satu satu

33 3 0
                                    

Flashback on

Hari libur sekolah. Aku memutuskan untuk datang ke rumah kakekku. Tidak terasa baru saja liburan masuk SMP sekarang sudah liburan lagi. Iya, aku Degra Prawangsa. Aku berumur 11 tahun. Aku sangat suka suasana di rumah kakekku. Kakekku mempunyai kebun yang luas tepat di samping rumahnya. Aku sangat suka berkebun dengan kakekku di sana.

"Kakek, Degra datang!" ucapku sambil berlari memeluk kakekku. "Kau sudah besar ya? Besok pastikan kamu bangun pagi. Kakek akan mengajakmu berkebun." Aku mengangguk. Aku bergegas pergi ke kamar, menyetel alarm dan pergi tidur.

Kring!

"Hoam, sudah pagi!"

Aku mengganti pakaianku dan bergegas untuk pergi keluar. "Degra, kamu mau kemana?" tanya kakek. "Kata kakek kita akan berkebun. Ayo!" ucapku. "Hari ini hujan. Jadi, kita tidak bisa berkebun." Aku berlari keluar. "Degra jangan hujan-hujanan!" perintah ayah. "Degra cuma mau main di gubuk kebun kakek," ucapku langsung berlari.

Aku duduk di gubuk kebun kakek. Aku menggerutu menyalahkan hujan.

"Hahaha,"

Aku melihat ke sumber suara. Ternyata ada gadis kecil yang sedang berlarian di bawah hujan. Mengapa orang tua gadis itu mengijinkan anaknya hujan-hujanan di pagi hari? Gadis itu melihat ke arahku. Dia tersenyum. Aku kaget. Lalu aku membalas senyumannya. Tiba-tiba dia menjulurkan lidahnya. Sial.

Flashback off

"Akhirnya kutemukan kau teman masa kecilku," ucap Rain.

Harusnya gue seneng. Gue kan emang dari dulu udah nebak kalo itu Rain. Tapi kenapa sekarang rasanya beda.

Degra melepaskan pelukan Rain. "Benarkah?" tanya Degra. "Sudah kuduga pasti kamu tidak mempercayaiku," ucap Rain sedih. "Aku bercanda," ucap Degra. "Bisakah kita berjalan-jalan sebentar?" pinta Rain. Degra mengangguk.

-hujan-

"Semua itu benar?" tanya Saga. Micha mengangguk. "Tetapi kamu harus membantuku agar Degra tidak tahu," pinta Micha. Saga mengangguk. "Maaf Micha," ucap Saga lalu memeluk Micha. "Biarkan aku memelukmu untuk kali ini saja," pinta Saga. Micha mengelus-elus pundak Saga.

-hujan-

Yori sedang membaca-baca novel miliknya. Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. "Kak Ori aku merindukanmu," teriak Micha saat memasuki kamar Yori. "Sini adik kecilku," Ori mengelus-elus kepala Micha.

"Kamu terlihat sangat letih, jangan memaksakan diri," ucap Yori. "Lagian cuma liburan ini saja," ucap Micha. "Tapi kalau kamu sudah lelah, bilang saja ke Degra. Kalau Degra membuatmu sampai demam lagi akan aku habisi dia," ucap Yori. Micha mengacungkan jempolnya.

"Saat kamu di rumah sakit, aku melihat Rain habis mengunjungimu," ucap Yori. "Jangan bahas dia lagi," ucap Micha. "Kenapa?" tanya Yori sambil menaikkan satu alisnya.

"Dia berteman dekat dengan Arin. Anastasya Marina," lanjut Micha.

Flashback on

Hari ini aku pindah ke rumah kakekku. Kata Ayah ada urusan mendesak, jadi dia harus pindah ke sini. Sepertinya masalah pekerjaan. Aku pun harus rela meninggalkan teman-temanku di sana. Aku dipindahkan di sekolah dekat rumah kakekku.

Hari pertama sekolah sangat melelahkan. Aku harus memperkenalkan diri setiap berganti pelajaran. Aku juga harus mengingat wajah dan nama teman kelas baruku satu persatu.

Ada gadis yang mengikutiku. Sepertinya dia teman sekelasku.

"Ehm, tipemu seperti apa?" tanya gadis itu.

Sepertinya dia menyukaiku. Dia aneh sekali. Baru satu hari bertemu sudah menyukai orang. Lagian kita kan masih berumur 12 tahun. Aku harus menjawab dengan jawaban yang berlawanan dengan dirinya. "Aku tidak suka gadis yang gendut, aku suka gadis yang langsing, pintar, dan cantik." Gadis itu langsung berlari menjauhiku.

Aku berjalan menuju halte. Ada seseorang yang berjalan di depan halte. Dia kan gadis yang menjulurkan lidah padaku waktu itu.

"Hei gadis jelek," panggilku.

"Apa? Kamu memanggilku gadis imut?" ucapnya sambil mendekatiku.

"Hah? Kamu kan anak yang waktu itu?" ucap gadis itu kaget.

"Kamu anak SMP? Aku kira kamu anak SD. Tapi kayaknya kamu bukan anak SMP sini," ucapku.

"Iya kan bener, kamu tadi panggil aku imut. Emang aku segitu imutnya ya? Padahal aku sudah berumur 12 tahun sampai dibilang anak SD?" ucapnya.

"Sial hujan," ucap gadis itu langsung berlari ke halte dan duduk di sampingku.

"Bukannya kamu suka hujan? Kenapa nggak hujan-hujanan?" tanyaku.

"Lagian musim ini sering hujan seragamku bisa gawat kalo nggak kering. Tapi sekarang kalo hujan-hujanan bareng kamu mau," ucap gadis itu.

"Aku nggak suka hujan. Setiap hujan Ayahku selalu memarahiku gara-gara aku lupa memakai payung atau memakai jas hujan. Aku sangat benci Ayahku yang seperti itu," ucapku.

"Jangan terlalu benci, nanti Ayahmu malah menjadi yang paling kau rindukan. Aku juga tidak suka hujan. Lebih tepatnya membenci. Hujan selalu mengingatkanku kejadian yang selalu ingin kulupakan. Tetapi rasa butuhku terhadap hujan lebih besar dari pada rasa benciku," jelas gadis itu.

"Aku membawa payung, kau mau ikut?" tanya gadis itu sambil mengeluarkan payung motif kucingnya.

Aku menggeleng.

"Oh iya namamu siapa?" tanyaku.

"Panggil saja aku Hujan. Karena namaku ada kaitannya dengan hujan," ucap gadis itu sambil memberi payungnya kepadaku lalu bergegas pergi.

Flashback off

"Aku bermimpi lagi," ucap Degra.

Degra bangun dari kasurnya. Dia membuka rak mejanya. Degra mengambil payung bermotif kucing.

Rain, jika itu benar kau. Aku sangat merindukanmu.

Bersambung

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang