Maaf karena aku menjadi manusia yang sangat egois. Tapi aku percaya kalau dia akan mengerti. Mengerti kalau aku sayang padanya.
***
Aku sudah mulai terbiasa dengan rutinitas berangkat sekolah yang diantar oleh Yusuf."Sav, gua mau ngomong.." kataku pada Savira saat bel istirahat berbunyi.
Dan aku menceritakan semuanya dari awal sampai pertengahan, karena aku belum tau akhirnya seperti apa.
"Hah? Serius Nad? Jadi sekarang elu?!" jawabnya yang sangat terkejut.
"Iya Sav, iya." jawabku dengan wajah datar.
"Apa? Apa, kenapa si Nadia?" kata ketua kelas yang ikut masuk kedalam pembicaraan aku dan Savira.
"Hahahahaha, engga apa-apa Ti." jawabku pada Tiara(ketua kelas).
"Eh Ti, elu ketua kelaskan? Biasanya dapet kabar tentang Olimpiade? Secara yang ikut lomba sekarangkan anggota kelas kita? Ya kan?" tanya Savira pada Tiara.
"Kenapa emangnya? Mau tau keadaan Ilham yah?" goda Tiara pada Savira.
"Eh, bukan gua Ti! Si Nadia nih!!" jawab Savira sambil menunjuk aku.
"Ehh ehh, kenapa jadi ke gua sih?!" kataku yang tak ingin dicurigai.
"Hahaha, gua kasih tau yah. Ilham tuh udah mulai lomba hari ini. Hari ke 4, dan katanya dia aman-aman aja. Karena ternyata kasus Ko Yossi yang kemaren udah diberesin dan dibasmi abis sama panitia bentukan baru periode Presiden baru ini." jelas Tiara pada aku dan Nadia.
"Tapi, bukannya elu udah tau yah Nad tentang jadwalnya Ilham?" sambung Tiara padaku.
"Hah?! Jadwal Ilham? Ah, iya. Hehehe" jawabku sambil garuk-garuk kepala.
"Ah pantesan lu enggak galau. Dasar!" goda Savira padaku.
"Eh!, tapi Ilham emang baik loh orangnya. Ganteng juga kan, yah? Rajin lagi sholatnya. So, apa lagi yang kurang? Olahraganya juga jago." kata Tiara.
"Hahaha bener banget Ti." jawab Savira sambil menyikut tanganku.
Ah udahlah, jangan bikin aku makin ragu sama keputusan aku. Kataku dalam hati.
"Udah ah! jadi aja gua kaga jajan nih. Gua ke kantin yah." pamit Tiara.
"Eh bareng Tiii!." jawab Savira yang tidak membawa bekal.
"Dadahhh.!" jawabku yang melanjutkan untuk menunggu Yusuf mengahmpiriku didalam kelas.
Aku makan bekal bersama Yusuf. Dia makan dengan lahap, seakan-akan ini adalah makanan yang sangat ia sukai.
"Segitu sukanya atau segitu lapernya?" tanyaku pada Yusuf.
"Hahah, keliatan banget yah?" jawab Yusuf dengan tawanya.
"Lebih kekangen sih Nad, kangen masakan Ibu aku." sambungnya.
"Cup cup cup, makan lagi yah dekk." godaku. Karena aku enggak mau sedih.
"Hahaha" tawaku dan tawanya.
Mungkin hanya ini yang bisa aku lakukan, untuk membalas kebaikan Ayahnya Yusuf yang dulu pernah menggantikan peran Papaku untuk bermain bersamaku.
Semoga cukup.
**
Bel sekolah pun berbunyi, Aku dan Yusuf pulang. Di tengah perjalanan Yusuf mendapatkan telpon. Akhirnya kami pun menepi ke pinggir jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Berbeda
RomanceDia yang berbeda dari apa yang selalu orang lihat dan pikirkan. seperti gunung es yang tiba-tiba mencair. Bisa mendatangkan sebuah pemandangan menyejukan dari hijaunya rumput yang mulai tumbuh atau bisa saja mendatangkan sebuah banjir bandang akibat...