang kalian di nikahan ayah bunda wkwk

Yang nunggu ayo angkat kaki

Selamat membaca enjoy!

🥰🥰🥰🥰😘😘😘😘😘😘😘

Mata pekat itu masih terus menatap wajah cantik yang tertidur pulas di depannya. Ah rasanya mata Mario tak mau berpaling untuk melihat istrinya.
Istri? Mario kembali tersenyum mengingat itu, pagi tadi tepat jam sepuluh lebih lima belas menit empat puluh tiga detik kata "sah" menggelegar di kediaman Hariawan. Dan saat itu pula ia berhasil membawa cintanya kembali.

Masih menatap mata Ify yang terpejam, kemudian hidung, bibir, dagu hingga dada polosnya yang terlihat karena selimut gadis itu sedikit melorot. Tak ingin mengulang malam indah yang berakhir sang istri lelah, Mario segera membenarkan letak selimut Ify. Berlanjut ikut menyusup di balik selimut yang sama, kemudian membawa Ify dalam pelukan hangat. Skin to skin, memang enak, batin Mario ingin terus merasakan pelukan dengan Ify  telanjang.

"Night, Baby, mimpi indah," Mario ikut terlelap di alam yang sama dengan Ify, menjemput mimpi yang sudah lama menunggu. Mungkin ini akan menjadi tidur ternyenyaknya selama hidup. Dan ia ingin terus mendapatkan.

Ify melenguh dalam tidurnya, suara adzan dari masjid komplek menyadarkan bahwa ia harus bangun dari tidur malam.

Tempat di sebelahnya bergerak, Mario turut membuka mata. Muka Ify merona, kala pahanya dan Mario saling bersentuhan tanpa penghalang.

"Mandi bareng?" tawar Mario dengan manik mata menatap harap ke arahnya.

Ify mengangguk, menyenangkan suami di pagi hari tentu akan berlanjut dengan senang pula hari-harinya.

"Hanya mandi, ya, kita harus sholat subuh," katanya mengingatkan.

Mario mengangguk, mengecup kedua mata yang otomatis langsung terpejam sesaat itu.

"Tentu."

Akhirnya dengan senang hati Mario menggendong Ify dengan badan yang masih terlilit selimut. Ify memejamkan mata kala melihat tubuh telanjang suaminya yang ia nikmati tadi malam. Mario tersenyum maklum.

oO0Oo

"Bunda, Ido mau ayamnya," Ify dengan senang hati memberikan kemauan sang putra.

"Mau disuapin, Bunda?" Tawaran Ify memang sangat menggiurkan, dengan senang hati Ido mengangguk. Ia menyeret tangan bundanya untuk makan di dekat opa. Hariawan juga sedang makan di ruang keluarga, disuapi oleh Mario, sang menantu.

"Bunda, suapin ayah juga," Mario yang baru saja memberikan sesuap bubur untuk Hariawan, mendekatkan wajah ke arah Ify dengan mulut terbuka setelah mendengar permintaan putranya. Ify dengan agak terpaksa menyuapi lelaki itu.

Mario kembali mengulurkan sesuap bubur untuk mertuanya. Namun, Hariawan menggeleng, matanya melirik ke arah segelas air. Tahu maksudnya, Mario segera mengangsurkan segelas air, membantu sang mertua minum. Tangan Hariawan ikut tergerak memegang gelas, sedikit demi sedikit otot tangannya sudah mulai berfungsi, termasuk mengetik aplikasi untuk berkomunikasi dengan keluarganya.

"Satu suap lagi, Ayah," melihat gelengan ayah mertuanya, Mario kembali meletakkan sendoknya. Mengumpulkan dengan peralatan makan yang lain. Saat hendak mengembalikannya ke dapur terdengar suara sang istri menginterupsi.

"Nanti aja, makan dulu sini!" Dengan senang hati Mario kembali membuka mulutnya menerima suapan sang istri. Ify dengan telaten menyuapi kedua lelaki berbeda generasi, anggap saja itu hadiah untuk Mario karena mau membantu merawat sang ayah, di kala kedua kakaknya sedang tidak berada di rumah.

Hariawan menatap itu semua, bagaimana senyum Ify tercipta. Senyum yang lebih dari biasanya, senyum yang benar-benar menunjukkan ia sedang bahagia. Bukan senyum menenangkan yang mengatakan ia baik-baik saja.

oO0Oo

Mario berdecak kala melihat Ify melipat pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper, baru dua hari mereka menikah, dan demi apa? Ify sudah harus kembali ke Jogjakarta untuk bekerja. Meninggalkannya di Jakarta untuk mengurusi surat pindah Ido. Sebenarnya tak perlu diurus tak masalah, mengingat Ido masih anak TK. Namun, ia takut jika hal ini akan menyangkut pendidikan anaknya kala sekolah di Jogjakarta nanti. Lagipula, ia masih harus menemani Hariawan karena, Shilla dan Cakka baru pulang dua hari lagi dari Malaysia.

"Kamu beneran berangkat sore ini?" Mario memeluk Ify dari belakang.

"Iya harus, besok pagi aku ada pertemuan dengan klien."

"Gak usah pergi, ya," bujuknya mulai menduselkan kepala di leher Ify. Akan ada hampir seminggu mereka berpisah. Jujur, ia tak sanggup. Apalagi menahan malam menyenangkan yang beberapa hari ini ia rasakan, dan merasa kecanduan.

"Kak, pliss, kita udah bicarain ini kemaren, dan kamu setuju. Aku gak mau ambil resiko jika terus berada di sini. Bisa hancur itu perusahaan."

"Kalau perusahaanmu hancur, masih ada perusahaanku, lagian aku yakin cuti sehari lagi gak akan hancurin perusahaan, Sayang."

Ify menghela napas, ia masih ingin sebenarnya untuk berkumpul di sini bersama suami dan anaknya. Tetapi, pekerjaan juga sama pentingnya. Jadi ia harus rela melepaskan ini untuk sementara, jangan salahkan Ify, salahkan Mario yang mengajak menikah terlalu mendadak hingga ia tak bisa mengurus cuti walau hanya untuk seminggu.

"Kak, hanya seminggu, dan kita akan ketemu di Jogja, ayolah, kasihan Sivia bisa keteteran dia lagi hamil."

"Em," Mario tak bergeming, masih betah memeluk Ify dan kini malah memasrahkan tubuhnya pada sang istri.

"Berat tahu, apalagi gak ada kamu nanti malam."

"Aku kasih sekarang tapi izinin habis ini beberes dan pergi ke Jogja," pungkas Ify memberi penawaran yang membuatnya mengembangkan senyum penuh kebahagiaan, tanpa membantah ia segera memulai aktifitas panas yang biasanya dilakukan malam hari di pukul delapan pagi.

"Hati-hati, Bunda, nanti Ido sama ayah nyusul, ya," Ify menciumi seluruh wajah anaknya, mulai dari dahi, pipi, hidung hingga bibir.

Kedua pria tersayangnya melepas kepergian Ify ke Jogjakarta dengan mengantar sampai ke bandara sore ini.

Setelah Ido, ia beralih ke ayahnya yang menatap penuh minat seperti yang istrinya lakukan pada sang anak.

"Aku berangkat, ya, Kak," Diambilnya tangan sang suami dan mendekatkan ke arah bibir mencium punggung tangan Mario lembut.

"Aku pasti bakal kangen," Mario memeluk Ify erat tak ingin berpisah.

"Aku ikut, ya," rengeknya membuat Ify mendengkus.

"Nggak! Kamu udah janji buat jagain ayah sama Ido sampai kak Shilla pulang," tuturnya menatap Mario penuh peringatan.

Ia mencium Mario selayaknya mencium Ido tadi, bonus lumatan sebentar dari suaminya. Membuat Ify mendaratkan tangannya pada lengan atas pria itu. Beruntung Ido masih asyik menatap suasana bandara jadi tak tahu aktifitas kedua orang tuanya.

"Hati-hati, Baby, i'll very miss u," Ify kembali memeluk Mario.

"Aku juga akan merindukan kalian. Jaga Ido, ya, Ayah," Akhirnya dengan terpaksa Mario harus melepas sang istri kembali ke Jogja.

Yang ada saran untuk part selanjutnya silahkan isma tunggu😂😂😂😂😂🥰🥰🥰🥰😘😘😘😘😘😘😘

Biologi's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang