Livia mengulurkan tangan dan meremas lengan mantel Grant ketika mendengar harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan informasi. Ini pemerasan. Bagaimana mungkin seseorang meminta imbalan atas sesuatu yang kecil dengan nilai yang besar? Bahkan pekerja toko mendapatkan satu shilling setelah satu minggu bekerja.
"Lima penny," tawar Livia. Suaranya kembali direndahkan dan dibuat serak. Ia berharap aksennya yang halus tidak membuat wanita pemilik rumah curiga.
Grant mendorong Livia ke belakang tubuhnya ketika wanita pemilik rumah mengernyit. Dahinya membentuk kerutan dalam yang membuat wajahnya semakin terlihat tua.
"Lima penny. Itu harga yang kuberikan untuk kesedianmu," tandas Grant.
Di belakangnya, Livia terkejut karena Grant mengikuti penawarannya. Ia tahu harga yang disebutkan masih terlalu tinggi. Ia tidak yakin apakah Grant membawa uang sebanyak itu untuk diberikan.
Livia semakin terkejut ketika Grant merogoh saku mantelnya dan mengambil beberapa uang perunggu untuk diberikan pada wanita pemilik rumah. Kepalanya refleks menoleh ke kiri dan kanan, memindai apakah ada mata-mata yang melihat koin Grant dengan antusias.
Ia menghela napas lega ketika orang yang berlalu lalang tidak mengacuhkan percakapan mereka. Mungkin karena pakaian yang mereka kenakan tidak mencolok.
Wanita pemilik rumah mengamati koin-koin perunggunya sebelum mengangguk puas dan mempersilakan untuk masuk. Dengan ragu, Livia mengikuti langkah Grant yang kali ini lebih pelan karena kehati-hatian.
Aroma tidak sedap langsung menyengat indra penciumannya. Membuat hidungnya mengernyit tinggi. Sebuah perbuatan yang pasti akan diperbaiki Elizabeth dengan nada tegas. Tetapi Livia tidak bisa menahannya. Rumah penampungan itu seperti sarang kotoran.
Kakinya berhenti di pintu depan. Tanpa sadar tangannya kembali menggapai lengan mantel Grant di depannya. Perutnya mulai bergejolak karena aroma yang dihidunya. Tangan Livia yang bebas mengepal dan jemari kakinya melengkung di dalam sepatu botnya. Ia menahan keinginannya untuk mengeluarkan isi perutnya saat itu juga.
Grant yang merasakan tarikan dari cengkeraman Livia di lengan mantelnya menoleh dengan dahi mengernyit. Menatap wajah Livia. Oh, Livia yakin wajahnya sangat pucat karena ia berusaha menahan napas selama mungkin. Ketidaknyamanan menyelimutinya hingga matanya berkaca-kaca.
Masih dengan dahi mengernyit, Grant menghela napas. "Aku sudah memberitahukannya padamu," bisiknya.
Livia mengembuskan napasnya perlahan. "Bisakah aku menunggumu di luar?" Livia balas berbisik. Matanya memancarkan permohonan.
Grant menggeleng. Menandakan bahwa pria itu tidak menyetujui usul Livia.
Keterkejutan menghampiri Livia ketika Grant meraih tangannya agar melepaskan cengkeraman di lengan mantel Grant. Livia menatap pergelangan tangannya yang bagaikan tenggelam oleh genggaman tangan Grant yang besar.
Mau tidak mau, Livia mengikuti Grant yang menariknya menuju lorong-lorong sempit rumah penampungan. Mengikuti tubuh tambun wanita pemiliknya yang meskipun bertubuh besar tetapi tetap gesit saat berjalan.
Tangan montok pemilik rumahㅡyang kuku-kuku jarinya berwarna hitam karena kotoranㅡmembuka salah satu pintu setelah memandu Livia dan Grant berbelok di ujung lorong.
Saat pintu terbuka, sekali lagi Livia menahan napasnya. Kali ini bukan karena aroma busuk yang menyengat tetapi pemandangan yang terlihat oleh matanya sungguh menghasilkan ironi.
Tangannya bergetar. Matanya perih seakan-akan ada benda yang menusuknya. Air matanya mulai merebak di sudut-sudut matanya melihat keadaan di dalam ruangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seducing You
Historical FictionRotherstone #2 Lady Livia Rotherstone tidak menyangka jika dirinya berada di waktu dan tempat yang salah. Ia ditangkap oleh salah satu anggota kepolisian Scotland Yard karena tuduhan pembunuhan. Ya Tuhan, melihat darah saja dirinya ingin pingsan. Ba...