Hulaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!
😎😎👋Yang nunggu angkat galon coba😆😄
Aduhh semoga dapat feelnya, ya..
Jangan lupa baca biologis father versi joylada🥳❤️
Enjoy!❤️
Pesan yang dikirimkan oleh Mario membuat Ify semangat untuk menyelesaikan pertemuannya dan segera kembali ke Jogjakarta.
Udara segar seolah baru saja berhembus menggantikan hawa panas yang menyelimuti hatinya, hingga membuat Ify berkaca-kaca. Moodnya sangat kacau belakangan ini. Sikap Mario yang menjadi pemicunya, ia entah kenapa ia ingin selalu menyalahkan pria itu.
Setelah memesan tiket pesawat untuknya dan kedua karyawan, Ify menggeser jempolnya untuk menekan nomor sang suami. Ia ingin mendengar suara Mario dan juga Ido. Nada panggilan dua detiknya berganti dengan suara Ido yang memekik senang. Ia juga mendengar derap langkah kaki, dan juga suara Mario yang mendekat. Menanyakan tingkah anaknya.
"Ini bunda, Ayah."
Suara Mario langsung terdengar jelas, tanda ponsel telah berpindah tangan.
"Hon, kangen, buruan pulang."
"Iya, Kak, nanti malam aku sudah ada di rumah kok."
"Aku jemput aja, ya, ke Semarang?"
Ify dengan halus menolak tawaran Mario meskipun sebenarnya ingin mengiyakan. Menghabiskan waktu berdua di tempat ini sepertinya sangat menyenangkan. Namun, ia tidak boleh tergugah, pekerjaan mereka sama-sama minta diselesaikan. Ia harus segera mengurusi surat resign, meski Mario terlihat sudah memahami perkerjaannya, Ify memilih untuk berhenti di kantornya dan mencari orang kepercayaan. Ia bisa memantau perusahaan dari rumah sekaligus menjaga keluarganya. Benar, ia adalah seorang istri dan ibu. Meski, sudah terdapat emansipasi. Tetapi, kewajibannya tetaplah kepada suami.
"Hati-hati, Hon, nanti kita ketemu di rumah."
***
"Bunda pulang," Malam yang dijanjikan oleh Ify untuk bertemu anak dan suaminya ternyata tak bisa dipegang. Buktinya sore ini ia sudah tiba di rumah. Menggeret koper menghampiri Ido yang sedang asyik dengan mainannya.
Tanpa berfikir panjang, mainan itu langsung dihempaskan asal karena ada hal yang lebih ia inginkan, pelukan hangat sang bunda.
"Kangen Bunda banyak-banyak."
Ify membalas pelukan Ido tak kalah erat. Ah berapa hari ia menelantarkan anaknya ini.
"Bunda juga."
Mario yang baru keluar dari dapur untuk membuatkan susu Ido tercengang kala melihat Ify tersenyum lembut ke arahnya. Ify mengecup pipi Mario dan berbisik, " Bunda mandi dulu, ya, Ayah, nanti lanjut lagi."
Ify berlalu, sampai anak tangga ia dapat mendengar suara Mario yang sepertinya baru tersadar dari keterkejutannya.
"BUNDA, AYAH KANGEN, LOH, MASACUMA CIUM PIPI."
Ify tertawa, meneruskan langkahnya ke arah kamar yang dulu menjadi kamar Mario saat belum menikah, kalian tidak lupa 'kan, jika mereka sudah pindah ke mansion keluarga Alexander.
"Kangen," ini sudah ke sebelas kali lebih lima Mario mengucapkan kata itu. Sebenarnya perut Ify sudah keroncongan minta diisi. Namun, suaminya seakan enggan melepaskan belitan tangannya pada perut Ify.
"Kak, pesenin sate ayam dong."
Mario menatap Ify malas, kembali memeluk perut sang istri.
Ify mencubit keras perut Mario kala pria itu mengacuhkannya.
"Aku lapar beneran loh ini."
"Tunda dulu, aku masih kangen, mumpung Ido udah tidur," Kembali cubitan Ify mendarat. Dia lapar beneran, dan ingin makan sate ayam.
"Iya, sambil peluk pesenin sate ayam dong, itu ponsel ada deket kamu loh."
Mau tak mau Mario memilih mengambil ponselnya, kemudian menyerahkan kepada Ify, kembali membelit perut wanitanya. Sudah mirip ular yang mendapatkan mangsa.
Ify menggeleng tak habis fikir dengan tingkah suaminya, tetapi ia lebih peduli dengan keadaan sang lambung yang butuh asupan untuk bekerja. Dengan cepat ia memesan makanan via online. Ehmm ditambah martabak sepertinya enak.
"Kakak, mau nggak satenya."
"Iya," balas Mario pelan, ia menatap perut Ify, entah kenapa ada pikiran aneh yang bergelayut di otaknya. Membayangkan perut Ify yang membuncit karena mengandung anak mereka. Pasti seksi.
"Ih, Kakak kenapa, sih?" Ify menahan geli kala Mario mengecup berulang kali perutnya.
"Adek lagi ngapain di perut, Bunda?"
Ify tertawa, ada-ada saja.
"Yakali, baru seminggu udah jadi."
"Ck, kamu lupa kita buat Ido juga sekali jadi, loh."
Ify terdiam sejenak, baru ingat jika ia belum mendapatkan tamu bulanannya. Tapi, kan baru seminggu, bisa saja waktu Ido itu kebetulan ia sedang dalam keadaan subur. Tapi, untuk kali ini?
****
"Kakak, kerja?"
Mario mengangguk, memakai pakaian yang udah ia pesan pada Ify sebelumnya.
Dengan cekatan ia memakai kemeja, kemudian mendekat ke arah Ify yang sudah memegang dasi.
Lepas persiapannya selesai, gantian Ify yang bersiap dengan pakaian kerjanya. Keduanya berjalan ke arah ruang makan di mana Ido sudah menunggu dengan makanan yang dimasak oleh pelayan.
"Anak Bunda udah rapi aja."
Ido memasang senyumnya senang dipuji oleh Ify disertai kecupan singkat di pipinya oleh ayah juga bunda.
"Iya, dong, Ido kan udah gede."
"Bagus," Mario mengarahkan dua jempolnya ke arah sang putra. Keluarga kecil itu segera menyantap sarapan mereka untuk melakukan beberapa kegiatan hari ini.
"Belajar yang pintar anak bunda." Ify mencium pipi Ido yang sudah sampai di depan gerbang sekolahnya.
"Ayah gak mau cium, maunya dicium." Dengan segera Ido mengecup pipi Mario yang dihadiahi ucapan semangat dari sang ayah.
Segera mereka melanjutkan perjalanan ke kantor Ify setelah meninggalkan Ido bersama salah satu pelayan untuk menjaganya di sekolah.
Aku bingung nyusun kalimatnya nih. Tetep koment, ya. Biar tambah semangat. Hehehehe.

KAMU SEDANG MEMBACA
Biologi's Father
RomanceMASA PERALIHAN SUDUT PANDANG. JADI JANGAN HERAN KALO POVNYA ACAKADUL. BACA SILAHKAN! YANG GAK MAU BACA YOWESS TIDAK MEMAKSA. Lima tahun Ify hadapi penderitaannya seorang diri. Hingga kemudian, seseorang pembawa penderitaan baginya hadir tanpa meras...