9.Masih saja

4.3K 297 43
                                        

Mata belum terpejam, padahal kulihat jam sudah menunjuk pukul 11 malam. Ido sudah meringkuk pulas di atas ranjang.

Ku elus lembut rambut putra kesayanganku. Kejadian tadi siang begitu membekas, apalagi Ido tak ada hentinya menanyakan siapa pria yang ingin merebut mamanya. Kenapa tidak dilaporin Om Iyel saja biar ditangkap.

Iyel adalah kakak sepupuku, yang berprofesi sebagai seorang Polisi. Ido sangat mengidolakannya. Maka setiap ada yang menurutnya jahat akan dilaporkan pada Kak Iyel.

Tanganku masih menggenggam handphone yang menampilkan pesan dari Rio, Pria brengsek itu kembali mengusik kehidupanku. Cukup pening juga memikirkannya. Apalagi Ido dijadikan sebagai taruhan.

Akan aku pastikan kita akan kembali
_MA

Hah mimpi saja!
Sampai dia memberikan seluruh sahamnya pun aku tak akan sudi.
Hp kembali ku letakkan di atas nakas.

"Bunda, sayang banget sama kamu," ucapku seraya mencium dahi Ido, namun berlanjut ke pipi kanan dan kirinya, gemas. Kukecup berulang-ulang sampai suara handphoneku terdengar. Ada panggilan masuk.

Nomor baru, dan sudah tidak ragu lagi siapa pemiliknya. Aku tak menjawab. Hingga dia kembali menghubungi. Ku tolak untuk kesekian kali. Kenapa masih saja? Ini adalah ke 15 kali nomor barunya. Hingga berujung yang sama ku blok! Dan sialnya, aku tak semudah itu untuk mengganti kartu, seluruh klien menggunakan nomor ini.

Kesal, ku non-aktifkan saja handphoneku.

Aku langsung saja berbaring, besok adalah hari yang panjang di mana aku datang ke sekolah untuk mengantar Ido. Ada beberapa lomba yang diadakan antara ibu dan anak. Hm! Putraku tadi sangat antusias bercerita.

_
_

Di lain tempat Mario mengumpat pelan. Ponsel Ify dimatikan. Bagaimana mungkin wanita yang dulu sangat menggilainya itu sekarang sangat membenci Mario. Apa cinta Ify untuknya telah mati? Jika iya, biarkan Mario menumbuhkannya kembali.

"Kamu berurusan dengan orang yang salah, Honey."

Tekadnya semakin bulat saat memikirkan ada Ido di antara mereka. Anaknya itu sungguh tampan. Semuanya sangat mewarisinya. Namun, senyum milik Ify terpatri indah di wajah imut sang anak.

"Ayah sayang kamu, juga Bundamu."

Setelah mengetahui bahwa Ido tak mau memanggilnya Papa. Karena sudah ada kedua kakak Ify yang dipanggil demikian. Dari mana Rio tahu? Kekuasaan miliknya. Apapun itu akan dia lakukan.
Rio merubah nama panggilannya menjadi ayah. Mengikuti Ify yang dipanggil bunda. Tak masalah, siapapun itu, tetap Ido adalah putranya.

Sebuah pesan masuk.

Besok den Ido dan nona Ify akan ke sekolah, tuan

Senyum tersungging di wajah tampannya. Esok adalah saat yang tepat.

_
_
_

Ify menggandeng tangan mungil Ido memasuki ruang kelasnya.
Sudah banyak para ibu-ibu yang menemani ankanya pula. Duduk di tempat masing-masing. Agaknya Ify menjadi orang tua termuda hari ini.

Bangku Ido terletak di depan pinggir sebelah kiri. Banyak pasang mata yang memperhatikan saat Ify berjalan menuju bangkunya. Bisik-bisik pun mampu tertangkap jelas di gendang telinga.

Namun, Ify abai. Tak ingin membuat keributan. Apalagi nampak wajah putranya yang tersenyum bahagia. Tak mungkin, Ify melunturkan itu semua.

Selang beberapa menit, wali kelas Ido memasuki ruangan. Dengan pakaian olah raganya, beliau mengajak mereka untuk ke arah halaman depan. Karena lomba diadakan di sana.

Ada beberapa lomba. Dan Ido sangat antusias untuk mengikuti dan mendapat juara. Lomba memasak, lomba membuat kerajinan, dan beberapa lomba yang biasanya di adakan saat hari kemerdekaan seperti makan krupuk, ambil kelereng dalam air, koin di semangka.

Karena lomba yang pertama adalah memasak, ibu satu anak ini cukup panik. Ify takut karena kemampuannya dalam bidang memasak masih awam. Beruntung, hanya nasi goreng saja yang akan dimasak dalam lomba ini.

Raifyta _pov_

Huh hari yang sangat melelahkan. Namun, tak sebanding jika melihat senyum selalu terlintas di wajah tampan putraku. 2 piala berhasil disandangnya. Lomba makan kerupuk yang membuatku tak bisa untuk menahan tawa.
Anak-anak yang lain masih setengah berusaha berjinjit untuk makan kerupuk tapi Ido sudah mampu menyelesaikannya lebih dulu. Tingginya yang berbeda dari teman-temannya juga cara makannya yang korup mampu membawa dia menyabet gelar juara.

Yang kedua lomba memasak, meskipun jarang dan kurang ahli. Namun, kalo hanya memasak nasi goreng masih bisa ku atasi wkwk. Hasilnya? Aku berhasil mendapat juara 2, bukan karena rasa masakannya tapi yang dinilai adalah kekompakan ibu dan anak. Kami memang serasi.

"Bun, pak supirnya lama. Ido capek."

Aku menghela napas. Hampir 20 menit aku dan Ido menunggu tapi supir yang tadi mengantarkan tak kunjung datang.

Sampai beberapa waktu, sebuah mobil hitam parkir di depanku dan Ido. Jendela depan nampak terbuka, dan menampilkan seseorang yang tak ingin lagi aku lihat, Dia!

" Halo kesayangan, Ayah."

Ido langsung saja memeluk tubuhku erat.

"Bunda Ido takut,"

"Mau ngapain lagi kamu? Pergi!"

"Supirmu itu tidak akan datang sayang, dan mungkin tidak akan selamat ...." Ucapnya menggantung.

"Jangan macam-macam!" Sentakku tajam.

"Tidak jika kamu mau ikut denganku,"

"Tidak sudi!"

"Oke berarti ucapkan selamat tinggal pada supirmu,"

Dia mengambil handphone dan beberapa nada sambung terdengar, tak sampai satu detik panggilan diangkat.

"Ha ...."

"Oke aku ikut denganmu. Tapi lepaskan Pak Marwan dia nggak bersalah,"

Smirk menyebalkan tersungging di wajahnya. Dia langsung keluar dari mobil membukakan pintu depan. Namun, aku menolak. Ancaman langsung diberikan lagi dan dengan terpaksa aku menurut duduk di samping kemudi dengan Ido yang tak mau lepas dari pelukanku.

Aku mau rekomend cerita oleh teman-temanku ini. Semoga ada yang mau menggeser jempolnya untuk jalan-jalan dan baca di akun mereka

Luluk_Layalie
Habibdelcano
FeryFernando1
Zhyy02

Ayo baca karya mereka para calon penulis hebat.
Terimakasih

Biologi's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang