Dimulai?

44 4 4
                                    


Entahlah, mungkin ini yang membuat dia jadi berbeda dari yang lain. Dia yang terkadang sehangat mentari, bisa berubah dalam sekian detik menjadi sedingin puncak Gunung Jayawijaya.

***

Pagi pun mulai menampakan kehangantannya. Entah kenapa dan apa yang merasuki tubuhku ini, selama dua hari berturut-turut aku bangun sebelum Mama masuk ke kamar.

Menurutku itu adalah sebuah kemajuan dalam diriku sendiri, tapi Mama menganggap itu sebagai mukzijat.

“Jangan lupa bawa bekal yang udah mama buat.” Kata Mama dari ruang kerja.

“Iya Mah. Nadia berangkat yaa Mah.” Jawabku membuka pintu utama dan berangkat sekolah.


Tin tin tin suara kelakson dari belakangku yang membuat aku terkejut.

Siapa nih? Kayanya Papa deh yang udah pulang dinas. Wah, selamat deh ongkos dua ribunya. Hehehe. Kataku dalam hati.

Dan ketika aku membalikan badan, ternyata Yusuf lah yang membunyikan klakson mobilnya.

“Ayo naik Nad.” Ajaknya padaku.

Yah kebetulan aku orangnya hemat dan Yusuf juga orangnya baik. Otomatis aku naiklah kedalam mobilnya Yusuf.


“Kok bisa ada didaerah sini Suf?” tanyaku sambil masuk kedalam mobil dan memakai safetybelt.

“Tadi abis dari rumah sakit jenguk Papa. Yaudah sekalian aja kesini jemput elu.” Jawabnya sambil menyalakan mesin mobil.

“Oh gitu. Gimana kabar Papa lu? Udah baikan?”

“Ya gitu aja Nad. Enggak ada perkembangan, tapi katanya bakalan jalanin operasi paksa gitu.”

“Wah kok bisa operasi paksa? Maksudnya gimana?”

“Gimana yah, Papa gua juga kan kaga ngerespon. jadi dokter tuh mau nyoba kalau di operasi mungkin aja Papa jadi normal lagi.”

“Kok coba-coba sih? Serem ah Suf. Tanya kerumah sakit lain aja. Konsul?”

“Papa lu sibuk yah Nad?” tanya Yusuf sambil mengubur topik utama.

“Iya. Minggu depan aja katanya mau ke Malaysia. Ada urusan.” jawabku sambil melihat reaksi wajah Yusuf.

“Wah? Lu kaga ikut?” tanyanya lagi dengan wajah tenang.

“Mana ada. Pokoknya rundingin lagi Suf itu usulan operasi paksanya. Ngeri ah kalau coba-coba.” Jawabku yang membangkitkan topik utama kembali.

Yang aku tau tentang operasi paksa itu adalah ketika dimana kita tau bahwa sebenarnya tidak ada kemungkinan atau tidak adanya kepastian yang akan terjadi kepada si pasien setelah menjalankan operasinya.

Dan yang aku tau pun bahwa Yusuf sangat menyayangi Papanya. Sangat.

Akhirnya kami pun sampai disekolah. Dan ketika aku turun dari mobil di sebrang jalan pun terlihat Ilham yang sedang memarkirkan motornya.

Oh masuk sekolah toh dia. Apa handphone nya kecebur ke kloset kali yah. Gumanku dalam hati.

“Ham!” Sapa Yusuf pada Ilham yang membuat aku terkejut mendengarnya.

“Oy!” Jawabnya sambil melihat ke arah aku dan Yusuf.

“Gua duluan yah.” kataku pada Yusuf.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang