16

5.2K 216 11
                                    

-sakit, sebuah rasa ketika hatimu sangat pedih dan berdarah namun tak ada luka yang tertoreh secara nyata-

Pandangan tajam Marcus dengan keadaan mengenaskan, kini tengah mengitari belantara Hutan dengan kekuatannya yang tak terkendali, sesekali pohon tumbang karena kemarahannya, dan hal itu mudah dilakukan Marcus hanya dengan jentikan jarinya yang mengayun keatas lalu kebawah,

"Raline....aku tau kau bersembunyi," teriak Marcus menatap semua pohon yang menghalanginya sudah tumbang,

"Jangan bersembunyi!! Aku membutuhkanmu! Setidaknya ingat jasaku padamu, hutangmu itu, kutagih sekarang!" Seretan dengan langkah menyeret ditengah kegelapan terdengar jelas diindra pendengaran Marcus, setelah memicingkan matanya, Marcus akhirnya melihat gadis berbalut gaun hijau itu menatapnya dingin, tak berekspresi, Datar. Perlahan terlihat  gadis itu menaikan tangannya keatas hingga ujung gaunnya terangkat keatas, dibarengi dengan angin kencang yang datang membangkitkan pepohonan yang tumbang kembali berdiri tegak,

"Tumbuhan, huh!" Sambil mendekat kearah Raline, Marcus berhenti kemudian menarik pepohonan dibelakang Raline dan menjatuhkan tepat mengenai kepala Raline, dengan pandangan datar, Raline dengan sigap mengarahkan pohon besar itu kearah Marcus, menjalari akarnya dengan melilit tubuh Marcus, kemudian tertawa, dibarengi tawa Marcus.

"Kau cukup hebat untuk seukuran Vampire tahunan, Raline hhaha" timpal Marcus dibalas tawa Raline yang otomatis menghilangkan akar yang melilit tubuh Marcus dengan sekali kedipan, "jadi sudah waktunya?" Sergah Raline menyeret gaun hijaunya semata kaki sambil menaiki pohon tertinggi yang menghadap langsung kejurang, dibarengi dengan Marcus yang duduk disampingnya,

"Tidak seperti rencana, kenapa kau datang dengan keadaan seperti ini? Kacau, dilingkupi amarah, dan kau menghancurkan seluruh kekuatanku." Ucap Raline dengan ekspresi datar, bahkan saat tertawa gadis itu masih datar, "Martinus menculik Kanya." Jawab Marcus,

"Ada apa dengannya? Apa dia menyukai Kanya?" Tanya Raline,

"Aku menculik Intan, pasangan takdirnya karena..." ucapan gantung Marcus berhasil menumbuhkan tanda tanya dibenak Raline,

"Karena apa? Katakan!" Desak Raline mencengkram pepohonan yang didudukinya diatas ketinggian, "Matt mencintai Intan, dan ia ingin merebutnya dari Martinus."

Jleb, sakit. Itulah yang dirasakan Raline sebagai pasangan takdir Matt, lelaki itu telah membunuhnya karena menganggap dirinya sebagai kelemahan semata, namun lelaki itu kini tengah mencintai seorang gadis lain. Sakit yang dirasakan Raline adalah alasan Marcus untuk diam beberapa saat, ia tau kondisi Raline yang baru puluhan tahun menjadi seorang vampire tak stabil apabila emosi tengah menguasainya,

"LENYAPKAN SAJA AKU, BUNUH MATT!! MARC, KUMOHON" teriak Raline berhasil membuat tumbuhan disekitarnya bergetar bahkan ada yang layu dalam beberapa detik,

"Jika aku membunuh Matt, sama saja dengan aku membunuhmu." Jawab Marcus, "seharusnya dari dulu memang seperti itu, kenapa dulu kau tak membiarkanku mati kehabisan darah? Kenapa kau mengubahku Marc!" Teriak Raline kembali menguncang keadaan tanah, membuat Marcus harus siaga dengan apa saja yang akan menimpanya hanya karena emosi vampire yang tak stabil dihadapannya,

"Jika aku dulu membiarkanmu mati, maka Matt akan mati sebelum semuanya terungkap, aku perlu umurnya untuk kebenaranku, dan aku perlu kau untuk membantuku, kau tau segala rahasianya, bukan?" Dibalas anggukan, Marcus segera menggeram kesal, "katakan semua itu, disaat waktunya tiba."

"Asal kau berjanji!" Sela Raline dengan tatapan datar, "pastikan kematianku tepat dalam pekukan Matt," dibalas anggukan akhirnya Raline menghilang dihadapan Marcus, dan saat itu juga, pohon yang diduduki Marcus terjatuh ketanah membuat lelaki itu terpelanting sebelum akhirnya ia dengan cepat berteleportasi menuju tempat yang ditujunya.

***

"Kau merindukan rumah, Madu?" Tanya Matt mendekati Intan yang tengah melamun didekat jendela memandang pohonan pinus dibalik jendelanya, gaun merah gelap semata kakinya berkibar tersapu angin musim semi, "aku merindukan ayahku." Jawab Intan dibalas senyuman oleh Matt, setidaknya ia berpikir bahwa Intan tak lagi merindukan Martinus, dan anehnya, Martinus sama sekali tak menjemput gadisnya, 'apa Martinus lupa akan miliknya? Ini keuntungan untuku.'

"Kita kekota sekarang, bagaimana?" Ajakan Matt membuat mata Intan berbinar sambil tersenyum senang, 'andai kau bisa tersenyum seperti ini untuku'

***

Dengan langkah pelan tangan Intan menyentuh bel rumahnya, menunggu ayahnya akan membuka pintu dengan senyuman, sayangnya bukan ayahnya yang ia dapati, melainkan pembantu rumah tangga yang kini tersenyum lebar menatap Intan,

"Nona Intan? Sudah kembali? Bibi sangat cemas, apa ada sesuatu yang terjadi Nona? Ayo masuklah, bibi jadi—" senyuman Bibinya sama sekali tak membuat Intan ikut tersenyum, melainkan Intan menatap keseliling yang tampak sama, sepi.

"Diamana ayah bibi Claire? Apa sudah kembali?" Tanya Intan pelan, sedangkan bibinya menjawab dengan gelengan, "ini sudah seminggu, dan ayah bilang akan kembali setelah dua hari dari kepergianku, aku jadi khawatir." Desis Intan, membuat bibinya gelisah "sebaiknya Nona Intan tenang, bibi sudah melaporkan semuanya pada polisi, soal kepergian Nona Intan dan Tuan Hens." Jawab bibinya sambil menuangkan minuman orange pada Intan,

"Maaf menganggu." Ucap seseorang menyela, tentu saja itu Matt, berhasil mengalihkan pandangan bibi Claire pada lelaki berbadan tegap berambut pirang tersebut, "maaf, Tuan siapa? Kenapa Nona tidak datang bersama Tuan Martin?" Tanya Bibi Claire,

"Dia temanku Bi, namanya Matt." Dan ucapan Intan seketika membuat raut Matt berubah,

'Temanmu ini akan menjadi teman hidupmu, Intan.'

My Posesif VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang