6.0 • Special Day

77 19 0
                                    

Happy Reading!!

🌸

Jangan terlalu cepat menyimpulkan sesuatu. Mungkin saja di balik diamnya, dia menyimpan jutaan kejutan manis yang tak terduga.

🌸

SETENGAH jam lebih Anya menunggu Sean di depan sekolah. Meski hari ini adalah hari minggu, ia diharuskan berada di sekolah untuk latihan terakhir karena besok adalah hari dimana lomba dance di adakan. Walaupun Anya punya ruang tari di rumah, namun bu Tyas, guru seni tari, memintanya untuk datang ke sekolah untuk pemantauan dan pengarahan. Mungkin lomba ini terlihat tak terlalu penting, tapi setiap pesertanya akan membawa nama baik sekolah. Atau bisa dikatakan ini adalah lomba antar sekolah.

Dengan wajah kesal, Anya merapalkan umpatan untuk Sean yang baru-baru ini sering sekali mengabaikannya. Memang Sean tak sepenuhnya seperti itu, namun laki-laki itu sering telat untuk menjemputnya. Apa mungkin Sean sudah mulai pikun?

Baru saja Anya ingin melemparkan umpatannya lagi, seseorang menghentikan motornya tepat di depan Anya. Karena memakai helm full-face Anya tak bisa mengenali wajah orang itu. Namun setelah dia melepas helmnya, Anya tau jika orang di depannya adalah sahabat baik Sean, Aldo.

"Sean mana?" Anya langsung memberikan sebuah pertanyaan ketika Aldo ingin membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu pada Anya.

"Dia sibuk."

Singkat. Namun berdampak buruk pada perasaan Anya.

"Sibuk ngapain?"

Aldo diam sebentar, memikirkan jawaban yang tepat untuk Anya. "Sibuk bantuin bundanya masak," jawab Aldo sekenanya.

"Aih, sejak kapan Sean bisa masak?" gumam Anya yang tak dihiraukan oleh Aldo.

Tanpa basa basi, Aldo memberikan helm yang sedari tadi ia pegang. Sebenarnya ia malas jika harus seperti ini. Tetapi Sean memaksa, mau bagaimana lagi. Anya juga tak banyak bicara. Hanya saja, gadis itu masih saja menekuk wajahnya. Sungguh tak enak dipandang.

Sebenarnya Anya sedang ingin bersama Sean. Tapi Sean seperti mengabaikannya. Padahal ia sudah berharap ia bisa jalan-jalan bersama dengan Sean karena hari ini hari yang spesial. Apa Sean tidak ingat? Lucu sekali jika itu benar.

Tapi jika benar alasan Sean tak bisa menjemput Anya karena membantu bundanya, Anya tidak keberatan.

Tapi, sejak kapan Sean mau berhubungan dengan dapur, apalagi masak-memasak. Ah, mungkin saja laki-laki itu ingin belajar.

Tapi jika Sean tak bisa menjemputnya, mengapa dia tidak mengabari Anya dulu?

Mungkin sudah terlalu banyak tapi yang berputar di kepala Anya, memenuhi otaknya. Hingga tanpa ia sadari Aldo sudah menghentikan kendaraannya di depan rumah Anya. Karena terlalu asyik melamun, Anya masih saja tak mendengar panggilan Aldo.

Aldo yang sudah kehabisan kesabaran langsung berteriak, "ANYA!"

"Astagfirullah, lo mau gue kena serangan jantung?"

Setelah mengatakannya, Anya langsung turun dan memberikan helm itu pada Aldo. Anya melirik sekilas pada rumahnya yang sepi. Ia memghembuskan nafas pasrah. Kelihatannya ini hari yang spesial, tapi yang terlihat adalah hari yang buruk.

"Lo juga, dipanggil nggak denger!" keluh Aldo yang sudah bersiap pergi dari hadapan Anya.

"Ya udah deh, maaf."

Setelah itu mereka diam. Aldo memutuskan untuk pergi dulu karena ada urusan. Dan Anya sendirian.

Ketika ia memeriksa pagar rumahnya, ternyata di gembok. Rumah sebesar ini terlihat begitu sepi. Apa gunanya rumah besar-besar jika hanya dihuni tak lebih dari tiga orang? Kadang Anya berpikir, jika ayah dan bundanya jarang pulang untuk apa punya rumah sebesar ini? Kenapa tidak lebih memilih membeli rumah kecil saja? Well, rumah ini terlihat seperti museum yang sedang tutup.

Broken PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang