-unik rasanya mempertahankan rasa sakit, tak berdaya dan mati untuk milikmu sendiri-
Ruangan gelap yang hanya diterangi lilin dipinggir ruangan, seorang wanita menyeret gaun panjangnya, ia menatap benci lelaki dihadapannya, lelaki dengan keadaan mengenaskan,
"Kau bodoh Matt!" Maki wanita itu mendekati Matt, Matt yang terluka hanya bisa diam tak berkutik, hatinya sangat murka, ingin rasanya ia menghancurkan kota dan merebut Intan kembali.
"Aku tak menyangka ini dirimu Matt! kau sebenarnya adik ku atau siapa hah!! " Kyra bertanya dengan tatapan datar, sudut bibirnya bergegar, ia sangat benci dengan keadaan seperti ini, dimana ia bertanya sedangkan Matt, yang ditanya malah bisu karena kesakitan,
"Ap..apa?" Matt berucap sepatah dengan gagap, Kyra tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya adiknya dihabisi oleh Martinus, nantinya.
"Kebodohanmu adalah bermain-main dengan menculik pasangan takdir Martinus, kau gila Matt, aku tidak mengerti jalan pikiranmu, bahkan kau hampir membunuh gadis itu!" Kyra kembali bersuara, suasana masih hening, Matt sangat emosi mendengar ucapan Kyra yang mulai mengatur kehidupannya.
"Ap..apa, uru...urusanmu!" Ucap Matt terbata-bata, alis mata Kyra tertarik sebelah,
"bahkan kau kalah melawan Marcus! bagaimana dengan lawan tak tertandingi seperti Martinus, kau bodoh, sangat bodoh!" Kyra mendekati Matt dengan kekuatan vampirenya.
"Ingin rasanya aku membunuhmu Matt, kau membuatku hancur, permainanmu ini konyol, Matt." Kyra semakin marah, Matt pun begitu, tapi ia tak berdaya, tubuhnya terlalu lemah.
***
Kanya bersama Sean menatap tubuh lemah milik Intan, gadis itu terlelap tenang dibalik selimut sutra, kenyamanan gadis itu tertahan seketika, Intan, gadis itu seolah terganggu sesuatu, kepala gadis itu berguncang begitu pun dengan nafasnya yang menggebu dalam tidurnya, dibarengi dengan keringat dingin yang mengalir deras di pelipisnya,
"Tidaaak!" Intan berteriak, Kanya dan Sean dengan sigap berdiri disamping gadis itu, begitupun dengan Marcus yang terkejut mendengar keributan ini,
"Apa yang terjadi Intan?" Tanya Sean, gadis itu membelah selimutnya, menatap satu persatu orang-orang dihadapannya, matanya menatap Marcus pelan, kemudian menghela nafas gusar,
"Martin belum juga kembali?" Mendengar ucapan Intan, Marcus berdehem kemudian berniat keluar ruangan, "Dia pasti akan kembali, Intan." Ujar Kanya, Intan tak lekas tersenyum, ia berdiri, namun memar dan luka ditubuhnya dibarengi dengan kondisinya yang lemah, gadis itu hampir terjatuh,
"Duduklah Intan, kau membutuhkan sesuatu?" Tanya Kanya,
"Terimakasih Kanya, Sean, Aku benar-benar berhutang pada kalian, aku tidak tau apa jadinya aku jika kalian tidak datang. Dia, akan membunuhku," Intan mengucapkan itu dengan nada ketakutan, Sean yang tadinya berdiri dipojok ruangan mulai mendekat,
"Dengarlah nak, aku ayahmu juga," ucap Sean tersenyum,
"Kanya, kenapa kau membantuku?" Ucapan itu begitu sulit terucap, tapi entah kenapa bibirnya terasa gatal untuk berucap, mata Kanya menatap retina mata Intan, gadis itu mencari alasan yang jelas,
"Entahlah Intan, aku sendiri tidak mengerti." Ucap Kanya,
***
"Kau tau, Raline!" Martinus menatap Vampire bergaun hijau itu penuh benci, tatapan lelaki itu menggila, membunuh, dan mencekam, lelaki itu benar-benar marah sekarang.
"Tubuhmu lemah! Pasangan takdirmu tak berdaya saat ini," ucap Martinus, sesekali lelaki itu memegangi dadanya yang nyeri, terngiang ratapan Intan yang selalu menghantuinya, ingin rasanya lelaki itu segera pergi berteleportasi menuju tempat Intan berada dan menjelaskan semuanya, menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tetapi tidak! itu tidak bisa terjadi, hari ini memang menyakitkan tetapi akan lebih baik jika hari ini tidak terjadi sama sekali.
"Martinus, cukup Hentikan mengatakan bahwa dia pasangan takdirku, darah kami tidak terikat" Raline menatap Martinus dengan sorot datarnya.
Martinus segera keluar ruangan, menatap lelaki paruh baya yang masih bediri tegap dihadapannya.
"Jadi apa keputusanmu sekarang? Semua sekarang ada pada tanganmu dan keputusanmu," ucap lelaki paruh baya itu, ia menatap Martinus penuh prihatin,
"Apa bisa ku mulai, ayah?" Tanya Martinus pelan,
"Tentu saja." Balas lelaki itu,
-CM
Note Author : Maafin aku ya guys, lagi-lagi telat pake banget buat up chapter ini, aku lagi #dirumahaja dan memang seharusnya banyak waktu luang untuk lanjutin MPV buat kalian semua, tapi ada satu kendala lagi guys, perjuangan aku buat masuk kampus dan aku harus belajar untuk Utbk karena aku sama sekali gak pernah belajar buat Utbk,Aku pada kepo nih, ada gak para pembaca aku yang sama-sama lagi kepikiran Utbk atau seangkatan ama aku?!! Gimana sih cara kalian belajar selama ini? Jujur aja, pembelajaran aku masih kurang banget di Tps kali ini. Semangat ya guys untuk kalian yang Pembelajarannya online dan selamat buat kalian yang selalu #dirumahaja , kalian hebat banget! Semangat berjuang bersama!

KAMU SEDANG MEMBACA
My Posesif Vampire
VampireBagaimana perasaanmu apabila memiliki kekasih yang Posesive? Terlebih keposesive'annya itu beralasan! Anehnya, alasan itu tak masuk akal, namun begitu nyata, yang sulit dicerna otak karena kau tau rahasia terbesar kekasihmu yang merupakan seorang, V...