satu tujuh

23 3 0
                                    

"Wah enaknya!" ucap Micha sambil memakan roti kesukaannya.

"Mengapa kau suka sekali dengan roti ini?" tanya Degra.

"Kan kau yang menyuruhku untuk menyukai coklat. Dulu aku kan tidak suka coklat," jawab Micha.

"Benarkah?" ucap Degra.

"Ini sudah hampir malam, lebih baik kau pulang saja," pinta Micha.

"Kau tidak kembali ke kamarmu?" tanya Degra.

"Nanti saja, aku ingin lebih lama di sini," jawab Micha.

Degra berjalan meninggalkan Micha.

"Sepertinya aku harus segera mengajak Degra ke Taman Hiburan," gumam Micha sambil melihat langit malam.

-hujan-

Degra berjalan sembari melihat langit. Semakin hari, bintang yang ia lihat semakin sedikit.

"Maafkan aku yang terlambat menyadarinya," gumam Degra.

Flashback on

Micha mengusap air matanya.

"Apakah kau percaya reinkarnasi?" tanya Micha tiba-tiba.

"Untuk apa aku percaya hal konyol seperti itu," jawab Degra.

"Dulu aku juga tidak mempercayainya. Tapi suatu hari aku sangat ingin mempercayainya dan sangat ingin itu menjadi kenyataan," tambah Micha.

Degra hanya mengangguk samar.

"Jadi, apakah kau mau mempercayainya demi aku?" tanya Micha.

Degra hanya terdiam melihat Micha.

Flashback off

"Mulai saat ini aku akan mempercayainya," gumam Degra.

-hujan-

Flashback on

"Jangan menangis lagi ya!" ucap pria paruh baya itu dan meninggalkanku.

Aku mengangguk.

Aku berjalan menuju Ibuku yang sedang menangis sendirian.

"Ibu, aku sakit apa?" tanyaku.

"Kamu pasti sembuh. Mulai saat ini kamu harus dirawat agar mendapatkan pengobatan," ucap Ibu sambil mengusap-usap rambutku.

Aku menggeleng.

"Aku tidak mau dirawat. Aku takut," jawabku.

"Jangan takut. Ibu akan selalu di sini bersamamu. Kamu harus dirawat minimal 1 minggu dulu ya?" pinta Ibu sambil memelukku.

Aku mengangguk.

Ternyata pria paruh baya itu juga dirawat di rumah sakit ini. Selama aku dirawat aku menjadi akrab dengannya. Dia seperti sosok seorang Ayah bagiku. Aku sering menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama di rooftop itu.

Aku lega. Setidaknya aku tidak kesepian.

Dia selalu tersenyum. Tidak ada rasa sakit di wajahnya. Aku ingin sepertinya.

Lalu aku memutuskan.

Setelah dirawat selama seminggu di sini, aku ingin seperti orang biasa. Aku akan mulai menikmati hidupku.

Aku akan memakai make up agar wajahku tidak terlihat seperti orang sakit.

Aku akan banyak makan tidak peduli dengan nafsu makanku yang kurang. Karena aku harus terlihat sehat.

Aku akan mulai menyukai coklat seperti kata Degra.

Aku akan banyak tertawa.

Aku akan menghilangkan semua rasa sakit yang terlihat di wajahku.

Aku menyobek buku-bukuku karena aku tidak perlu lagi belajar. Tetapi aku harus tetap belajar saat ujian nanti karena aku ingin masuk ke SMA yang aku inginkan. Setidaknya aku akan merasakan masa-masa SMA yang selalu ku nanti.

Aku harus memperbaiki kemampuan komunikasiku agar aku mempunyai banyak teman saat SMA nanti.

Aku akan memulai hidup baru.

8 Mei 2015

Aku keluar dari ruang kamarku. Aku melihat orang yang tidak asing.

"Degra, mengapa kau di sini?" tanyaku.

Degra terlihat kaget.

"Justru harusnya aku yang bertanya. Mengapa kau di sini? Kau dirawat di sini?" tanya Degra.

"Aku hanya demam. Sebentar lagi aku juga sudah tidak dirawat lagi," jawabku.

Degra hanya mengiyakan.

Aku mengikuti Degra.

"Kau mau menjenguk seseorang?" tanyaku.

Degra mengangguk.

Degra membuka ruang kamar yang tidak asing bagiku.

Ini kan ruang pria paruh baya itu.

"Selamat pagi, Ayah," ucap Degra.

Jadi pria paruh baya ini Ayah Degra?

Pantas saja dia pernah bercerita kalau ia mempunyai anak yang seumuran denganku.

"Degra," ucap Ayah Degra sambil tersenyum.

Saat ia melihat ke arahku ia sedikit kaget.

Aku meletakkan jari telunjukku di bibirku.

Dia mengangguk. Sepertinya dia mengerti.

"Halo om. Saya temannya Degra," ucapku sedikit membungkukkan badan.

"Siapa namamu?" tanya Ayah Degra.

"Micha," jawabku.

Flashback off

"Degra," panggil Micha melalui telepon.

"Hmm," jawab Degra.

"Ih kan aku udah bilang jangan irit ngomong," teriak Micha.

"Iya iya. Ada apa?" tanya Degra.

"Kau ada di mana?" tanya Micha.

"Di jalan," jawab Degra.

"Ngapain?" tanya Micha.

"Pulang," jawab Degra.

"Dari tadi kau belum sampai rumah?!" teriak Micha.

"La kan aku jalan. Kalo lari udah sampai dari tadi," jawab Degra.

Micha mendengus.

"Kau ada waktu senggang saat ulang tahunmu nanti? Ayo kita ke Taman Hiburan bersama," ajak Micha.

"Oke," jawab Degra.

Bersambung

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang