Chapter 2

11.3K 1K 83
                                    

Ketukan nada 3/4 terdengar. Para pedansa menghentakkan kakinya dan menggerakkan tumitnya. Membuat irama konstan yang bersemangat.

Livia tersenyum pada pasangan dansanya. Hanya sebagai formalitas. Kemudian Livia berputar dan berdansa di hadapan pasangannya. Setelahnya, ia berdiri di samping pasangannya. Kembali menghentak kaki dan tumitnya. Menggemakan ketukan-ketukan nada.

Marzuka bukanlah dansa favoritnya. Livia menyukai semua dansa. Tetapi dansa favoritnya adalah dansa-dansa yang berirama cepat. Alasannya sederhana. Dansa dengan tempo cepat bisa membuatnya lelah. Dengan begitu ia bisa menolak beberapa ajakan dansa.

Dansa cepat menjadi tujuan utamanya setiap dirinya pergi ke pesta dansa semenjak debutnya yang sukses. Livia akan menghentak, berputar dan bergerak lebih bersemangat dari yang lainnya.

Sama halnya dengan yang terjadi saat ini. Gerakan dansa marzuka lambat dan tertata apik tetapi Livia berharap entakkan kakinya yang keras bisa membuatnya sedikit terkilir. Sedikitnya, kakinya akan sakit agar ia bisa menciptakan alasan tepat.

Gaun pestanya sudah lembab karena dirinya berdansa hampir semalaman. Titik-titik keringat juga menghiasi pelipisnya.

Helaan napas lembut keluar dari bibirnya ketika alunan musik berhenti. Dengan sopan, ia memberikan hormat pada pasangannya.

Lord Barnard mengantarnya kembali pada Elizabeth dan Jordan. Yang membuat Livia lega, mereka tidak perlu memutar jauh untuk menghampiri keluarganya.

"Terima kasih, Lord Barnard," ucap Livia dengan lembut membuat baron muda tersebut tersipu.

Kekehan Jordan terdengar setelahnya. Membuat Livia memberengut.

"Pergilah dari pesta. Kau tidak perlu lagi menjadi pasanganku di waltz pembuka," gerutunya.

Kekehan Jordan berubah menjadi seringai menggoda. Livia yakin meskipun kakak iparnya sudah memiliki Eliza serta Leon sebagai istri dan anaknya, banyak para janda yang masih merayu Jordan. Mencoba peruntungan menarik Jordan ke atas ranjang mereka. Sayang sekali Jordan tidak mengacuhkan semua rayuan yang ditujukan padanya.

"Ini bagian dari tanggung jawabku. Gelarku lebih tinggi dari gelar kakakmu sehingga jika kau berdansa denganku, para gentleman akan selalu menempel padamu," ujar Jordan tanpa nada menyombongkan diri.

Benar. Debutnya sukses karena Jordan menjadi pasangan dansa waltz pertamanya. Satu dansa dengan Jordan yang memiliki kekuasaan dan pengaruh tinggi, membuat banyak gentleman penasaran untuk mengajaknya berdansa. Hatinya terbagi antara ingin berterima kasih atau meminta Jordan berhenti menemaninya.

"Aku akan tetap menemanimu karena sekarang kau juga adikku," ujar Jordan seperti membaca pikirannya.

"Kau bahkan jarang mengunjungi Camilla," ucap Livia.

Jordan meringis mendengar jawaban Livia.

Elizabeth yang sejak awal hanya menjadi pendengar tiba-tiba tertawa. "Ya Tuhan." Elizabeth mengambil sapu tangan di sakunya kemudian menepuk lembut sudut matanya yang berair. "Jordan tidak menyukai suara berisik anak-anak. Dulu," ungkapnya dengan senyum penuh pengertian.

"Dan sekarang tentu saja kau menyukainya. Mengingat Leon tidak berhenti menggumam." Livia mengangkat alis pirang madunya untuk mendapatkan pembenaran dari kata-katanya.

Jordan menampilkan senyum malasnya yang terkenal. Tetapi kali ini matanya menampilkan kasih sayang yang nyata. "Dia sempurna."

"Kau tidak ingin memberikan tambahan cucu lagi untukku?" sergah Elizabeth.

Senyum malas Jordan berubah menjadi erangan frustrasi. "Aku sudah mengabulkan permintaan awalmu." Dan sudah cukup baginya melihat Eliza begitu menderita saat melahirkan Leon. Ia tidak ingin kembali merasakan,perasaan takut itu.

Seducing YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang