7.Papa

4.4K 314 17
                                    

"Aku rasa kita perlu membahasnya minggu depan saja,"

Sivia memandang Mr. Alexander yang sedang mengadakan pertemuan dengannya, sungguh ia tak mengerti dengan maksud pria di depannya ini.

Ya, dia memang menggantikan Ify untuk sementara wanita itu pulang ke Jakarta,

Pantas saja Ify begitu lelah dan malas jika harus bertemu dengan kliennya yang satu ini, ternyata sifatnya sangat menyebalkan. Mengakhiri pekerjaan mereka yang belum tuntas seenaknya. Ditambah lagi moodnya yang ketika hamil sangat berantakan, bertaruh nyawa kalo ini bukan seorang klien akan Sivia maki habis-habisan.

"Tapi, tuan. Kami tidak punya cukup waktu lagi, percuma sekali kita mengagendakan jika tidak sesuai jadwal hanya akan buang-buang waktu saja, harusnya anda profesional." Entah kekuatan darimana hingga ia bisa membuka rentetan kalimat sepanjang itu, sudah dibilangkan kalo dirinya sedang hamil.

"Hei siapa di sini yang tidak profesional? Diriku atau bosmu?" Mario naik pitam.

Wanita itu meneguk ludahnya susah payah, sungguh ia ingin menangis sekarang. Nada yang digunakan Mario benar-benar membuatnya kaget.

"Kenapa kau membentakku, aku sedang hamil, hiks.."

Mario menatap dengan alis terangkat.

"Bukan aku yang menghamilimu,"

"Siapa bilang itu kau, aku bukan wanita murahan yang bisa hamil dengan pria selain suamiku,"

Mario menyeringai puas.

"Berarti bosmu wanita murahan ya?" Tanyanya mengejek meninggalkan Sivia dengan perasaan yang tidak menentu.

...

Raifyta baru saja tiba di kediamannya, nampak sepi. Tak ada Ido maupun kedua kakaknya yang biasa ia temui. Ia menyeret koper ke arah rumah lantai dua. Di mana kamarnya berada. Memilih untuk mengistirahatkan tubuh dan membersihkan diri. Sungguh ia butuh air segar untuk menyiram tubuhnya yang seakan menguap.

Baru saja keluar kamar mandi dan masih menggunakan bathrobe terdengar gelak tawa dari arah ruang keluarga. Dia dapat mendengar suara Cakka dan Ido.

Buru-buru ia mengganti bajunya tak sabar ingin bertemu dengan sang buah hati.

Di ruang keluarga terlihat ayahnya yang sedang disuapi Shilla makan, sungguh ia tak sanggup melihatnya.

"Kak,"

Shilla mengalihkan atensinya dari sang Ayah. Wajahnya nampak terkejut tatkala mengetahui adiknya berada.

"Kamu pulang?, kok gak ngabarin?"

Ify mendekat meraih tangan sang Ayah yang terkulai pasrah. Dapat ia lihat sorot bahagia dari pria tua di kursi rodanya ini.

"Ify suapin Ayah."

Ia mengambil mangkok yang dipegang Shilla berisi bubur itu.

"Katanya sibuk?" Tanya Shilla seraya memperhatikan adiknya.

"Demi Ido," ungkapnya jujur meskipun ada maksud lain.

Cakka dengan Ido yang berada di sampingnya datang ke ruang keluarga, keduanya baru saja dari kamar mandi yang ada di dapur. Ido mengaku sudah menahan pipis sejak di rumah sakit tadi. Setiba di rumah ia sudah tak tahan dengan wajah lucunya membuat sang papa tertawa puas.

"Bunda," ungkap nya tak percaya menatap siapa yang berada di depannya kini. Kaki kecilnya melangkah mendekati ke arah sang bunda kemudian memeluknya erat.

"Kangen," ungkapnya di ceruk leher Ify.

"Bunda juga, Ido gak nakal kan?"

Anak lelaki itu menggeleng,

"Karena Ido gak nakal, berarti besok bunda anter ke sekolah,"

Mendengar pernyataan itu ia terpekik riang. Inilah saat yang ia tunggu. Bunda mengantarnya sekolah.

"Iya bunda, Ido sayang bunda yey!"

...

Sore hari Ido sedang bermain bola di taman depan rumahnya. Tak sengaja bola itu terlempar jauh hingga ke depan gerbang. Mau tak mau langkahnya menghampiri.

"Haii.."

Matanya memicing ke arah seseorang yang memegang bolanya.

"Om siapa?"

"Om papa kamu?"

Aku sangat mengapresiasi bagi yang masih membaca dan menanti cerita ini wkwk

Baca cerita isma yang lain ya,, meskipun ini masih menjadi favorit kalian hoho

Biologi's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang