Tak tertahankan

5 0 0
                                    

Aku rasa semuanya telah berakhir. Tapi percayalah, ketika semuanya telah selesai dan suatu hubungan telah berakhir. Maka disitulah, sebuah awal akan dimulai.

***


"Ngapain lu kesini?!" tanya Raditya pada Ilham.

Dia tidak menjawab. Tapi dia langsung datang kepadaku dan menarik tanganku untuk keluar dari tempat ini.

"Apaan sih Ham?!! Lepasin! Lu kenapa sih!" kataku yang enggak bisa mencerna tentang situasi ini.

"Gua anter pulang Nad!" katanya.

"Apaanya yang dianter pulang?! Lu kira gua mau lu anter pulang?! Hah?! Setelah elu tiba-tiba dateng dan nyeret gua keluar kaya anak kucing?! Hah?" kataku yang emosi karena Ilham selalu seperti ini. Selalu menyimpan semuanya sendiri.

"Raditya temen gua Nad." katanya dengan nada yang tenang.

"Iya! Gua tau. Kenapa?!" tanyaku yang masih belom tenang.

"Yusuf juga temen gua Nad." jawabnya kemudian.

"Iya tau!" kataku yang selalu tidak otomatis mencerna perkataan yang akan keluar.

"Itu semua udah lewat Ham ." kataku dengan nada yang berusaha tenang.

"Tapi gua enggak mau kaya dulu Nad." jawabnya padaku.

"Gua sayang sama elu. Gua masih sayang sama elu." sambungnya padaku.

Aku tak bisa menjawabnya, tapi aku bisa menatapnya. Dan tak lama air mataku pun keluar dengan sendirinya.

Air mata yang selama setahun lebih ini aku paksakan untuk mengering, akhirnya banjir kembali.

Dan aku pun runtuh. Enggak, dan semuanya pun runtuh. Aku langsung duduk dibawah dengan tangan menutupi wajahku yang menangis.

Tak kupikir selama ini, bahwa Ilham bisa menahan semuanya dengan wajah setenang itu. Sungguh luar biasa.

"Ah! hiks hiks!" kataku yang bangkit dan tetap menutupi wajahku.

"Gua pulang." sambungku.

"Gua anter Nad!" katanya dengan memegang tanganku.

"Ham.." kataku yang membuka tangan dari wajahku.

"Gua butuh waktu mencerna semuanya. Mencerna semua yang udah terjadi selama setahun kebelakang." sambungku.

"Gausah dicerna Nad, karena gua sayang sama elu. Sampe sekarang!." jawabnya dengan tangannya yang masih memegang tangganku.

"Iya, gua tau tapi selama ini apa yang udah elu lakuin buat gua? Lu ngehubungin gua? Atau yang lebih sederhana, apa elu senyum saat berpapasan sama gua?" kataku dengan setenang mungkin dari segukan menangis.

Dia tak menjawab, tapi dia melepaskan tanganku.

Aku pun pulang dengan taksi. Terpaksa.

Karena tak mungkin aku naik angkot dengan wajah seperti ini dan aku masih menangis.

Sesampainya di apartemen aku langsung tidur, seperti biasanya aku setelah menangis.

*

Pagi menyapa dengan wajahku yang sembab.

Ada kelas bimbingan jam 10 lagi. Kataku yang ingat saat sedang menggosok gigi.

Banyak pesan yang masuk kedalam handphonekku. Dan aku mencoba untuk mengabaikan semuanya dan bersiap-siap untuk berangkat ke kampus.

"Nadia!!" kata Raditya dari arah belakangku.

"Udah siap persentasi tentang ide?!" katanya dengan antusias seakan-akan kejadian kemarin tak terjadi.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang