16. Saatnya

3.1K 304 33
                                    

Eh nyapa doang xixi.
Jangan marah ....



















Ify dibuat terkejut dengan kedatangan Mario di depan pintu apartemennya. Dia baru saja beristirahat, hampir memejamkan mata. Namun, suara bel apartemen mengurungkan niatnya. Dengan terpaksa ia kembali bangkit.

Mario masih terdiam, begitupun Ify. Raut wajahnya berubah kecewa dan juga marah.

"Mau apa lagi kamu? Belum puas dengan semuanya?"

"Hon ...."

Mario hendak meraih tangan Ify, dengan gesit Ify menghindar.

"Nyatanya aku salah percaya dengan omongan kamu, seharusnya dari dulu aku yakin kalo kamu memang brengsek  Mario!"

Ify berbalik tanpa menutup pintu, karena ia tahu pemuda itu pasti mengikutinya. Terbukti, ketika ia merasakan punggungnya memberat. Mario memeluknya dari belakang.

"Maafkan aku, aku lancang menemui ayahmu. Tapi, aku gak bisa, Hon, aku gak bisa jauh dari kamu dan Ido."

"Maafkan aku, aku cinta kamu, aku sayang kamu dan Ido maafin aku," Mario ambruk di bawah Ify. Memeluk lutut wanita itu.

Tak peduli seberapa lama ia akan berlutut di sini, meminta wanitanya kembali. Bilang bahwa Mario tidak bersyukur bisa mendapatkan Ido. Ia tidak peduli. Karena nyatanya hati kecil itu masih memberontak agar bisa juga mendapatkan Ify juga. Ia masih merasa kurang, harus mendapatkan apa yang ia mau, termasuk Ify dan Ido.

Wanita itu masih terdiam, tak menyambut bahkan dengan senyuman sekalipun. Berdiri tegak, dengan pandangan hampa.

Mario tetap bertahan pada posisinya, memeluk kaki wanitanya begitu erat. Bak anak kecil yang takut ditinggal oleh sang mama.

Beberapa menit berselang, hanya terisi deru napas Ify dan racauan maafnya. Hingga suara Ify yang begitu ia inginkan terdengar.

"Berdiri!"

Mario masih menggeleng, ia tak akan berdiri sebelum Ify menyatakan mau kembali padanya.

"Berdiri, atau aku gak mau maafin kamu."

Mario sedikit terperangah, masih dalam posisi memeluk kaki Ify ia mendongak. Matanya yang semula hanya melihat rahang Ify, kini mulai melihat wajah wanita yang menunduk menatapnya itu.

Tak tega melihat bagaimana pria itu merendahkan diri padanya Ify akhirnya mengulurkan tangan hendak membantu Mario bangkit. Namun, Mario malah menariknya, kemudian memeluk wanita itu erat duduk di atas lantai.

Menangis, mengucapkan terimakasih berulang kali seraya mengecup puncak kepala Ify.

"Makasih-makasih, aku sayang kamu maafin aku."

Ify tak tahu harus bagaimana, lega perlahan menyusup ke relung hati. Ia yang awalnya belum merespon, mulai mengangkat kedua lengannya beralih memeluk leher Mario erat.

Inilah yang selama ini ia cari. Ketenangan, kebahagiaan, dan rasa nyaman. Memang hanya Mario yang bisa memberikan itu.

"Maafkan aku," Kembali bisikkan Mario dan isak tangisnya masuk ke dalam indra pendengaran Ify.

Entah sejak kapan air matanya pun ikut mengalir juga nyatanya tangisan Ify mengalun lebih keras. Dapat ia rasakan usapan pada punggungnya dari pria yang memeluknya saat ini. Detakan jantung yang menggila dengan air mata mereka berdua menjadi saksi berlabuhnya sebuah cinta yang telah lama berdiam diri dalam jurang hati.

Setelah berpelukan di atas lantai, kini keduanya menikmati waktu di atas sofa. Mario memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang kekasih di kepala. Berbantalkan paha Ify hampir saja Mario memejamkan mata, kalau saja sebuah bayangan melintas di ingatannya. Membuat pria itu buru-buru bangkit.

Ify yang masih menikmati mengelus kepala Rio seperti saat mereka pacaran dulu, menatap dengan kening berkerut ke arah pria itu.

"Kenapa?" tanyanya ketika Mario memegang tangannya.

"Minggu depan kita nikah, mama udah siapin semuanya," Dapat Mario lihat mata Ify membulat tidak percaya. Namun, memang itulah tujuannya datang kemari. Meminta maaf Ify dan mengajaknya menikah.

Minggu depan? Ini sudah Minggu, dan besok sudah memasuki hari minggu depan. Rusak sudah otak Manusia di depannya ini. Ify menggeleng tegas.

"Gak, aku belum siap."

Mario merengek, menelusupkan kepala di lehernya. Ify tidak luluh. Kebiasaan pemuda ini tidak hilang, suka bertindak semaunya.

"Ayolah, Hon, udah disiapin semuanya sama mama. Kamu mau bikin mama kecewa?"

"Mama gak akan nyiapin kalau gak disuruh kamu, aku yakin."

"Ayah loh yang nyuruh," Ify menatap pria itu, memastikan ucapannya. Ia mencebikan mulutnya.

"Serius," Rio menatapnya.

"Udah ah, gak aku belum siap. Lagian aku masih banyak kerjaan."

"Ayolah, emang kamu gak kasian sama Id ..." ucapan Mario menggantung, kembali ia ingat satu hal.

"Oh Tuhan, Hon, Ido aku tinggalin di mobil."

Mario grusa-grusu bangkit.

"Heh, maksud kamu?"

Mario yang sudah bangkit kembali duduk. Lupa jika akan menjemput sang anak.

"Tadi ia tidur, trus aku ninggalin di parkiran apartemen sama sopir," Mario menyajikan muka polosnya.

"Ya udah ayo ke bawah, kayak gini katanya sayang."

Pria itu cengengesan, keduanya berjalan menuju pintu. Tepat setelah pintu terbuka muncul Ido dengan muka memerah menahan tangis di gendongan sopir ayahnya.

"Ayah tinggalin Ido," Mario kembali menampakan giginya, mengambil alih Ido dari gendongan sang sopir. Memberi wejangan agar pria hampir tua itu kembali ke hotel karena ia akan menginap di sini.

Ido mengulurkan tangannya pada sang bunda, dengan sigap Ify menggendongnya. Membawa ke arah sofa, anak ini sudah semakin berat, Ify tak bisa menggendongnya lama-lama.

"Ayah tinggalin Ido, Bunda, marahin!"

"Iya nanti kita cari ayah baru," Mario melotot tak terima. Enak saja mulut wanita itu bicara. Minta digigit emang.

"Hon," Giliran Ify yang cengengesan melihat tatapan penuh peringatan milik Mario.

"Ayah, lapar," Ido mengusap-usap perutnya. Mario kembali merasa bersalah. Sejak tadi siang tidak memberi makan Ido. Hanya dua bungkus makanan ringan dan es krim.

"Bunda masak emang?" Mario bertanya yang dibalas gelengan Ify. Ia hanya memesan catering tadi karena sibuk dengan pekerjaannya.

"Yaudah kita keluar aja, cari makan."

Ify mengangguk setuju, rasanya tak perlu berganti baju. Hanya makan di restoran depan.

Mario menggendong Ido dengan sebelah tangan. Tangan yang lain merangkul pinggang Ify. Ini benar-benar keluarga bahagia, bukan hanya dalam penglihatan orang-orang saja.

"Pokonya minggu depan," ucap Rio tegas. Ify hanya mengangguk saja. Percuma menolak. Acara itu pasti akan tetap berlanjut. Tahu sendiri siapa Mario.

Tbc..

Wohoho kumanjakan kalian dengan alur yang ceria.

Giliran kalian memanjakan isma dengan vote dan koment ya.

Ada yang greget.

Ada yang mau kasih saran ide untuk part selanjutnya??

Tulis aja di bawah!!!

Oke see u😘😘😘😘❤️❤️❤️❤

Biologi's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang