20

4.4K 169 5
                                    

"Merindukannya?" Sebuah suara mengaggetkan lamunan Martin diruangan bawah tanah,

"Dari tadi kau mematung disana, kau berniat melepaskanku, tidak? Aku tau, Marcus menculik Intan." Ucap Kanya mendorong Martinus yang tengah melamun entah kenapa, "apa manusia selalu takut jika kehilangan orang tercintanya?" Gumam Martinus membuat Kanya mengernyit.

"Bukan hanya manusia, tapi semua mahkluk, sama seperti kau menjauhiku dari Marcus, lihat, sekarang kau yang dijauhi cintamu sendiri." Jawab Kanya menaiki tangga,

"Bukan aku yang menjauhimu dengan Marcus, tapi Marcus yang bermain-main denganku."

"Terserah kau mau bicara apa, oh ya? Kenapa kau membebaskanku?" Tanya Kanya dibalas senyuman sinis oleh Martinus,

"Bantu aku temukan Intan di Swedia, kau manusia dan kau perempuan, dan pastinya Intan akan tenang bersamamu." Ucap Martinus.

"Keuntungannya untuku?" Tanya Kanya pelan,

"Aku membebaskanmu dan Marcus takan terluka jika kau masih dipenjara, kau tau, Marcus pasti akan datang dan menjemputmu dengan kekuatan seadanya, tak sebanding denganku, bisa kau bayangkan?" Senyuman Martinus benar-benar membuat Kanya marah,

"Baiklah, jika bukan karena Marcus."

"Kau tau itu."

***

Mata Intan menatap sekelilingnya, terakhir kali ia berada di Swedia bersama Martin disebuah kedai Permen dan kali ini Intan melewati kedai itu bahkan mampir,

"Hai." Sebuah suara menyadarkan Intan kedunia nyata, matanya mengerjap menatap gadis berambut pendek dengan pakaian yang keliatannya seorang pelayan.

"Maaf..maaf, aku ingin memesan permen pisangnya, ada?" Gadis berambut pendek berkacamata melirik Intan dengan senyuman, "kurasa kedatangan nona terakhir kali dengan kekasih nona, bukan?" Kali ini Intan menatap tajam pelayan itu, "benar." Jawab Intan, dan tak lama setelah perbincangan kecil mereka permen yang dipesan Intan datang,

"Aku akan menemanimu, bagaimana? Aku tau sendirian itu sepi dan menyakitkan." Ucap gadis pelayan itu dibalas tawa Intan, "kurasa kau sedikit berpengalaman soal hm, sendirian." Sambil menjulurkan tangannya Intan menjabat tangan pelayan itu, "aku Kanya Da-sean" dibalas senyuman oleh Intan.

"Intan Swaried."

Sepulang dari kedai permen, Intan menatap lekat tas permen pisang khas swedia kesukaan Martin ditangan kirinya, sedangkan ditangan kanannya terdapat pegangan erat dari tangan Kanya, yang entah mengapa menjadi temannya.

"Kau mau kuantar?" Menatap Kanya, Intan sedikit mengernyit.

"Kau tau Hotelku?" Ucap Intan menggoda, "tidak." Jawab Kanya dibalas kekehan oleh Intan, "baiklah, tapi kuhargai niatmu yang menurutku sangat-sangat baik, tapi kali ini aku tidak akan pergi ke Hotel dimana aku menginap, aku harus mengunjungi seseorang." Dibalas anggukan oleh Kanya, Intan kembali tersenyum.

"Aku akan mengantarmu, bagaimana?" Tawar Kanya, "baiklah."
Melewati beberapa gang sebelum kedai permen, didekat sebuah pohon mapple, sebuah rumah bergaya tua berdiri kokoh menghadap kejalanan bergaya modern, dengan rintik-rintik hujan yang mulai menderas, akhirnya kedua gadis itu langsung menerebos masuk setelah sang empunya membukakan pintu.

"Ron, diluar hujan, dimana Sean?" Tanya Intan pada lelaki tua sebaya dengan ayahnya, berambut pirang dengan kumis tipis yang ramah,

"Sean? Dia sedang mengahangatkan makanan, ada apa Intan dan siapa diluar sana? Apa dia temanmu?" Tanya Ron menyadarkan bahwa Kanya masih diluar,

'Mungkin dia malu.' Pikir Intan kembali membuka pintu sebelum Sean memanggilnya,

"Intan bantu aku!!" Teriak Sean dari arah dapur sedikit membuat Intan kesal karena bajunya yang masih basah kuyub, "Ron, tolong bujuk temanku untuk masuk." Pinta Intan kearah dapur, "baik anak muda." Jawab Ron.

Menatap Sean yang sedikit kesulitan menuangkan teh keatas cangkir sedikit membuat Intan geram, "bukan begini paman Sean, apa kau tak pernah membuat teh sebelumnya?" Oceh Intan sambil menuangkan tehnya membuat Sean terdiam sesaat.

"Dulu putriku yang melakukan semua itu." Jawab Sean pelan, namun masih terdengar jelas oleh Intan, "putrimu? Kau punya anak?" Tanya Intan pelan,

"Tentu saja, sama sepertimu, seusiamu, dan entahlan, Vampire itu membawanya pergi."

Degg, ucapan Sean benar-benar membuat Intan terkejut, bahkan teh dipegangannya sempat tertumpah pelan,

"Ada apa? Hey anak muda, jawab aku." Kesal Sean menatap Intan aneh dengan raut terkejutnya,

'Siapa vampire yang dimaksud paman? Apa sebegitu lumrahnya soal vampire disini? Bahkan aku yang sudah hidup beberapa hari dengan mereka masih takut untuk sekedar menyebut nama keramat itu.' Pikir Intan,

"Vampire?" Gumamnya dibalas anggukan oleh Sean, "apa kami lupa menjelaskannya padamu, jika kami bertiga termasuk Hens adalah Vampire Hunter?"

Degg, 'vampire hunter!'

"Baiklah, mungkin kau terkejut, tapi vampire itu nyata dan ada, putriku diculiknya, oke nanti kami akan menjelaskan semuanya padamu, tetapi antar dulu teh ini, kau bilang temanmu datang." Ucap Sean mengekori Intan keruang tamu sambil membawa cangkir teh, kemudian duduk disofa dimana Kanya dan Ron dengan asiknya bercengkrama bersama,

"Kanya, maaf membuatmu menunggu, itu Ron, ya walau kau sudah berkenalan, dan ini Sean," sambil menyingkir dari hadapan Sean, terlihat mata Kanya dengan pelan melebar, kemudian bergetar dengan gelagat aneh, begitupun dengan Sean, semua itu diamati Intan hingga akhirnya Kanya bangkit,

"Maafkan aku ayah."

My Posesif VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang