17.0 • Senyuman

31 4 0
                                    

Happy Reading 🐰

Kamu sahabatku. Meski aku tau masalah apa yang terjadi, aku tak akan mencampuri urusanmu. Kecuali jika kamu yang mau membaginya denganku. Akulah orang pertama yang akan merangkulmu ketika kamu tak mampu menghadapi dunia sekalipun.

🌸

SIANG ini, hari terasa begitu panas. Di depan gerbang rumah Anya, Rara berdiri sejak hampir setengah jam yang lalu. Anya yang katanya akan membukakan pintu dengan senang hati, ternyata tak muncul-muncul setelah ia menekan bel dan memanggil pemilik rumah di sana. Bahkan mbak Inah tak muncul juga. Mungkin Anya sudah membohongi Rara.

Untuk ke lima kalinya Rara menelfon Anya. Namun gadis itu masih tak mengangkat telfonnya. padahal Rara sudah pegal sendiri membawa ranselnya yang berat. Seharusnya ia tak meminta untuk menginap di rumah Anya jika seperti ini jadinya.

Ketika Rara ingin menelfon Anya lagi, ia merasakan tepukan di pundaknyadan hal itu membuatnya sedikit terkejut. Tapi setelah orang itu buka suara, Rara sudah tau tanpa meliahat siapa yang menepuk pundaknya tadi.

"Ngapain mbak Rara di sini? Nggak masuk aja?" tanya orang itu, lebih tepatnya mbak Inah.

Rara tersenyum, "Dari tadi juga mau masuk, mbak. Tapi nggak ada yang bukain pintu."

"Non Anya?" Entah kenapa, tiba-tiba mbak Inah menepukkan telapak tangan di dahinya, "ayo masuk."

"Mbak Inah lupa kalau tadi non Anya lagu tidur siang. Maaf ya," lanjut mbak Inah.

Setelah mbak Inah membuka pintu utama dan mempersilahkan Rara masuk, gadis itu langsung berlari melewati tangga untuk menghampiri Anya dan berniat membangunkan kerbau betina itu. Bahkan tas ransel yang ia bawa masih bertengger indah di atas pundak Rara, dan membuat nafasnya tersenggal-senggal ketika sampai di atas.

"ANYA!!!!" teriak Rara ketika mendapati Anya masih bergelung dengan selimut.

Rara yang begitu kesal langsung menggoncang tubuh Anya. Dan tanpa diduga Anya yang bahkan tak bergerak sedikitpun tiba-tiba bangun dan duduk sambil meneriakkan kata "A, Sean!"

"Apaan, lo abis belajar PKn apa gimana? ASEAN?"

"Hah? Gatau tadi Sean ninggalin gue di cafe sendiri. Kan gue jadi kesel." Anya memanyunkan bibirnya, seolah-olah hal itu benar-benar terjadi dan membuatnya kesal.

"Lo bisa milah mana mimpi sama mana yang nyata nggak sih, Nya?"

"Ya jelas lah itu mimpi. Mana ada Sean ninggalin cewek se baik gue." Anya dengan percaya diri sembari menyingkirkan selimut yang menutupi kakinya.

Rara memutar kedua bola matanya, "Abis ditinggalin di cafe, dan beberapa hari setelahnya baru cerita ke gue," sindirnya.

"Itu gue bohong."

"Mana ada."

"Udahlah, gue mau cuci muka. Lo bersih-bersih kamar gue gih!"

Rara kemudian melemparkan sebuah bantal berwarna biru tepat mengenai kepala Anya, kemudian berteriak, "Emangnya gue pembantu apa?"

"Kan gue ngundang lo nginep di rumah gue buat jadi pembantu," candanya, kemudian gadis itu berlari menghilang di balik pintu kamar mandi.

🌸

MESKIPUN usianya belum menginjak 17 tahun, Sasya sudah diperbolehkan mengendarai mobil oleh orang tuanya, meski peraturan lalu lintas jelas melarang hal itu. Tapi apa sih yang nggak bisa uang beli? itulah yang selalu Sasya tanamkan pada dirinya sendiri. Hingga saat ini prinsip itu masih melekat pada diri Sasya dan membentuk karakternya yang terlalu bergantung pada uang dan orang tuanya.

Broken PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang