1.0 • Beloved Enemy

258 34 3
                                    

Yeri, Red VelvetAnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yeri, Red Velvet
Anya.

➖➖➖


SUARA ketukan sepatu tampak samar terdengar di depan studio band sekolah. Meski banyak orang yang berlalu-lalang di depannya, gadis yang sering disapa Anya itu masih asyik mengetukkan sepatunya di lantai. Apalagi dua telinganya sudah terpasang sebuah headset yang terhubung pada handphonenya. Lagu-lagu barat mengalun seirama dengan ketukan sepatu yang ia kenakan.

Bagi Anya, menunggu bukanlah hal yang menyenangkan sekalipun itu adalah orang yang penting jika ia sedang dalam mode bad mood. Dan kali ini ia harus diuji dengan menunggu pacarnya, Sean, yang tengah berlatih bersama teman-temannya di dalam studio band yang kini pintunya tepat di sebelahnya. Rasanya dia ingin memakan Sean hidup-hidup ketika cowok itu keluar dari ruangan terkutuk itu.

Tak apa jika hanya menunggu lima menit atau sepuluh menit. Sekarang sudah lewat dari jam empat dan itu tandanya Sean sudah menelantarkannya selama setengah jam.

Baru saja ia ingin menghujat Sean lagi, tiba-tiba terdengar suara pintu studio band yang terbuka. Dan muncullah tiga manusia laki-laki yang tertawa berasa tanpa beban dan berlalu melewatinya. Anya yang merasa diabaikan langsung menarik headset sebelah kiri dengan kesal.

Sedangkan Sean dan kedua temannya, Aldo dan Zeo, memang tak tau jika Anya sudah menunggu di depan studio. Dan Sean benar-benar lupa jika ia harus mengantar Anya pulang hari ini.

Sean yang seakan merasakan sengatan listrik yang menyambar otaknya, langsung menepuk keningnya merasa bahwa ada yang ia lupakan.

"Mampus!" ucap Sean yang kini sudah menghentikan langkah kakinya diikuti oleh Aldo dan Zeo yang menatap temannya itu heran.

"Kenapa?" tanya Aldo ingin tau.

Sean menggaruk tengkuknya kemudian meringis, "Jaket gue ketinggalan."

"Cepetan sana ambil!"

Baru saja Sean membalikkan badannya, ia di hadapkan oleh Anya yang kini raut wajahnya terlihat tertekuk-tekuk. Oh, satu lagi yang Sean lupakan saat ini. Sean seharusnya sudah bersama Anya sekitar setengah jam yang lalu untuk mengantar gadis itu pulang.

Beberapa detik saling tatap, Anya memutuskan untuk menggeser tubuhnya agar tak menghalagi jalan Sean. Ia tau yang diingat Sean adalah jaketnya, bukan dia.

Melihat Sean memandangnya penuh tanya, Anya berucap, "Kamu mau ambil jaket kan? Udah sana ambil. Aku cuma mau bilang kalau aku mau pulang sendiri."

Anya menyunggingkan senyum terpaksa. Sebenarnya ia tak ingin pulang sendiri karena sia-sia sudah penantiannya selama setengah jam lebih ini. Dan ditambah lagi rumahnya lumayan jauh dari sekolah. Angkutan umum tidak ada yang lewat di depan sekolahnya. Kalau naik taksi? Uangnya pas-pasan. Mana cukup?

Broken PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang