[pic] Carla!
*
"Please, please, La, temani aku. Janji nggak akan meninggalkanmu ke WC cowok sekalipun! Hanya sekali ini saja, aku benar-benar butuh bantuanmu!"
Cewek yang dipanggil La, kependekan dari Carla, itu mendengus dari seberang telepon. Tak habis pikir apa yang ada benak sahabat cowok yang tengah meneleponnya kini. Para cowok yang pesonanya sanggup membuat sejuta cewek klepek-klepek seperti ikan lepas itu ternyata tak lebih dari sekelompok pecundang. Ini adalah kali kedua ia menjadi saksinya.
"Ck, Do, berangkat sendiri kenapa deh? Lagian, aku nggak kenal-kenal amat sama teman mainmu di kuliah." Masih dengan memotong-motong kentang--satu-satunya hal yang membuktikan kecewekannya--Carla berseru kepada ponselnya yang dalam keadaan loudspeaker.
"Please seribu please, Carla, my protector, my saviour! Kau tahu aku sudah membuangnya dengan kata-kata kasar dan meremehkan, dan sekarang aku harus bertemu dengannya lagi. Aku bahkan belum bisa get over her, like, completely! Mukaku mau ditaruh mana, La??"
"Kirain screen protector." dengus Carla asal, tapi tak ayal pikirannya terlempar pada kejadian dua bulan lalu. Yup, si cecunguk bernama Aldo yang tengah meneleponnya ini memutuskan ceweknya, yang baru jalan dua bulan, dengan tidak hormat. Memaki-maki seperti orang gila, karena memergoki ceweknya jalan dengan cowok lain--yang, naasnya, lebih ganteng, lebih kaya, lebih segalanya dari Aldo yang sudah jauh di atas cowok pada umumnya itu. Carla tahu, egonya terluka. Terutama karena setelah itu, si cewek tetap berhubungan dengan cowok itu hingga kini.
Mirinda dan Marshal. Pasangan sempurna abad ini. Yang satu anak sulung dari pemilik saluran TV bergengsi di Indonesia, yang satu lagi putra tunggal dari pemilik perusahaan pesawat terbang dalam negri. Nggak susah menebak apa yang mereka makan saat dinner berdua. Emas batangan!
Dan, naas bagi Aldo, keduanya ikut datang dalam pesta yang diadakan teman kuliahnya malam ini. Usut punya usut, Ferry, teman kuliahnya itu, adalah teman main basket dari si Marshal.
Kayak cowok seborjuis itu bakal mau berkeringat-keringat bersama semut-semut yang tak ada apa-apanya dibanding dia saja, pikir Carla ikutan sewot. Palingan juga dia cuma ongkang-ongkang kaki tungguin bola. Giliran nge-shoot dan masuk, dia yang dapat puja-pujanya. Palsu!
Tapi, sebenci-bencinya Carla pada cowok yang secara nggak langsung menghancurkan reputasi sahabat malangnya di seberang telepon ini, nggak lantas membuatnya bertanggung jawab atas si cemen Aldo agar nggak menangis di pestaan juga!
"La?" panggil Aldo setelah Carla terdiam cukup lama. Deuh, kalau sudah begini, Carla jadi susah menolak. Pasalnya, sudah sejak dulu instingnya melindungi yang lemah. Dirinya yang seperti preman dan tukang tawuran ini sering dijadikan perisai bagi sang adik kembar yang pada dasarnya memang cewek tulen dan karena itu lemah secara fisik.
Berarti, Aldo setara cewek lemah macam Claire? Carla tertawa jahat dalam hati.
"Berani nyogok apa, hah." sahutnya sok jual mahal.
"Apapun, Angus, Hotel Mulia, terserah your highness, deh. Martabak tembakan sebakulnya ditambah mas-mas yang jualan sekalian juga boleh."
Carla memutar mata. "Kadang-kadang melucumu keterlaluan, Do. Serius."
"Hmm, keterlaluan apanya?" balas Aldo dengan nada menggoda, yang selalu menimbulkan desahan kagum dari cewek normal manapun. Tapi, Carla sudah kebal.
"Najis! Keterlaluan garingnya! Sudah ah, jemputnya di atas jam enam ya, Cemen!"
"Hush gile, jangan teriak-teriak ngomong jorok begitu! Bikin adikku bangun!"
"Jorok apanya--damn, Reynaldo Serederius! Masih ingin pulang dengan kedua kaki utuh, hah?!"
"For God's sake, Carla!? Ilmu hitam mana lagi yang kaupelajari selama liburan kemarin??"
"Shit! Sabuk hitam, bukan ilmu hitam! Sudah ya, Cabul! I'm hanging the phone--"
Klik. Sambungan terputus. Aldo tersenyum bodoh kepada ponselnya, senang telah berhasil menaikkan darah cewek jadi-jadian seperti Carla. Biar begitu, Aldo tidak main-main jika berkata ia menyayangi cewek itu seperti saudaranya sendiri. Hanya Carla yang selalu bisa diandalkan dalam situasi genting apapun, seperti saat ini.
Dengan hati yang mulai tenang, Aldo pun segera terlelap ke alam boci.
*
"Barbeque?" Mata Carla membulat lucu, membuat Aldo ingin mencubit hidungnya. Namun, tidak seperti cewek normal lainnya, Carla benci di-imut-kan. Dan Aldo sama sekali tak punya niatan untuk membangunkan macan yang tertidur. Jadi, selain tertawa kecil, ia hanya meneruskan menyetir menuju kediaman Ferry.
"Yep. All you can eat. Bagaimana? Nggak nyesel, kan, ikut aku?"
Carla tampak berpikir keras, pura-pura jual mahal. Padahal, jelas-jelas senyum terkembang di bibirnya. Jangan sebut Aldo sahabat kentalnya jika tidak tahu kebiasaan karnivoranya Carla. Satu sapi pun diganyangnya begitu saja andai tak ada yang mengeremnya.
"Sudah sampai. Kau turun dulu, ya, biar kuparkirkan." potong Aldo ketika Carla tidak juga bersuara. Sudah lupa, kayaknya, dengan pertanyaanku tadi, batin Aldo sembari tersenyum kecut.
Carla menonjok bahu Aldo. "Jangan perlakukan aku seperti cewek-cewekmu!"
"Woi, itu pukulan nggak nyantai banget sih?!" Aldo mengelus-elus bahunya sayang, sambil menatap waswas cewek kasar di sebelahnya.
"Banci ah." ucap Carla tak peduli.
Aldo tersenyum geli. "Jangan nervous dong, ah. Cuma pisah sebentar, juga. Lagian banyak anak-anak kita juga, kok. Fred, Albert, Kev, Wilson..."
Carla mengangkat satu alisnya. "Bukannya situ yang nervous?"
"Shit."
Tiba-tiba, kaca mobil di sebelah Carla digedor sang tuan rumah. Aldo menoleh, lalu diturunkannya kaca itu dari remote sentral.
"Ke sini mau turun apa cuma ngasepin seluruh rumah?"
"Biar barbeque cepat matang." sahut Carla asal saja, meski sama sekali tak mengenali cowok yang setipe dengan Aldo itu. Punya gaya dan berduit.
Ferry memicingkan mata sebentar menatap Carla sebelum terbahak. "Do, semenjak kejadian 'itu', kemampuanmu pilih-pilih cewek jadi menurun, ya?"
"You picked a damn wrong girl to mess with, Bro." Bahkan sebelum Aldo selesai bergumam, Carla sudah turun dari mobilnya dan membuat cowok itu mengaduh-aduh sambil meminta ampun.
Aldo mendengus geli sebelum memarkirkan mobilnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Almost Over You
RomanceKadang, aku masih memikirkanmu. Di relung hatiku, aku mengharapkanmu. Dalam kesunyian tanpa kata, dalam kerinduan yang menyesakkan. Tapi, dunia kita terlalu jauh berbeda. Dan, maafkan aku tak cukup kuat untuk menyebranginya, demi untuk bersamamu. Ma...