Awal yang Semu

49 3 2
                                    


Seperti hanya sebuah bayanganlah yang di jadikan hadiah dalam acara perlombaan. Tak bisa dilihat, tak bisa dirasakan. Tapi semua orang berkata bahwa itulah hadiah yang kita dapatkan, karena kita adalah seorang pemenang. Terasa percuma.

***

Akhirnya aku diantar sampai kerumah oleh Ilham. Dan selama di perjalanan, semua terasa hening tapi..

"Seminggu lagi gua berangkat ke Kalimantan Nad." Kata Ilham tiba-tiba.

"Buat Olimpiade? Di Kalimantan sekarang tempatnya?"

"Iya. Yah, jadi sebisa mungkin sekarang ini gua puas-puasin ketemu sama elu."

"Kenapa? Kenapa ketemu sama gua?" jawabku yang spontan setelah mendengar pernyataan dari Ilham.

"Karena kalau disekolah guanya sibuk."

"Iya emang elunya jadi sibuk, ehh" jawabku yang menyadari adanya keanehan dari pembicaraan ini.

"Sampe Nad." Kata Ilham yang memberitahu bahwa kita sudah sampai di depan gerbang rumahku.

Didepan gerbang terlihat Mama sedang mengambil pesanan makanan yang sepertinya Mama pesan karena Mama enggak masak lagi.

"Eh, baru pulang? Eh, ada Ilham." Kata Mama padaku dan menyadari kehadiran Ilham.

"Sore tante." Jawab Ilham pada Mama dengan senyuman ringan.

"Ah iya masih jam setengah tujuh, jadi masih sore yah. Yaudah sekalian makan didalem. Nadia ajak Ilham nya ke dalem. Suruh makan bareng, Papa udah nungguin." Kata Mama padaku dan langsung masuk kedalam setelah membayar pesanan pada pengantar makanan.

Ilham langsung melihat kearahku setelah mendengar perkataan Mama, dan aku hanya melihat kearah Ilham dengan wajah datar yang sebenarnya itu terkejut.

Ah, Nadia super bego! Kataku dalam hati sambil garuk-garuk kepala.

"Masuk Ham." Kataku pada Ilham akhirnya.

"Motornya masukin kedalem." Sambungku.

"Ah iya." Jawab Ilham sambil memasukan motor kedalam garasi rumahku.

Dan di dalam ada Papa yang sedang menonton televisi, sedangkan Mama ada di dapur sedang menata makanan di meja makan.

"Ah gua mandi dulu yah Ham." kataku sambil berjalan menuju kamar. Tapi Ilham malah mengikuti langkahku.

"Eh ngapain?" tanyaku pada Ilham.

"Masa gua harus duduk sama Papa elu, selama gua nungguin elu?"

"Nunggu diluar pager juga boleh." Jawabku sambil naik tangga keatas.

Entah apa yang terjadi di bawah. Mungkin Ilham bergabung dengan Papa atau Ilham bergabung dengan Mama, dan dengan siapa pun dia bergabung itu akan bahaya. Percayalah.

Setelah selesai mandi dan ganti baju, aku pun langsung turun kebawah. Dan aku lihat Papa, Mama dan Ilham sudah ada berada di meja makan dengan tawa yang terpancar dari masing-masing wajah.

Aku yang baru datang langsung duduk di kursi, tanpa kata.

"Nadia, kenapa enggak bilang ke Mama kalau Ilham minta tolong ke Mama bikin kursi?" Tanya Mama padaku.

Wah, wah, wah, Ilham bilang apa nih? Kenapa Mama bisa jadi tau, ah udah ini mah. Udah, pasti selesai. gerutuku dalam hari sambil mengacak-ngacar poniku. Karena aku gugup.

"Ah itu, waktu itu kan Mama lagi sibuk. Jadi enggak Nadia tanyain, dan sekarang Mama udah enggak sibuk Nadianya malah lupa. Hahahaha." Jawabku yang diiringi tawa canggung.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang