Hanya sekedar..

71 4 14
                                    


Bukankah semua orang mempunyai mimpi dan harapan masing-masing?. Tak harus semuanya menjadi kenyataan, karena terkadang yang selalu kita mimpi dan harapkan adalah bukan yang terbaik untuk kita. Jadi ketika semua tidak dapat kita miliki, biarkanlah semua itu hanya sekedar mimpi dan harapan. Bukankah itu lebih baik? Dari pada merelakan semua yang kita miliki sekarang demi sebuah harapan yang tak pasti.

***

Akhirnya aku pun turun dan langsung menuju meja makan, disana sudah ada mama dan papa yang menungguku.

“Kemarin siapa yang nganterin kamu pulang?” tanya papa sambil mengambil nasi.

“Ah itu, Iham. Temen sekelas, temen Osis juga.” jawabku sambil mengambil nasi setelah menunggu papa selesai mengambil.

“Keliatannya baik.” reaksi papa dengan diiringi tangan yang mengambil lauk makan.

“Bukan baik lagi pah, jarang gerak. Makanya baik, jarang ngomong juga.” jawabku sambil mengambil lauk setelah papa.

“Kata mama dia sering kesini?” tanya papa lagi.

“Sering? Lebay mama mah. Baru aja beberapa kali kesini, disebut sering.” jawabku atau belaku? Haha.

“Loh emang seringkan?” bela mama dari dapur karena masih menunggu tumisan sayur matang.

“Bohong pah.” belaku dengan wajah yang tak sabar tumisan sayur matang.

“Yah terserahlah, yang jelas kalau dia anak baik mah enggak masalah.” jawab papa yang sama-sama menunggu tumisan sayur matang.

“Ganteng lagi  pah.” tambah mama yang akhirnya membawa tumisan sayur matang.

“Hmm.” jawabku yang ingin mengakhiri pembicaraan tentang Ilham dan tentunya sambil mengambil tumisan sayur.

“Besok jangan lupa pada pulang cepet yah. Kita harus ke makam.” kata mama sambil memberikan tumisan sayur pada piring papa.

“Siap boss” jawabku serentak dengan papa dan serentak siap makan pula.

Sebenernya sudah lama sekali keluargaku memutuskan untuk tidak mengungkit masalah atau lebih tepatnya kesedihan ini lagi. Karena semua, yah semuanya bagi kita hanyalah masa lalu yang tidak bisa di ulang kembali.

Aku bukan anak tunggal, aku memiliki seorang kakak lelaki. Dulunya.

Waktu aku berumur 6 tahun dan kakakku berumur 7 tahun. Sepuluh tahun yang lalu dari sekarang lebih tepatnya, ia mengalami kecelakaan saat akan berangkat sekolah. Kecelakaan yang membuat mama menangis selama 3 hari berturut-turut, kecelakaan yang membuat papa cuti selama 7 hari dan kecelakaan yang membuat nyawa kakakku terengut.

Sedih, rindu, marah, kesal, ikhlas, benci, mungkin semua diaduk menjadi satu. Tapi kita bisa apa. Selalu saja ada kata 'kalau aja, bla bla bla.' tapi sebenarnya  yang terjadi adalah takdir. Bila dia sudah ditakdirkan pergi dengan cara seperti itu dan saat waktu itu pun mungkin tidak ada yang bisa mengubahnya.

Karena itu sudah menjadi perjanjian antara setiap individu dengan sang penciptanya. Kakakku sorang muslim, ia dikuburkan disamping kuburan nenekku. Dia sudah bahagia bersama disana. Jadi, aku dan semua keluargaku hanya bisa berdoa dan berharap kita akan bertemu di kehidupan berikutnya.

Aku naik keatas dan masuk kekamar, dan merenungkan segala hal yang terjadi hari ini. Begitu lelah, begitu berkesan dan begitu membingungkan. Apalagi pas kejadian di motor, membingungkan.

Dia BerbedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang