16.0 • Bersama

38 6 2
                                    

Happy reading

Devinisi kebahagiaan bagiku adalah ketika hal sepele menjadi indah hanya karena seseorang.

 🌸

SEMENJAK Sean dan Anya meluruskan masalah mereka, sudah tak ada lagi hal yang dipermasalahkan sampai saat ini. Anya sudah bisa menetralkan perasaannya ketika tanpa sengaja Sean berurusan dengan Sasya di kelas maupun di luar kelas. Anya sudah mengerti bahwa itu hanyalah sebatas pertemanan biasa. Gadis itu tak perlu khawatir karena hanya dengan hadirnya Sasya tak akan mengubah waktu yang panjang yang telah ia jalani dengan Sean.

Sean pun sudah mencoba menjaga perasaan Anya. Setidaknya dengan tak terlalu mengubris masalah sepele yang ditujukan oleh Sasya padanya. Seperti bagaimana sifatnya pada perempuan lain yang tak terlalu ia kenal.

Sean pun lebih sering berkomunikasi dengan Anya. Entah itu chat atau telfon, setidaknya sekali walau hanya menanyakan hal sepele. Bahkan jika sedang tidak ada kerjaan di rumah, Sean dengan isengnya melakukan video call dengan Anya. Jika orang lain akan senang menerima video call dari orang yang mereka sayangi, berbeda dengan Anya. Gadis itu akan sesegera mungkin mematikan video call tersebut. Bukan karena tidak mau melihat wajah Sean. Bahkan ia tak bisa melihat Sean di layar handphonenya. Tapi yang ia lihat malah sebuah gambar hantu yang membuatnya melemparkan hanphonenya ke lantai beberapa hari yang lalu akibat teror dari Sean yang sudah gila itu.

Meskipun demikian, Anya tak sepenuhnya marah pada Sean. Hanya terkadang sedikit kesal karena kebiasaan buruk Sean yang lama tidak hilang-hilang, yaitu jail. Bahkan, persentase kejailan Sean cenderung bertambah dari hari ke hari. Makin lama, jika di biarkan akan semakin menyebalkan. Tapi sejail apapun Sean, pasti ada masanya laki-laki itu menjadi manusia normal.

🌸

SETELAH berlari melewati beberapa tangga, akhirnya Aldo sampai di rooftop lebih dulu ketimbang Sean dan Zeo. Kalau Zeo jangan ditanya lagi, laki-laki itu pasti bersikap stay cool dan lebih memilih jalan dengan santai dari pada berlarian tidak jelas seperti Aldo.

"Woy! Lama amat. Lelet lo berdua!" teriak Aldo yang mendapati Sean yang baru saja sampai di rooftop.

Zeo yang menyusul di belakang Sean hanya diam sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Tak diragukan lagi bagaimana sifat Zeo yang kelewat dingin itu.

Aldo yang masih ngos-ngosan mencoba memperhatikan lapangan dari atas. Istirahat kali ini tak mereka habiskan untuk makan di kantin karena tadinya mereka sudah makan ketika jam kosong mata pelajaran olah raga. Lumayan bukan?

Melihat Aldo yang tengah melihat ke bawah, Sean dan Zeo hanya diam. Kemudian Zeo membuka pembicaraan, tumben sekali.

"Gimana sama Anya?" tanya Zeo singkat.

Sean menatap Zeo, "Gimana apanya?"

Aldo yang mendengar Sean sepertinya tidak paham dengan perkataan Zeo langsung menjawab, "Lo udah temenan lama sama Zeo, dan lo nggak ngerti maksudnya dia apa?"

"Ambigu sih!"

"Oke, gue terjemahin. Gimana hubungan lo sama Anya?" jelas Aldo.

"Apa susahnya sih Ze, cuma ngomong gitu doang."

Zeo yang saat itu ditatap kedua sahabatnya hanya menaikkan pundaknya sedikit.

Broken PiecesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang