kabut

23 1 0
                                    

Hanya maaf yang terucap setelah mengingkari semuanya. Semua janji yang telah terucap hanya dilaksanakan dengan kata 'maaf'.

***


"Dek, yang kemaren nangiskan?" tanya seseorang.

"Ah? Aa Dito?(Ka Dito)" tanyaku untuk meyakinkan pada seorang yang bertanya padaku.

Ya, Ka Dito atau Aa Dito itu adalah seorang pria yang menjaga dan melayani pelanggan supermarket depan kompleks.

Aku kenal dia. Dan aku malu karena dia melihat hal kemarin.

"Hahaha!, lucu kamu dasar." tawanya yang kemungkinan sudah dia tahan dari tadi.

"Hehehe." tawaku untuk menyembunyikan rasa malu.

"Ini cowo yang kemaren, pas kamu pulang naik mobil. Dia balik lagi, nitipin ini." kata Aa Dito padaku sambil memberikan sebuah bingkisan yang kira-kira berukuran 45cmx30cm.

"Hah? Serius cowo yang kemaren Aa?" tanyaku yang tak percaya.

"Iya. Serius, Aa aja masih inget namanya siapa. Hahaha!"

"Oke percaya. Gausah diperjelas, malu. Aku berangkat yah Aa." pamitku yang buru-buru karena angkot telah tiba.

"Yooo, ati-ati dek." jawabnya.

Apa ini isinya? Gamungkin kan aku bawa sampe kekelas? Mana sekelas lagi sama Ilhamnya, tapi gimana? Mana penasaran lagi ini isinya apa? Ahh, fix ulangan matematika hari ini pasti jelek.
Kataku dalam hati.

Savira menyambutku tanpa curiga. Bingkisan dari Ilham sudah aku titipkan ke satpam sekolah.

"Ciee, yang mau ketemu Ilham." kata Savira dari belakangku, sambil sengaja menyenggol bahuku.

"Ehh, kok bengkak sih mata lu Nad? Kenapa?!" sambungnya setelah melihat wajahku.

"Hahaha, biasa. Banyak tidur." alibiku.

"Bohong! Emangnya gua anak TK Nad!" jawabnya yang menginginkan penjelasan.

"Nad!" kata Yusuf yang sedang mencariku.

"Gua duluan Sav." pamitku pada Savira.

"Hah? Gilaa! gua ditinggal." jawabnya yang tak percaya, dan mulai mencurigai kalau aku menyembunyikan sesuatu. 

"Gimana mobilnya udah bener?" tanyaku pada Yusuf.

"Udahh, tau gitu tadi aku kerumah aja. Toh masih sempet ternyata." jelasnya.

"Ah gausah. Aku kekelas yah." pamitku pada Yusuf.

Dan aku kekelas. Di dalam kelas, seperti yang sudah kalian duga adalah Savira memasang wajah acuh padaku.

"Nanti gua cerita Sav, tapi enggak sekarang. Soalnya nanti elu aduin lagi ke Ilham." godaku pada Savira.

"Hehehe, elu udah tau yah Nad?" tawanya yang malu karena ketahuan cerita pada Ilham.

"Iya." jawabku yang membalas keacuhan Savira tadi.

"Ehh, tau ga Nad. Ada jajanan baru dikantin." rayunya padaku.

"Enggak tertarik." jawabku.

"Iya iya iyaa, maaf Nad gua enggak minta izin dulu. Tapikan tetep aja enggak adil buat Ilham, masa cuman ditinggal seminggu langsung sama yang lain. Jahat tau ga!" kata Savira akhirnya.

"Ya, makanya gua minta maaf kedia. Iyakan?" jawabku.

"Tetep aja enggak adil Nad. Ini tuh perasaan, bukan pengumuman. Yang bisa selesai dengan kata maaf."

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang