Better Than Anything

2.4K 142 20
                                    

Suara lonceng bergema nyaring membuat Angel menarik napas pelan. Dia melingkarkan lengan di lekuk lengan sekretaris Elliot. Pria itu yang kini menggantikan peran sebagai ayahnya. Angel berjalan pelan di atas altar. Bagian bawah gaunnya bergoyang pelan. Senyuman tidak lepas dari bibirnya meski seluruh wajahnya kini tertutup veil panjang yang menjuntai. Namun, kain itu cukup tipis hingga dia masih bisa melihat Elliot yang kini tersenyum di dekat mimbar.

Angel duduk di kursi yang memang dimintanya. Dia ingin duduk sejajar bersama pria yang akan dinikahinya. Tidak ingin membuat suaminya terlihat lebih rendah darinya. Mereka saling memegang tangan dan menggenggamnya erat.

Janji pernikahan diucapkan dengan mantap oleh Elliot. Pria itu meremas tangannya saat Angel juga mengucapkan janji serupa. Elliot menyematkan cincin di jari manisnya. Setelah cincin juga terpasang di jarinya, pria itu menjulurkan tangan untuk membuka veil. Elliot meraih kepala pengantinnya untuk menyegel janji pernikahan hingga maut memisahkan.

Angel menutup mata. Deru napas Elliot kini mengipasi wajahnya. Semua terasa khidmat sebelum sebuah tangisan melengking memecah keheningan. Elliot buru-buru melepaskan kepala Angel dan menatap sebal ke arah kerumuman. Bayi itu kini tengah menjerit keras di gendongan Becca.

"Ayolah, bisakan kamu berhenti menangis sebentar saja saat kedua orang tuamu akan menikah," gumamnya dengan nada kesal.

"Begitu kelakuanmu pada anakmu!" Angel memukul lengan Elliot.

"Kita perlu segel untuk pernikahan kita, Angel."

"Sini kusegel dan kita selesaikan segera," tukas Angel cepat.

Angel menarik kepala Elliot dengan paksa. Dia langsung mendaratkan ciuman singkat sebelum berlari menuju bayi perempuan yang kini menjerit keras. Sementara itu, Elliot masih menatap Angel yang meraih bayi itu dalam pelukan dan sepertinya enggan ikut bergerak ke sana. Angel kini menggendong bayi itu sambil berjalan mendekatinya. Namun, pria itu sibuk memijat pelipis dan beberapa kali menarik napas berat.

"Lihat, dia nangis karena kangen sama kamu." Angel kemudian menaruh bayi itu ke atas pangkuan Elliot.

Bayi perempuan itu kini menatap ayahnya. Manik biru bayi bersinar cemerlang, kontras dengan rambutnya yang ebony. Elliot menyentuhkan ujung jari telunjuknya ke pipi bayi perempuan itu. Bayi itu tersenyum sesaat lalu senyuman tipis juga tercetak di bibir pria itu.

"Tapi, Angel aku merasa hangat."

"Apanya yang hangat? Jangan mengada-ada deh!"

Elliot mengangkat bayinya. Hanya bisa mendengkus sebal saat celananya basah. "Dia ngompol."

"Becca pasti lupa memakaikan pampers tadi pagi."

"Angel!"

"Bukan salahku."

"Bukan salahmu?"

"Kenapa kamu emosian sekali sih setelah anak kita lahir?"

"Apa?

"Kamu berubah, El. Kamu tidak romantis."

"Kamu sendiri menyebalkan!" Elliot membalas. "Tolong sadari itu!"

"Ehem! Kalian baru saja menikah." Pendeta itu memecah pertengkaran yang mulai timbul. "Harap menjaga cinta kalian sampai maut memisahkan."

Angel terdiam, Elliot membisu. Bayi perempuan itu terus tertawa tanpa dosa. Benar-benar keajaiban. Angel melirik ke arah tamu yang duduk berjajar. Mereka juga tampak menahan tawa. Mungkin baru kali ini melihat pasangan yang langsung bertengkar padahal pernikahan belum selesai digelar.

Keluarga mendiang Charles juga tampak hadir di antara tamu undangan. Elliot memperkenalkan mereka padanya dan beberapa kali mengundang keluarga itu ke rumah. Namun, matanya terpaku pada satu sosok. Gadis mungil bermantel merah itu kini tersenyum di sana dan melambaikan tangannya berulang kali.

"El, lihat itu!" Angel menunjuk gadis mungil itu dan wanita itu.

"Ada apa?"

"Gadis itukah yang kamu temui malam itu?"

Elliot menyipitkan mata. "Iya. Kamu lihat wanita di sampingnya?"

"Siapa dia?"

"Dia wanita yang mengajarkanku untuk berdamai dengan masa lalu. Wanita di toko bunga."

Angel beralih pada wanita berpakaian ala gipsi di samping gadis kecil itu. Wanita itu kini tersenyum padanya.

"Benarkah?" Angel juga tersenyum.

Angel juga mengangguk sekali lalu menundukkan kepala. Dia mendongak ketika gadis kecil itu masih tertawa lebar bersama wanita di sampingnya. Namun, tidak lama setelahnya sosok mereka memudar lalu perlahan-lahan berubah menjadi serupa kabut tipis dan sirna.

"Terima kasih banyak," ucap Angel dengan suara serak.

Angel menunduk saat merasakan tarikan di gaunnya. "Ya?"

Elliot berbisik. "Aku juga melihat Charles."

"Oh ya?"

"Ya, aku bertemud dengannya di mimpiku semalam. Dia bilang telah memaafkanku."

"Dia pasti memaafkanmu, El. Kamu telah melalui tujuh dosa besar dan berubah jadi orang yang sangat baik."

"Aku harap kamu benar. Terima kasih."

"Aku mencintaimu."

"Apa?"

"Kan kita sudah sepakat untuk mengganti kata terima kasih dengan kata cinta. Jadi, aku mencintamu, Elliot."

"Ah, maaf. Aku cinta kamu, Angel.

Angel menunduk lalu mengirimkan ciuman. Dia memulaskan bibir ke permukaan bibir pria itu. Dia mengabaikan tangisan bayinya dan tetap memilih untuk melumat bibir Elliot dengan dalih sedang menyegel cinta.

"Aku lebih mencintaimu, lebih dari yang kamu tahu, Angel!"

"Sampai maut memisahkan?"

"Selamanya."

Selamanya itu waktu yang panjang seperti yang Elliot katanya pada George. Tapi, Angel tidak keberatan dengan semua itu. Pertemuannya dengan Elliot diawali dengan takdir yang buruk, tetapi ternyata Tuhan ingin menunjukkan kalau selalu ada kebaikan dalam keburukan. Pria ini adalah hadiah terbaik dari semua hal di dunia ini.


Tamat

Better Than Almost AnythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang