Seperti Angin

12 0 0
                                    

Karena aku bukan orang yang egois, Maka aku memulai semuanya dari awal. Ya, benar-benar dari awal.

Dan aku yakin kan, bahwa tak akan ada seseorang yang aku buat kecewa LAGI.

***


"Mau jalan-jalan enggak Nad?" ajak Savira setelah bel pulang sekolah berbunyi.

"Enggak Sav, mau tidur gua. cape." jawabku.

"Okee, kalau ada apa-apa telpon gua yah. Cerita aja, Jangan malu. Karena gua sahabat elu." kata Savira sambil langsung meninggalkanku dikelas sendiri.

Aku selalu merasa bersyukur, karena ada Savira didekatku. Dia, sudah seperti saudara kembar bagiku. Segalanya? Tidak. Tapi dia punya segalanya yang aku butuhkan.

Tapi aku selalu saja mencari pada orang lain, tentang hal lain yang tidak ada pada dirinya. Karena aku terlalu serakah. Terlalu serakah untuk memiliki semuanya.

Karena hidup adalah tentang pengorbanan, maka akan ada yang jadi korban. Karena hidup bukan tentang keserakahan. Percayalah.

02:37:48. Mungkin, selama itulah aku berbicara dengan Savira di telepon.

Sepulang sekolah aku langsung menelpon Savira dan aku menceritakan semuanya. Semuanya. Dan aku pun mengutarakan keinginanku. Keinginanku untuk jauh dari Ilham karena perasaan bersalah.

Savira memahami semuanya. Karena dia sahabatku.

*

Benar saja, Sudah dua bulan berlalu. Dan aku benar-benar jauh dengan Ilham.

Ilham kembali seperti orang asing bagiku. Tanpa senyuman, dan kata singkat yang aku terima darinya.

Mungkin aku pantas menerima semuanya. Karena aku yang bersalah.

Tak ada yang menarik padaku setelahnya. Karena itu waktu terasa cepat berlalu. Dan album fotoku selama SMA telah terpenuhi dengan foto-foto kenangan bersama teman-teman di SMA.

Yaa, aku sudah lulus SMA dan aku memilih jurusan Arsitek disalah satu Universitas Swasta.

Karena aku tidak masuk SNMPTN, jadi aku ikut SBMPTN untuk memasuki Universitas Swasta. Dan aku berhasil.

Savira pun masuk ke Universitas keinginanya, yaitu Universitas Negeri yang satu kota denganku.

Dan kami pun tinggal di atap yang sama dengannya. Dan aku pun telah melupakan tentang masa lalu, atau lebih tepatnya masa burukku.

Entah Ilham masuk Universitas mana, tapi yang aku tau adalah dia sama sepertiku. Tidak masuk SNMPTN, karena sewaktu kelas 12 dia sempat tak masuk sekolah selama satu bulan, akibat terkena penyakit demam berdarah.

"Halo semua, Nama Saya Nadia Shihanna Iswanto. Aku lulusan tahun 2017. Mohon bantuannya semua!" kataku yang sedang memperkenalkan diri di depan anggota kelompok yang lain.

"Wah, kamu orang jepang? Kok Shihanna?" kata Raditya, Anak Jakarta lulusan tahun 2017.

"Rihanna kali ah!" kata Bimo (Anak Bandung asli, lulusan 2016) nyeletuk.

"Hahahaha" jawabku yang diiringi duduk.

"Wahh, keren nih. Nadia rada pedes yah!, hahaha. Pada di kacangin gitu." kata Reza mentor kelompokku.

"Ah iya perkenalkan, ini mentor tambahan disini. Nama dia Maria Mauren." tunjuk Ka Reza pada wanita disebelahnya.

"Hai semua! Salam kenal yah!" katanya dengan wajah penuh senyuman.

"Dan gimana? Kalian udah milih ketua kelompok? Enggak ribet kok tugasnya. Cukup berkomunikasi dengan anggota kelompok dan membuat kelompoknya mengerjakan tugas aja. Simple kan?" jelas Ka Reza.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang