13. Bunda & Ayah

3.2K 291 69
                                    

"Bunda ...." Ify yang baru sampai di apartemennya tersentak kaget melihat adanya Ido bersama kakak iparnya, Cakka. Menunggu di depan pintu. Karena, memang terkunci untuk ia tinggalkan.

Wanita yang baru saja pulang dari pesta keluarga Sanjaya itu berjalan mendekat ke arah anaknya. Dengan gesit, Ido segera berlari, memeluk kaki Ify.

"Bunda lama, Ido capek nunggu."
Ify berjongkok, menyamakan tingginya dengan sang putra.

"Ido kok ada di sini?" Kini tatapan matanya beralih pada Cakka.

"Ido sakit semenjak kamu tinggal, pengen ketemu. Makanya setelah sembuh aku ajakin ke sini," jawab Cakka membuat Ify beralih pada putranya. Sontak ingatan Ify tertuju pada sosok orang tua ayah dari Ido. Keluarga Alexander. Apa ini pertanda, jika ia harus mempertemukan Ido dengan nenek dan kakeknya?

"Fy, kakak buru-buru untuk pulang nih. Ido aku izinkan sekolah selama 3 hari. Jadi Selasa nanti, kakak jemput. Maaf ya kakak ada pekerjaan."

Cakka langsung beranjak, setelah memberikan ucapan perpisahan pada Ido, yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.

"Ayo masuk, sayang."

Dengan senang hati Ido menyambut ajakan Ify. Memasuki apartemen milik bundanya. Bercerita apa saja yang selama ini ia alami selama jauh darinya. Ify dengan senang hati mendengarkan sang putra menjawab segala pertanyaan yang keluar dari mulut Ido.

#

"Ify mana?" Sivia menodong Mario yang baru saja menatap kepergian Ify. Gadis itu pergi padahal acara belum dimulai, dan ini karenanya.

"Nyari Nurani."

Hampir saja Sivia menjatuhkan biskuit sultan yang baru saja dibelikan oleh sang suami. Ia awalnya ingin mengajak Ify untuk makan biskuit bareng. Tapi, yang dia temui malah Mario.

"Sekarang jamannya sudah bukan Nurani, tapi Kekeyi dasar kudet."

"Terserah aku, Nona."

"Dasar pria gak mau ngalah sama wanita."

Sivia hampir saja melemparkan biskuit itu ke wajah Mario. Namun, mengingat harganya kembali ia urungkan. Sayang sekali, mending dimakan. Bisa buat konten youtube dia.

"Selagi masih ada kemenangan, kenapa pria harus ngalah?"

Sivia mencibir Mario dalam hati. Kenapa ia tidak bisa membalas kata-kata pria ini.

"Kenapa diam, Nona?" Suara Mario kembali menyadarkannya.

"Karena aku sedang tidak bicara, gitu saja tidak tahu."

"Yayaya, wanita memang begitu. Sering ingin terlihat benar. Tidak mau mengakui kesalahan."

"Jika masih ada kebenaran. Kenapa wanita harus mengakui kesalahan?" tantang Sivia jutek, meninggalkan Mario yang meringis kesakitan. Karena, ia tinggalkan dengan injakan keras di kakinya. Dan yang lebih membahagiakan dia memakai sepatu dengan heels lancip.

Ia mengusap-usap perutnya. Berharap sang anak tidak seperti pria itu. Lupakan, ada yang lebih penting dari Mario. Apa lagi jika bukan biskuit dengan warna merah di tangannya.

#

"Bunda, habis ini kita jalan-jalan? Ketemu aunty Sivia kan?"

Ify mengangguk, mengusap kepala Ido seraya tersenyum. Ia baru saja menyelesaikan aktivitas memasaknya. Disusul Ido yang baru terbangun dari tidur siangnya.

"Bun, kita ke Malioboro?"

"Ke Malioboronya besok ya, sayang, udah sore jaraknya jauh."

Ido merengut, meski mengangguk mengerti. Mau bagaimana lagi, jaraknya memang cukup jauh. Hampir 1 jam kalo tidak macet.

"Gimana kalo ke mall aja? Sama-sama bisa beli yang Ido mau kok." Ia mencoba mencari celah.

"Iya, gak papa. Asal sama Bunda Ido mau kok."

"Oke, sekarang kita mandi dulu," Ido segera membalas uluran tangannya. Menuruti Ify yang membawanya ke kamar mandi.

Ify membelokkan mobilnya ke salah satu pusat perbelanjaan di kota Yogyakarta. Ido masih setia berceloteh sejak berangkat tadi. Mengomentari apapun yang dilihatanya. Ify senang-senang saja asal anaknya tidak rewel.

"Nanti Ido beneran sekolah di sini kan, Bunda? Ido mau sekolah di UGM. Kata ayah kemarin UGM bagus."

Eh, bukan kata-kata masalah tempat yang akan Ido datangi untuk menuntut ilmu. Tapi, dari siapa Ido mendapat informasi tentang sekolah. Ayah? Mario kah maksudnya?

"Ayah?" tanya Ify memastikan. Ada hal apa yang sudah terlewat. Perasaan Ido dan Mario baru dua kali bertemu dengan intensitas mengobrol lama.

"Iya, Bunda. Ayah Mario. Ayah bilang di Yogyakarta ada sekolah bagus untuk Ido. Namanya UGM."

Ify menepuk bahunya. Baru beberapa kali bertemu saja tingkah Ido sudah berubah karena Mario. Apalagi jika sering, eh nggak dia tidak akan pernah mempertemukan mereka lagi. Tapi apakah mungkin? Nyatanya sekeras apapun Ify berusaha, takdir selalu mempertemukan mereka.

"Ido UGM tuh bukan sekolahan SD, itu untuk anak kuliah. Nanti, kalo Ido udah lulus sekolah SMA baru bisa ke UGM."

"Jadi, ayah bohongin Ido dong?"

Ify geleng-geleng kepala. Sesampainya di basement mall. Ify menuntun Ido keluar dari mobil, baru beberapa langkah ia sudah dikejutkan dengan teriakan membahana Ido yang melepas genggaman tangannya dan berlari ke arah seorang pria yang baru saja keluar dari mobilnya.

"Ayah." Ido menubruk kaki Mario, memeluknya erat. Pria itu hampir saja limbung kalau tidak segera menguasai diri.

"Ido kok di sini?"

"Ido sama bunda. Ido ke Jogja nyusul bunda." Mario menatap Ify yang berjalan enggan ke arahnya.

"Baru tiba tadi," Mario membulatkan mulutnya paham. Kemudian, membawa Ido ke dalam gendongannya.

"Ayah Ido mau main sama ayah sama bunda. Biasanya kalo di rumah Ido ke mall sama papa sama mama. Sekarang Ido sama Ayah sama Bunda juga."

"Ido...." perkataan Ify lebih dulu didahului Mario.

"Mau main? Oke ayo kita main."

Mario membawa Ido memasuki pusat perbelanjaan, tak lupa salah satu tangannya melingkari pinggang Ify. Pasang mata yang melihat tentu mereka adalah sebuah keluarga yang bahagia.

INI PART MAKSA BANGET DEMI KALIAN!! AYO VOTE DAN KOMENT. SEBERAPA GREGET KALIAN DI PART INI!!!!

HARUS KOMENT YA. INI MAKSA. KALO TIDAK? MARIO JADI MILIK NURANI 😂😂😂😂😂

temukan isma di ig @ismaimun23 😁😁😁😁

Biologi's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang