Artinya

67 1 1
                                    

Karena dengan seiring berjalannya waktu, semuanya akan terjawab. Bila sambil diberi bumbu usaha.

***


Dan isinya adalah jam tangan dan sepatu. Dan tak lupa ada sebuah surat juga.

Langsung aku masukkan kedalam tas isi kadonya. Dan aku buang bungkusnya.

"Kenapa dibuang Neng? Sayang itu bungkusnya?!" kata Pak satpam padaku.

"Yang pentung isinya Pak. Bukan bungkusnya. Hahaha" jawabku dnegan diiringi tawa.

"Yeh, si Eneng!. Buruan sana masuk, bentar lagi bel." ingatnya padaku.

"Okay, makasih yah Pak!." jawabku Dan aku pun langsung berlari menuju kelas.

Didalam kelas, tak ada satupun yang curiga kalau aku membawa dua pasang sepatu kesekolah. Yang satu adalah sepatu yang sedang aku pakai sekarang ini dan yang satu lagi adalah sepatu pemberian dari Ilham.

Sebenarnya Savira sempat bertanya tentang sepatu ini, tapi aku menjawab kalau aku ada latihan basket. Dan dia pun tidak curiga, walaupun sepatu yang aku bawa ini bukan sepatu khusus basket.

Ahh lega, untunglah. Kataku dalam hati, karena sampai bel pulang sekolah berbunyi tidak ada yang mencurigai aku satupun.

Begitu pun dengan Yusuf, dia tidak curiga. Dan aku pun pulang sekolah bareng Yusuf.

Sesampainya dirumah, aku langsung masuk kekamar. Karena dari tadi pagi aku sudah penasaran dengan isi dari dalam surat yang diberikan Ilham.

"Mungkin waktunya aja yang enggak tepat, buat gua sama elu Nad. Tapi gua harap dengan waktu(jam) yang tepat lu bisa lari(sepatu) kearah gua. Dan untuk sekilas info, kalau gua bakalan ada selalu buat elu dan gua akan selalu menyambut kedatangan elu, seberapa pun lelahnya, seberapa lamanya elu, atau pun seberapa terlukanya elu saat lari diwaktu yang tepat itu. Gua tunggu Nad."

Itulah isi dari surat yang diberikan Ilham. Mungkin tidak terlalu puitis, tapi bagi aku yang sangat menghormati dan mengagumi dia percayalah bahwa itu membuatku sedih.

Tapi satu hal yang aku tahu adalah Ilham benar-benar orang yang sangat baik. Karena dia tidak memaksa aku, atau pun menyalahkan aku akan semua pilihan egois yang telah aku pilih.

Dan hal itulah yang membuat aku semakin meyakinkan diriku sendiri kalau pilihanku enggak salah. Amin, semoga.

Setelah belajar untuk ulangan besok, dan selesai mandi. Aku pun langsung tidur.

*

Pagi menyapa, dengan memberikan kami semua waktu untuk lebih banyak berbaring di atas kasur.

Hujan rintik-rintik yang membawa Yusuf tetap menjalankan mobilnya untuk menjemputku, dan hujan rintik-rintik yang membuat para siswa membawa payung kesekolah.

"Ah! masa musim panas malah hujan." gerutu Yusuf setelah sampai digerbang sekolah.

"Udah susah diprediksi cuacanya." kataku yang menyahuti gerutuan Yusuf.

"Wey!!" sapa Savira dari belakangku dan Yusuf.

"Dingin yah Vir." kataku membalas sapaan Savira.

"Kode tuh Suf!" goda Savira pada aku dan Yusuf.

"Apaan sih! Aneh!" jawabku yang langsung mempercepat langkah kaki menuju kelas.

Dan ketika aku akan memasuki kelas aku berpapasan dengan Ilham, mungkin lebih tepatnya aku bertabrakan dengan Ilham.

"Ahh! Maaf!" kataku refleks setelah kepalaku mengenai dada bidang seseorang(laki-laki).

"Jangan marah-marah makanya, jadi aja.." kata Ilham refleks sambil memegang kedua bahuku, mungkin antisipasi karena takut aku jatuh kebelakang.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang