Snickerdoodles

749 101 7
                                    


Martha sibuk menaruh semua barang belanjaan di atas meja, sementara itu Angel bolak-balik membawa semua perlengkapan yang dibeli wanita itu dari bagasi mobil dan memasukkannya ke dalam gudang. Hanya barang-barang yang ringan-ringan saja, benda yang berat dibawa oleh pegawai lain. Angel sendiri mengikuti perintah Martha tanpa banyak protes, lagi pula dia mulai kelelahan setelah lebih dari sepuluh kali perjalanan. Kakinya pegal, pinggangnya rasanya mau putus dan perutnya agak kram. Keluhan badannya yang luar biasa itu membuat Angel berulang kali beristirahat beberapa menit sebelum kembali memindahkan barang.

"Kamu belanja sebanyak ini sendirian?" tanya Angel begitu Martha memintanya untuk mulai membuka kardus dan menaruh botol-botol selai buah ke atas tatakan rak.

"Yep. Jangan bilang aku wonder women—"

"Karena aku lebih memilih menjadi Mulan," potong Angel cepat.

"Kamu benar." Martha terkekeh lalu menyenggol bahu Angel. "Kamu mau tahu enggak, aku ketemu siapa hari ini?" sahutnya lagi sembari memasukkan buah-buahan ke dalam lemari es.

"Siapa?" Angel tidak menoleh. Menanggapi dengan acuh tak acuh, dia masih terlalu sibuk dengan botol selai.

"Dingin sekali!"

"Apanya? Kulkas?"

"Bukan—" Martha sengaja memotong kalimatnya untuk menarik perhatian Angel. Benar saja, sedetik kemudian gadis itu menoleh.

"Sikapmu, Nona. Perlu penjelasan lebih lanjut?" Martha mengangkat bahu.

"Oh. Lalu?"

"Jangan berpura-pura antusias!" keluah Martha lagi.

Angel mengangkat bahu. "Kalau begitu, aku pilih tidak mendengarkan."

"Hei!"

"Itu yang kamu minta, Martha," keluh Angel. Dia hanya menggoda Martha karena sebenarnya dia mau saja mendengarkan ceritanya. Bahkan yang paling ngaco dan tidak masuk akal sekalipun, dia bisa jamin kalau telinganya kuat menampung.

"Elliot."

"Siapa?" Angel menelan ludah, rasanya kupu-kupu beterbangan di perutnya detik itu juga. Ada rasa berdesir yang datang tanpa undangan yang menjalar dari perut lalu ke dadanya. Debaran jantungnya juga bergerak lebih cepat dari sebelumnya.

"Aku ketemu Elliot, Angel. Tadi, di supermarket."

"Kenapa memangnya?" Angel kemudian menarik rambut pendeknya ke belakang telinga.

"Ya, bukan apa-apa juga."

Angel melipat bibir, berusaha menahan desakan untuk bertanya lebih. Rasa ingin tahu layaknya tahu itu awal dari perhatian yang nantinya akan menjurus pada ekspektasi. Dia tidak menyukai ekspektasi apa pun dan pada siapa pun.

"Astaga!" Martha berteriak dan menepuk kening.

"Ada apa?"

Martha menarik satu kardus ukuran sedang ke depan tubuhnya. Angel menatap kardus itu, kening berkerut bingung. Matanya beralih pada Martha.

"Milik Elliot."

"Huh?"

Angel menatap kardus berisi botol selai, kemasan kotak bubuk, gula, mentega dan beberapa jenis perlengkapan untuk membuat kue di dalamnya.

"Elliot yang beli barang-barang ini?"

"Ya."

"Untuk apa?" Kali ini Angel gagal menahan rasa ingin tahunya.

"Katanya dia ingin belajar memasak," Martha menarik napas berat.

Elliot ingin belajar memasak katanya. Yang benar saja. Benar-benar menggelikan. Ingatannya melayang pada jemari pria itu. Jari yang panjang dan tegas. Sama sekali tidak ada sentuhan kelembutan di sana. Bukan dia menilai dari kulit luarnya, hanya saja memasak itu seni. Seni yang memerlukan ketelatenan dan kelembutan.

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang