kenyataannya

15 0 0
                                    

Hidup bukan tentang dikelilingi oleh hal-hal atau pun orang-orang yang kita sukai kan? Hidup tentang cara kita menerima semuanya dengan cara yang kita sukai.

***


Hari minggu yang menjadi hari sah liburnya semua orang adalah hari yang menyenangkan. Semoga..

"Nadia bangun sayang.." kata Mama yang masuk kekamarku.

"Kenapa Mah?" jawabku yang masih ingin tidur lagi.

"Ah gini, jadi gini neng(panggilan untuk perempuan dalam bahasa sunda). Jadi, Mama ada janji ketemu sama Tante Risma(Tanteku dari Papa).

Tapi hari ini juga Mama ada janji nganter Mama Ilham buat cari bahan, sama bikin model buat design furniture yang mau dibuat..." jelas Mama dengan nada yang hati-hati.

"Iya... Nadia ngerti. Jam 8 nanti Nadia kebawah." jawabku dengan nada yang masih mengantuk.

"Mama tunggu dibawah yah." kata Mama kemudian.

Ya sekarang baru pukul 06.29 wib, dimana rencananya aku mau bangun pukul 10.00. Sirnalah semua.

Aku pun mulai untuk siap-siap, dan setelah selesai aku turun kebawah.

Dan diruang tengah aku mendapati Mama sedang berbincang dengan seseorang, jadi aku langsung pamit aja mau menunggu Mama Ilham di teras rumah.

"Mah, aku nunggu Mama Ilham didepan yah." kataku pada Mama.

"Mama Ilham enggak bisa dateng, jadi diwakilkan sama...." jawab Mama yang terpotong oleh sosok orang didepan nya yang membalikkan badan.

Hah? Ah gila aja, masa aku seharian sama Ilham gini. Harus bilang ke Yusuf apa enggak yah? Kalau bilang nanti malah dikira alesan doang, tapi kalau enggak bilang terus nanti kepergok gimana? Aishhh! Gatau ah bodo amat.

Gerutuku dalam hati setelah melihat Ilham.

"Ahh iya, yaudah." kataku yang sok santai.

"Saya pamit Tante." Pamit Ilham pada Mamaku.

"Okayy, have fun yah!! Ehh! Maksud Mama yang bener cari bahannya, kalau enggak ada yang ngerti telpon aja yah.." kata Mama padaku dan Ilham.

"Iyaa, bye!" jawabku yang datar.

Dan aku pun naik motor bersama Ilham.

*

Canggung yang terasa. Entah harus aku yang memulai pembicaraan, atau aku harus menunggu Ilham yang bicara terlebih dahulu.

"Tokonya benerkan kearah sini Nad?" tanya Ilham untuk memastikan arah yang dia ambil adalah benar.

"Hah? Ah iya. Mentok langsuk belok kanan. Nanti langsung da udah masuk daerah tokonya." jelasku.

Dan hening setelahnya..

Entahlah aku pun bingung, dan aku selalu merasa bersalah untuk semuanya. Atau mungkin memang aku yang salah.

Kami pun sampai di toko kayu langganan Mamaku.

"Eh, Nadia!" sapa pemilik toko padaku.

"Pagi Om!" jawabku.

"Mana Mamanya?"

"Ah, Mama ada urusan Om. Jadi aku yang wakil nya, hehehe. Oh iya! Ini Om klien yang mau bikin furniturenya. Jadi kalau Om mau nanya langsung kedia aja." jawabku.

"Ah, saya Ilham." kata Ilham memperkenalkan diri kemudian.

"Ohh kliennya ini toh! Om kira ini pacar kamu yang nganter kesini. Hahaha!, maaf loh ), Om udah baik sangka." jawab Om Wood(panggilan konsumen) diiringi tawa.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang