empat

68 5 2
                                    

Degra berjalan mundur tanpa sadar ia menabrak seorang perempuan.

Rain?!

Sontak Degra pun menangkap perempuan yang ia tabrak di belakangnya.

Hening.

Mereka sedang dalam posisi canggung. Degra menopang tubuh Rain yang terjatuh. Lumayan lama. Hingga Rain menyadarinya, ia segera bangun.

"Maaf. Maaf. Maaf." teriak lemah perempuan itu dengan nada merasa bersalah. Ia mengucapkan kalimat itu berkali-kali sambil menundukkan kepalanya.

"Udah lupain aja lagian gue yang nabrak lo. Lo gak kenapa-kenapa kan?" suara Degra yang terdengar khawatir.

"Aku baik-baik aja." ucap Rain yang tetap menundukkan kepalanya.

"Syukurlah." ucap Degra sambil mengangkat kepala Rain dengan pelan agar ia tidak menunduk lagi dan yang pastinya Degra mengucapkannya dengan senyum manis.

Pelajaran memasak pun dimulai. Saga memulai aksi memotong-motong sayuran dengan cepat layaknya chef di hotel bintang lima. Namun rencana Saga untuk menarik perhatian Micha terkubur dalam-dalam, karena Micha sama sekali tidak melihat ke arahnya. Saga pun melanjutkan memasaknya tanpa ada niatan untuk menarik perhatian Micha.

"Sheila aku yang cuci sayur-sayuran ya?" tanya Micha ke salah satu teman sekelompoknya. Tanpa menunggu jawaban Micha keluar dari kelas untuk mencuci sayur-sayuran. Micha memutar keran air dan mulai mencuci satu persatu sayur hingga benar-benar bersih. Micha meletakkan sayur-sayuran yang telah dicuci tersebut dalam satu wadah. Micha berjalan kembali ke kelas. Micha menaruh sayur itu di atas talenan dan mulai memotong-motong sayuran itu.

"Waktu habis." suara seorang guru yabg mengisi jam di kelas Degra sesaat setelah terdengar bel pergantian jam pelajaran.

"Yash jadi!" ucap Micha yang tampak senang.

Tak lama kemudian guru itu menilai masakan murid-muridnya. Ia mengelilingi kelas dan menilai satu-satu masakan yang dihidangkan. Setelah selesai guru itu mengucapkan salam penutup dan keluar dari kelas itu.

"Syukurlah udah selesai." ucap Degra yang tampak lelah karena pelajaran memasak yang ia lakukan. Degra memandang ke arah Saga yang tak biasanya hanya diam dan melamun.

"Lo kenapa?"

Tak lama kemudian lamunan Saga pecah. Bukan karena pertanyaan yang Degra lontarkan. Namun, gadis yang Saga lamunkan datang ke arahnya. Tak biasanya Micha mendatangi Saga.
"Hwaaa sepertinya enak."

Senyum Saga mengembang. Dan ia melontarkan tawaran.

"Mau?"

Micha menganggukkan kepalanya. Saga menyiapkan piring kecil dan menempatkan beberapa hasil masakannya dan menyerahkannya ke Micha. Micha mulai memakannya.

"Hwaaa enak! Ternyata kamu jago masak ya Saga."

Tak terduga semburan merah keluar dari wajah Saga. Ia tampak sangat senang.

"Micha! Tanganmu..." Sebelum Micha melihat tangannya ia melihat ke arah orang yang berbicara. Degra. Micha langsung berlari keluar kelas. Sontak Saga bertanya ke Degra.

"Tangannya berdarah." jelas Degra.

Saga hendak menjumpainya, namun guru jam pelajaran selanjutnya sudah datang.

Kring...

Semua wajah tampak lega setelah jam pelajaran usai. Namun, Micha belum kelihatan di kelas.

Angin semilir menerbangkan dedaunan kering. Rambut Micha mengayun pelan akibat angin yang ada di belakang kelas.

"Hei sendirian aja." suara tak asing yang perlahan-lahan terdengar dekat. Suaranya keras namun lembut.

"Oh Degra, aku kira om-om pedofil." jawab Micha sambil meringis.

Degra memberi tatapan luka. Ia mengambil posisi duduk di samping Micha.

"Kenapa tadi gak ke kelas? Tangan lo gak papa kan? Kenapa lo langsung lari? Apa lo takut darah?" tanya Degra.

"Ih Degra walaupun kalo kamu khawatir banget sama aku, tanyanya satu-satu dong aku kan bingung. Huehehe." jawab Micha terkekeh.

"Kamu gak pernah bisa serius kalo diajak ngomong." cetus Degra.

Air mata tergelinang di kelopak mata bawah lalu sedikit demi sedikit jatuh ke tangan yang bergemetar.

"Eh- jangan nangis dong." Degra yang tampak gelagapan. Degra dilumuri oleh rasa kaget dan rasa bersalah. Namun, tangisan Micha semakin keras. Disaat inilah Degra menyadari bahwa Micha menangisi hal lain. Degra pun menunggu sampai tangisannya usai.

Tak lama setelah tangisannya berhenti.

"Aku ingin memulai hidupku." ucap Micha.

Degra menatap Micha sejenak.

"Kenapa gak dimulai sekarang aja?" Degra mengalah, ia merespon ucapan konyol Micha.

"Belum saatnya." ucap Micha.

Flashback on

Sinar mentari menerangi pagi ini.
Degra bermain sepak bola di lapangan dekat rumahnya. Dan disana terdapat gadis itu. Namun, gadis itu membawa teman perempuannya.

"Hei! Apa kamu tidak lelah dan kepanasan? Sudahi saja, disini panas sekali. Aku tidak kuat." ucap gadis itu sambil cepat-cepat mengemut es krimnya yang hampir meleleh. Sedangkan, gadis yang di sampingnya hanya diam sambil mengemut es krimnya. Ia memang anak yang tidak banyak bicara.

"Sudah daripada kamu mengeluh ayo sini bermain bersama!" ucap Degra sambil menarik tangan gadis itu yang otomatis teman yang di sampingnya ikut terseret karena mereka berpegangan tangan.

Tak disangka gadis itu sangat senang sekali bermain bola.

"Hei teman! Tangkap bola yang aku tendang ini ya!" ucap gadis itu kepada temannya, lalu menendang bola.

Tanpa terduga bolanya melambung tinggi dan jatuh di belakang semak-semak.

"Ayo ambil!" ucap gadis itu kepada temannya. Sontak, temannya pun menurutinya. Ia berjalan ke arah jatuhnya bola.

Flashback off

"Karena aku belum menemukan seseorang." lanjut Micha.

Ucapan Micha membuat Degra terkejut.

Bersambung

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang