Chapter 13

7.3K 918 107
                                    

Kaki Livia tergesa-gesa mengikuti langkah kaki Grant yang besar dan panjang. Ketika Grant berhenti, Livia mengambil kesempatan itu untuk menormalkan napasnya yang memburu.

Helaan napas yang terdengar dari arah depannya membuat Livia mendongak. Alis pirangnya terangkat karena Grant berbalik dan berjalan ke arahnya yang tertinggal dua meter di belakang pria itu.

Alis Livia semakin terangkat tinggi ketika Grant mengulurkan lengannya saat pria itu tiba di sebelahnya. Sisi gentleman yang tidak pernah disangkanya. Livia kira pria itu hanya bisa berpenampilan seperti gentleman.

"Apa kau tidak bisa bergerak lebih cepat?" tanya Grant ketika lengan Livia menyambut uluran lengannya.

Dengan serta merta Livia mendengkus mendengar pertanyaan Grant. Ia menarik kembali pernyataan bahwa Grant adalah seorang gentleman. "Aku bisa saja bergerak cepat jika kau tidak menggunakan langkah lebarmu."

Dengkusan kasar dari arah samping Livia terdengar. "Kau dan keluhan sikap lady-mu," gerutu Grant.

"Aku tidak mengatakan keluhan seorang lady. Aku hanya menyampaikan keadaan yang sesungguhnya. Jalanmu terlalu cepat sehingga semua wanita tidak akan bisa mengikuti langkah lebarmu," rutuk Livia dengan jengkel karena Grant selalu menyiratkan jika Livia adalah seorang lady yang manja.

Grant mengabaikan omelan Livia sehingga yang ada hanya keheningan di antara mereka. Perjalanan yang seharusnya hanya sebentar, terasa begitu lama bagi Livia karena tidak adanya percakapan untuk mencairkan kekakuan yang terjadi.

Mungkin Grant begitu bosan dengan keluhan-keluhan yang Livia lontarkan. Well, ia tidak peduli. Yang diinginkan Livia adalah keadilan atas semua yang menimpanya. Terutama dengan tuduhan pembunuhan yang dilayangkan Grant padanya.

Menggunakan tangannya yang bebas, Grant membuka pintu perpustakaan. Saat mereka memasuki ruangan tersebut, Livia tidak bisa menghentikan dirinya untuk tidak terperangah atas pemandangan yang ada di hadapannya.

Demi Tuhan, Livia lebih menghargai ruang makan Grant yang menyatu dengan dapurnya. Livia kira perpustakaan Grant adalah tempat indah. Tetapi apa yang dilihatnya sungguh tidak dapat dipercaya.

Buku-buku bertumpuk dengan sembarang sehingga banyak lemari buku yang kosong. Lantai yang berdebu menunjukkan ruangan ini jarang sekali dikunjungi dan tidak pernah dibersihkan untuk beberapa lama.

"Apa kau yakin ini perpustakaanmu?" tanya Livia dengan suara lirih dan ketidakpercayaan yang begitu kental.

"Kau pikir aku membeli rumah ini tanpa perpustakaan tempatmu berpijak saat ini?" dengkus Grant saat memahami maksud pertanyaan Livia.

"Ya ... tidak.... Maksudku, ini memang perpustakaanmu. Hanya saja, aku berpikir jika ruangan ini tidak pernah digunakan selama bertahun-tahun," Livia meringis saat mengatakannya.

Di sampingnya, Grant menggerutu mengenai kebersihan seorang lady yang masih bisa Livia dengar. Ia tidak bermaksud mengomentari kediaman Grant. Sungguh. Hanya saja, dari semua ruangan yang pernah dilihatnya di kediaman Grant, ruangan ini sangat tidak layak untuk ditempati.

Sepanjang perjalanan mereka dari arah dapur, Livia melihat sedikit perabotan yang tertata rapi. Ia yakin semuanya adalah sentuhan Mrs. Cook dan Mr. Pryce. Meja kayu kecil sebelum memasuki dapur, vas bunga yang diletakkan di atas meja kayu tersebut, juga beberapa lukisan indah dengan aliran naturalisme. Jika Grant yang mengisi sendiri karya seni untuk kediamannya, Livia yakin Grant pasti memilih diorama terbunuhnya Napoleon. Tanpa sadar Livia bergidik.

"Jika kau tidak tahan dengan keadaan perpustakaanku, lebih baik kita berbicara di tempat lain," usul Grant yang melihat keengganan Livia.

"Ya! Itu lebih baik. Penjaraku bahkan lebih rapi dari perpustakaanmu," sahut Livia dengan begitu bersemangat. Sejujurnya, hidungnya mulai gatal karena terlalu lama menghirup debu ke dalam saluran pernapasannya. Livia yakin mereka tidak akan bisa berbicara karena Livia akan terus bersin.

Seducing YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang