Teruntuhkan

30 0 0
                                    

Hanya kata maaf yang selalu aku ucapkan sebelum aku memejamkan mata setiap malam.

Maaf, karena aku mengingkari perkataanku. Dan maaf karena aku tidak bisa membuktikan perasaanku.

***


Savira:
Nad

Aku:

Apa Sav?

Savira:
Dapet kabar dari Ilham?

Aku:
Ga, kan dia gapegang hp Savv

Savira:
Ah gitu. Yaudah selamat istirahat Nad..


Entah apa sebenarnya yang ingin disampaikan oleh Savira. Tapi yang aku tau adalah, aku lelah. Dan aku pun tertidur lelap dengan cepat.

*

Matahari selalu datang dengan cepat, seperti biasanya. Aku yang sudah terbiasa bangun sebelum Mama membangunkanku pun sudah siap untuk berangkat sekolah.

"Mah, ini bekalku?" tanyaku pada Mama saat sudah selesai sarapan.

"Iya.."

"Lah, kenapa ada dua?" tanyaku lagi yang kebingungan.

"Satu lagi buat Yusuf. Nanti kamu makan siang bareng Yusuf yah, jangan buat Yusuf ngerasa sendirian. Kasian." jawab Mama beserta nasihatnya.

"Ahh iya kalau gitu Mah. Aku berangkat yah, Yusuf udah nunggu didepan." pamitku diiringi salam.

"Iya, hati-hati dijalan."

"Dadah Mama, aku berangkat yah." Kataku sambil keluar dari rumah. Dan aku pun langsung masuk kedalam mobil Yusuf.

Didalam Yusuf sudah menunggu aku, dan aku pun langsung masuk.

"Ah itu apa Suf?" kataku yang menyadari kalau kursi belakang bagian dalam mobil Yusuf dipenuhi oleh bunga matahari.

"Itu bunga kesukaan elu Nad, dan buat elu. Gua mau elu jadi pacar gua Nad, bukan cuman temen. Karena cuman elu yang gua punya, cuman elu yang bisa jadi tempat cerita gua. Cuman elu Nad.." katanya sambil memandangku.

"Ahh.." jawabku yang bingung mau jawab apa sebenernya.

"Hahaha, gausah jawab sekarang Nad. Nanti aja, tapi jangan kelamaan. Gua gamau kalau elu jadi punya orang. Karena gua sayang sama elu Nad."

"Ahh, oke. Pulang sekolah aja yah gua jawabnya. Hehehe." jawabku sambil memakai sabuk pengaman untuk menghindari kontak mata dari Yusuf.

"Kok macet sihh" sambungku yang kesusahan memakai sabuk pengaman.

"Sini gua bantuin." jawab Yusuf yang membantuku memakai sabuk pengaman.

Ah sialan, mau ngehindarin matanya malah jadi makin deket gini. Astaga, Tuhan... Kataku dalam hati yang sedang berhadapan dengan Yusuf.

"Ah makasih." kataku pada Yusuf setelah ia duduk kembali di kursinya.

"Santai aja Nad, gausah merah gitu mukanya. Hahaha" jawab Yusuf sambil melihat wajahku yang memerah.

Gimana enggak merah, selain jadi berhadapan dan kontak mata secara intens, aku pun bisa merasakan deru nafasnya. Dan itulah, kenapa wajahku merona. Bzzzz. Malu!.

Akhirnya aku sampai disekolah dengan banyaknya tekanan batin selama perjalanan. Savira menyambutku seperti biasa.

"Kenapa Nad?" tanya Savira setelah melihat wajahku yang masih memerah.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang