Angel melirik arloji di pergelangan tangan. Matanya menatap lampu lalu lintas, menunggu waktu untuk menyeberang jalan. Selama itu, dia menaruh tangan di depan mulut untuk menghangatkan jemarinya yang nyaris membeku. Senyuman tipis terbentuk di bibirnya ketika membayangkan Elliot. Pria itu menang selalu membuatnya tersenyum akhir-akhir ini.
Kemarin sore dia menghubungi pria itu untuk menerima pinangannya. Meski sehari memang bukan waktu yang cukup untuk memutuskan hal besar dalam hidupnya. Namun, dia sungguh tidak ingin menunggu lagi. Setidaknya, untuk pertama kalinya dia ingin mengusahakan sesuatu dalam hidupnya.
Jemarinya meremas formulir registrasi perlombaan. Akhirnya mendaftarkan diri sebagai peserta untuk kontes perlombaan. Satu langkah menuju mimpinya. Bukan mimpi yang besar. Hanya sebuah hal kecil yang diharapkan bisa menjadi pembuktian kalau dia bisa melakukan satu hal dengan tangannya sendiri. Ibaratnya seperti membuka satu pintu yang mungkin akan memicu terbukanya pintu yang lain. Pintu-pintu yang baik, pintu-pintu harapan.
Angel mempercepat langkah saat melihat restoran, tempatnya janjian untuk bertemu Elliot kali ini. Namun, dia berhenti ketika sampai tepat di depan pintu. Angel menarik napas pelan sebelum meraih gagang pintu. Begitu tungkainya melangkah masuk, matanya langsung menyisir bagian dalam restoran yang sepi. Senyuman tersungging di bibirnya ketika dia melihat sosok Elliot melambaikan tangan dari deretan bangku yang ada di sudut. Pria itu buru-buru berdiri dan mendorong kursi untuk tempat duduk Angel.
"Kamu sudah lama?" katanya sambil menaruh pantat di kursi.
"Belum," sahut Elliot pendek. "Ngomong-ngomong aku kaget kamu menghubungiku lebih dulu untuk bertemu."
"Tumben, ya?"
"Iya," sahutnya jujur.
"Well, kadang kita perlu untuk memulai satu langkah pertama." Angel mengangkat bahu dengan gugup ketika jantungnya mulai berdebar tidak karuan.
"Benarkah? Aku tersanjung kalau kamu mau repot-repot memulai langkah itu untuk bertemu denganku," katanya terdengar sangat senang.
Angel terdiam kemudian mengangguk dengan kaku. Dia tidak terbiasa untuk mencairkan suasana. Jemarinya mengusap gaun terusan selutut yang membalut tubuhnya. Dia lalu melirik pemilik mata biru itu. Saat Elliot ternyata balas menatapnya, Angel berdeham pelan.
"Cantik!" Elliot tersenyum lagi.
"Terima kasih."
"Tapi, pssti dingin memakai gaun sependek itu di musim ini."
"Sekali-kali," sahutnya jujur.
Angel menunduk, memandangi kuku tangannya yang terpotong rapi. Mengingat betapa tadi pagi dia sangat berusaha untuk pertemuan ini. Dia sudah memakai jeans, tetapi mendadak tidak senang memandang bayangannya di cermin. Dia memutuskan untuk berganti pakaian beberapa menit setelahnya dan berusaha untuk tampil cantik.
Kini dia memandangi perutnya yang kini maju ke depan beberapa inci. Membentuk bulatan yang kini menyembul malu-malu dari balik gaun gelap itu. Anggap saja ini persiapan awal karena beberapa minggu lagi dirinya pasti terpaksa memakai dress setiap hari karena perutnya akan semakin membesar. Belum terlihat sekarang, tetapi perubahan itu terjadi pelan-pelan. Dimulai dari punggungnya melengkung sedikit. Rasa pegal juga kini sering menyerang punggungnya. Mual, muntah serta rasa ingin buang air kecil yang sering tidak tertahankan serta perut yang kram kalau dia terlalu lelah.
Martha sepertinya juga tahu, mungkin sejak dia menolak chocolate blitzen itu atau mungkin jauh sebelumnya. Wanita itu mungkin tahu dari perubahan tubuhnya. Dia bisa bilang begitu karena akhir-akhir Martha jarang sekali menyuruhnya membawa benda berat selain botol selai. Namun, Martha tidak bertanya karena itu bisa menyinggung persoalan pribadi karyawannya. Sedangkan Sophie tidak pernah peduli seperti biasa. Wanita itu jarang sekali ada di rumah. Angel menarik napas pelan dan mencoba menghapuskan pikiran itu. Sekarang dia sedang bersama Elliot dan hanya perlu fokus pada pria itu, bukan hal yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Than Almost Anything
ChickLitBagaimana kalau mimpi buruk yang selama ini kamu alami bukan hanya sekadar mimpi? Elliot, pemilik hotel terbesar di kota selalu dihantui mimpi buruk. Pada satu malam, seorang anak perempuan misterius memberikannya fortune cookies dengan secarik pesa...