Apakah ini mimpi?

64 4 2
                                    


Kuharap semua bukan mimpi. Karena suara ini, kata-kata ini adalah sesuatu yang ingin aku dengar. Walau pun aku tak tau kenyataannya, tapi aku suka dengan kata-katanya. Membuatku merasa nyaman.

***

Suaranya menyatu dengan dayuan angin yang mengalun perlahan-lahan. Membuatnya terdengar seperti irama yang membuat kita nyaman. Seperti seorang ibu yang menyanyikan lagu pada anaknya agar sang anak merasa nyaman dan bisa terlelap.

“Maaf yah Nadia. Seharusnya gua enggak ngajak elu kesini. Maaf, karena tadi gua bener-bener panik. Dan enggak tau harus ngapain, karena enggak mungkin juga kita nyari ulang tempatnya. Sekali lagi maafin gua yah ngebuat elu harus tidur dibangku kaya gini. Gua bakalan beresin semuanya, supaya elu bisa cepet pulang kerumah dan enggak kena flu. Gua janji kejadian ini enggak bakal terulang lagi. Selama elu sama gua. Maafin gua sekali lagi.” dan kata-kata tersebut diakhiri dengan tangan yang membelai rambutku perlahan-lahan.

Sungguh mimpi yang sangat indah. Sangat indah, sampai-sampai aku tidak ingin bangun dan menghapus semua mimpi itu.

Tapi kemudian, ‘Tik tik tik’ rintikan air yang bisa aku rasakan di atas wajahku, “wahhh! Jangan-jangan aku udah ada dirumah dan mama berencana membangunkanku dengan cara membanjur aku dengan air” Pikiranku yang membuat aku segera cepat bangun dari tidur. Dan disaat aku terbangun, Iham pun berlari kearahku dan membawa aku kedalam ruangan agar aku tidak kehujanan.

“Lu bawa mantel kaga?” Tanyaku pada Ilham sambil memandang rintikan hujan yang cukup deras dari  pintu.
“Bawa, tapi buat gua doang.”
“hmm-_-(mungkin inilah ekspresi wajahku)”
“Udah jam setengah 8 mau nekat aja?” ajak Ilham dengan ekspresi ragu.
“Oh iya kue mama lu gimana?” tanya ku yang mengingatkan Ilham.
“Ahh iyaa! Gua ambil kue dulu. Elu tunggu aja disini.” idenya.
“Hah? Disini? Mending gua ikut aja sama elu.” pintaku.
“Hujan. Nanti elu kebasahan.” jawabnya.
“Biarinlah, dari pada gua nunggu disini.”
“Elu pake celana mantelnya aja. Gua pake atasannya.” usul Ilham kemudian.
“Iya ayolah buruu.” jawabku yang menyuruh agar cepat berangkat sebelum larut malam dan hujannya semakin deras.

Dengan rintikan hujan yang deras, kita berdua pun melaluinya dalam keheningan. Dan yang perlu diingat adalah kita harus menghindari lampu merah selama perjalan. Agar air hujan yang menetes pada baju kita tidak semakin banyak.

“Tau gitu gua pakein sampo dah ini rambut.” kataku yang memecahkan keheningan selama perjalanan.
“Biar?” tanya Ilham kemudian.
“Biar sekalian bersih. Sampe rumah tinggal tidur.” jawabku dengan muka kelelahan.
“Maap Nad ,gara-gara gua elu jadi susah gini.”
“Sebenernyakan yang salah itu keadaan yang diamana ibu rumah makan jadi ngebatalin perjanjian sepihak. Lebaran masih lama, jangan minta maaf terus.”  jawabku yang mungkin sedikit merasa kesal.
“Sebagai kata permintaan maaf, nanti gua teraktir elu makan.”
“Wahhh, boleh tuh idenya bagus banget!” jawabku kegirangan, sambil menghibur diri.
“Iya, elu mau nambah lima kali juga boleh”
“Yess” jawabku.
"Tapi Nad, sekarang tuh elu lagi pake helm. Kalau pun rambut elu di kasih sampo, yah air hujannya juga kaga bisa ngebilas sampo elu. Hahaha" kata Ilham sambil ketawa.
"Ihh kan perumpamaan. Biar kerenan dikit, bzzz" jawabku dengan nada datar yang diiringi tawa karena mendengar tawa Ilham dibawah rintikan hujan malam hari. 

Dan kami pun sampai. karena kita sudah sampai di toko kue langganan mamanya Ilham. “Yuk masuk ambil kue, sekalian angetin badan didalem.” kata Ilham padaku, dan aku pun langsung mengikuti dia dari belakang seperti ekor yang tidak pernah lepas dengan bokongnya.

“Eh Ilham udah gede aja.” kata pemilik toko kue pada Ilham. “Ini siapa? Pacarnya yah?” sambungnya.

Wah ini tante-tante kebangetan nanyanya, kaga nanya ini temenya langsung nanya ini pacarnya ya’ Kataku dalam hati.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang