Dia Berubah

109 4 12
                                    


Pagi di hari libur ini seharusnya menjadi hari untuk diriku. Tapi kenapa semua hal yang kita inginkan tidak pernah sejalan dengan kemauan kita, Entah karena untuk kebaikan atau karena hal lain.

***

“Nadia.” kata seseorang yang masuk ke kamarku. Dan Ilham lah yang tenyata datang sepagi ini kerumahku.

Oh iya pagi setiap orang itukan relatif, tapi kalo menurutku jam 10 itu masih pagi. Jadi..
“Hah?”  jawabku setengah sadar.
“Ini gua ilham.” Kata dia menegaskan padaku.
“Iya terus?” Jawabku sambil berfikir
“Ini ilham.” katanya menegaskan untuk kedua kalinya padaku.

Dan pada akhirnya aku sadar bahwa Ilham sedang didalam kamarku, Ilham. Ya, ILHAM. dikamarku yang berantakan dan sekarang aku sedang tidur dengan posisi tengkurap dibalut selimut, bantal berada di bawah kakiku dan guling dibawah pipi tembamku. Dan ilham sedang melihat pose itu. Kemudian aku langsung bangun terperanjat dengan posisi duduk.

“Ilham? Hah? Ngapain kekamar gua?” kataku sambil terperanjat dari tempat tidur. Untungnya aku bukan tipe orang yang ngorok apalagi ileran saat tidur, jadi amankan.
“Kata mama elu, lu yang nyuruh gua kesini.” jawabnya sambil mata yang diam-diam melihat kesekeliling kamarku.
“Oh, iya. Tapi kenapa jam segini?”
“Ini udah menuju siang Nad. Masa elu mau tidur terus?”
“Kan libur, ga apa-apa atuh tidur juga. HAK!.” jawabku sambil berjalan menuju tempat rias.
“Iya tau. Tapi kapan kita mau nyari rumah makannya kalo elu belum mandi jam segini?”
“Iyaa sekarang gua mandi. Elu tungguin aja.” kataku sambil berjalan dengan mata yang sayu menuju toilet dan kemudian mandi, pipis, buang hajat dan ganti pakaian.

Kemudian aku keluar toilet dan..

“Ngapain lu masih disini? Kan tadi gua udah bilang tungguin?” kataku pada Ilham yang masih ada didalam kamarku.
“Elukan enggak bilang buat gua nungguin di bawah, ya gua tungguin elu disinilah.” jawab Ilham dengan wajah yang sedang melihat foto didalam kamarku.
“Gini nih, orang pinter yang idiot.” kataku sambil berjalan menuju meja rias.

Karena hari ini pasti panas-panasan dimotor, maka aku perlu pake sunblock dan pelembab muka serta lips Tint.
“Gausah cengo. Kebo yang satu ini juga perempuan.” kataku ketus pada ilham yang sedang melihat sisi wanitaku.
“Yaiyalah, gua juga tau kali kalo elu perempuan.” jawabnya sambil cepat-cepat memalingkan wajah.
“Ayo ah.” kataku yang sudah selesai dandan.

Dan kami pun turun ke lantai bawah. Lalu mendapati mama sedang menyiapkan sarapan pagi menuju siang untukku.
“Ayo pada sarapan dulu.” ajak mama padaku dan Ilham.
“Ehh, saya gausah tante. Tadi udah sarapan.” tolak halusnya pada Mamaku.
“Enggak bakalan mati kali, kalo sarapan dua kali? Ya kan Mah?” kataku pada Mama sambil menyindir tolakan Ilham.

“Nah bener tuh. Ayo nak sarapan kedua kalinya.” ajak mama pada Ilham lagi.
“Iya tante.” kata ilham. Terpaksa.
Raut wajahnya yang ingin menolak sangat jelas terlihat, entah karena rasa hanya segan atau memang lapar lagi akhirnya dia sarapan bareng dengan aku.

Aku sarapan dengan damai. Karena Mama kembali mengerjakan pekerjaannya yang sudah ditunggu oleh konsumen. Dan tau lah, mana ada kata yang terucap dari mulutnya Ilham. Sedangkan aku masih mengantuk sambil mengunyah.

“Mah aku berangkat.” kataku yang sudah selesai sarapan sambil berlalu jalan keluar rumah.
“Iya hati-hati yah. Jangan lupa makan lagi nanti.” kata Mama dari dalam ruang kerjanya.
“Tante saya pamit. Terima kasih tante sarapannya.” kata Ilham menyusul sambil berlalu jalan keluar juga.

Dan akhirnya kita pun mulai perjalanan mencari tempat makan tersebut. Ternyata selain mencari rumah makan untuk makan panitia selama kegiatan kita mendapatkan tugas tambahan untuk membeli bahan-bahan keperluan untuk MPLS. memang tidak banyak, karena bagi-bagi tugas. Tapi tetap saja itu menjadi beban tambahan untuk kita berdua.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang