14.0 • Cerita

59 7 1
                                    

Happy reading 🌙

Setidaknya dengan bercerita, aku bisa tau bagaimana cara menyelesaikan masalahku dari sudut pandang yang lain.

🌸

SEMBARI mengenakan jaket hitamnya, Sean berjalan pelan menuruni tangga. Bunda yang berada di dapur tanpa sengaja melihat ke arah Sean, menatap anak semata wayangnya bingung. Mau kemana Sean pergi malam-malam seperti ini?

"Kamu mau kemana, Sean?"

Sean mendengar pertanyaan bunda. Kemudian laki-laki itu berjalan mendekat ke arah dapur.

"Sean cuma mau keluar sebentar, bun," jawabnya.

Bunda mengeryitkan alisnya, "Nggak keluyuran sampai tengah malem kan?"

Bunda selalu saja bertanya macam-macam.

"Nggak lah, bun. Sean cuma keluar bentar kok. Nggak sampai jam 9 deh."

Bunda tampak berpikir sebentar. Kemudian menjentikkan jarinya.

"Kalau gitu, bunda nitip boleh ya," Bunda tersenyum, "bunda nitip tepung terigu sama kecap."

"Bunda mau buat apa? Masa' tepung dikasih kecap."

"Bukan tepung dicampur sama kecap. Persediaan kecap di rumah udah abis. Padahal bunda mau masak pakai kecap besok," jelas bunda yang membuat Sean menganggukkan kepala.

Setelahnya Sean menangkupkan kedua tangannya di depan bunda.

Tapi bunda masih diam sembari mengisyaratkan kata apa dari tatapannya. Sedangkan Sean menepuk keningnya sendiri dengan tangan.

"Aduh bunda. Kalau Sean beli tanpa uang mana bisa."

Bunda yang awalnya diam, dengan segera berjalan menuju kamar untuk mengambil uang. Sean tak tinggal diam. Laki-laki itu berjalan mengekori bundanya.

🌸

MUSIM penghujan yang sudah lama berjalan membuat orang-orang terbiasa dengan turunnya hujan. Sama halnya dengan Sean yang saat ini tengah menerjang rintik hujan.

Hujan yang awalnya hanya rintik saja tiba-tiba berubah menjadi deras. Sean memang memakai jaket. Namun, angin malam masih mampu masuk lewat kaos hitamnya. Tapi tak perlu risau karena sebentar lagi ia sampai di tempat tujuan.

Setelah memastikan jika jalan dari arah yang berlawanan dengannya sepi, Sean langsung menyebrang. Ia memarkirkan motornya di depan sebuah toko alat musik. Bukannya langsung masuk ke dalam, Sean masih terdiam di atas motornya setelah melepas helm. Laki-laki itu menatap lurus ke arah alat-alat musik yang terpampang di balik dinding kaca.

Di tengah lamunan, tiba-tiba Sean dikagetkan dengan seseorang yang menepuk bahunya dari belakang. Reflek saja Sean menatap arah belakangnya dengan was-was.

"Astaga, Radit." Sean ingin mengumpat, tapi ia masih ingat jika laki-laki yang sebaya dengannya ini adalah adik sepupunya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Radit dengan nada seolah-olah tak ingin bertemu dengan Sean.

Sean yang merasa tak nyaman duduk di atas motor langsung turun. Ia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ceritanya ngusir nih?"

Broken PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang