Ify berusaha fokus pada penjelasannya, sesekali ia menarik napas karena sepasang mata tajam bak elang terus mengintai. Mengamati pergerakannya, seolah ia mangsa yang siap diterkam. Jantungnya berdetak tak normal, merasa takut akan apa yang ia hadapi saat ini, selain gugup di depan para petinggi Alexander group.
Mata Ify menyendu takut, kala pemilik mata itu menyeringai, membuat tangannya sedikit bergetar. Ia mengambil nafas, kembali menguasai tubuhnya.
"Cukup itu yang dapat kami sampaikan, untuk lebih jelasnya bapak bisa melihat proposal yang telah kami buat."
Masih dengan gugup dan degup jantung yang tak terkendali ia tutup rapat kali ini,
Doa-doa terus ia lantunkan dalam hati, mengingat sang ayah dan keluarganya yang lain. Demi mereka Ify harus mampu. Di sampingnya Via menatap, memberi senyum penuh dukungan juga ketenangan."Baik, ini akan kami pertimbangkan lagi, betul 'kan, Pak Mario?"
Tatapan mata itu beralih, memberikan oksigen sejuk ke aliran darah Ify.
"Ya."
"Terimakasih, Pak, kami tunggu kabar baiknya."
Rapat selesai, satu persatu para petinggi Alexander Group meninggalkan ruangan. Ify menyalami mereka sebagai ungkapan penuh terimakasih.
Tangannya yang dingin kembali menggenggam tangan keras CEO Alexander itu. Ify sedikit memalingkan muka.
"See you, Babe," bisiknya tepat di telinga kiri Ify, saat itu bukan lagi detakan jantung yang menggila, melainkan cabutan tepat pada jantungnya yang seketika berhenti berdetak.
***
"Fy."
Suara Sivia menyadarkan Ify yang sedang melamun di sofa ruangannya. Menatap tembok dengan pandangan kosong. Masih tak menyangka hal ini terjadi begitu cepat, tanpa aba-aba, tanpa persiapan. Kenapa Ify begitu bodoh tak melihat dulu siapa pemilik perusahaan tersebut. Hanya melihat bagaimana kinerja hebat dan kesuksesan yang ia lihat di website kemarin.
"Are you okay?" Suara Sivia kembali terdengar, merasa baik-baik saja ia mengangguk. Sivia melangkah mendekat. Nampak, dia sedikit terengah akibat berjalannya, efek dari kehamilan.
Ify berdiri, kemudian menuntunnya menuju sofa, tak tega melihat sahabat kakaknya itu.
"Cihh, aku terlihat seperti nenek-nenek kalo kamu memperlakukanku seperti ini, Fy" umpatnya yang ditanggapi dengan tawa renyah Raifyta. Sivia memang asal kalau berbicara. Masih dengan menuntun Sivia, Ify becanda mendudukkan Sivia dengan pelan di sofa ruangannya. Sekretarisnya sukses merengut kesao.
"Kamu itu harus banyak-banyak istirahat, 'kan aku sudah bilang."
"Ya ya ya, padahal Bunda baik-baik saja, Sayang. Aunty terlalu lebay,"
Tawanya kembali menggema, sang sekretaris bersungut-sungut sebal. Sampai sebuah pesan masuk di ponsel membuat Ify berhenti, tangannya meraih benda persegi yang ia letakkan di atas meja kerja.
Apa kabar, darling. Aku senang sekali dengan pertemuan kita hari ini.
-MA
Hanya sebuah pesan mampu membuat hati Ify berubah dalam sekejap. Detak jantungnya kembali bekerja. Menghantarkan rasa takut yang menyesakkan dada. Sivia yang melihat sang atasan lemas dengan wajah pucat menjadi khawatir.
"Fy," panggil Sivia takut-takut, menatap khawatir pada bosnya yang merubah raut wajah seketika.
Ify yang masih dalam mode kaget, melempar ponsel itu ke sembarang arah, menatap sayu pada sekretaris yang juga sedang menatapnya, berusaha ingin mengatakan sesuatu. Namun, tak kuasa kala badannya juga ikut bergetar.
"Aku takut," Hanya itu ungkapan yang dapat keluar dari mulutnya. Ungkapan yang mewakili perasaannya, padahal masih ada perasaan-perasaan yang lain. Khawatir, marah, sedih.
Getar di badannya sedikit berkurang kala pelukan hangat Sivia hinggap di sana.
"Tenang, Fy. Kita hadapi sama-sama oke!"
Tbc..
***
Muehehe isma kambek, maaf ya kemaren sempet php mau apdet eh tapi malah tidak jadi, wkwk pusing mikir jalan cerita ini mau dibuat bagemana akutuhh😐😐😐
KAMU SEDANG MEMBACA
Biologi's Father
RomanceMASA PERALIHAN SUDUT PANDANG. JADI JANGAN HERAN KALO POVNYA ACAKADUL. BACA SILAHKAN! YANG GAK MAU BACA YOWESS TIDAK MEMAKSA. Lima tahun Ify hadapi penderitaannya seorang diri. Hingga kemudian, seseorang pembawa penderitaan baginya hadir tanpa meras...